Bagian 12

20 3 0
                                    

12| Keputusan Yang Sulit

☘☘☘

Ailish merasa pening saat terbangun dari tidurnya. Dahinya mengernyit sakit, dia membuka mata dengan susah payah dan melihat ke sekeliling dengan bingung.

"Akhirnya kamu sadar," suara itu berasal dari samping brankarnya. Ailish menoleh, mendapati Kim berdiri disana sambil tersenyum lega ke arahnya.

"Pak Kim, saya dimana?"

"Kamu dirumah sakit. Gimana perasaan kamu, ini minum dulu." Kata Kim seraya menyondorkan segelas air ke arahnya

Ailish menyesapnya sampai tenggorokannya terasa basah. Dia melihat ke sekeliling, sebelum matanya berhenti pada Kim.

"Pak Kim,"

"Ya?"

"Bapak yang bawa saya ke rumah sakit?"

Kim sedikit terkejut. Dia terdiam cukup lama, tak bisa berkata-kata. Sementara itu Ailish kebingungan. Dia memang tidak bisa melihat dengan jelas orang yang ada di ruangan itu karena pandangannya buram, tapi dia yakin orang yang mengangkatnya dan membawanya kerumah sakit adalah Pramuda. Tapi mengapa Kim yang ada disini menjaganya, dimana Pramuda?

"Iya, saya yang bawa kamu kerumah sakit." Kim tersenyum hingga matanya menyipit. "Saya liat kamu pingsan diruangan, jadi saya bawa kamu ke rumah sakit."

Mata Ailish berkedip. Apa sebelumnya dia salah mengira yang mengantarkannya saat itu adalah Pramuda? Memang, sejak kepindahan Pramuda di kantor itu, dia selalu direcoki oleh pemuda itu hampir setiap waktu. Apa karena ini Ailish jadi salah beranggapan? Mengira Kim adalah Pramuda.

"Suster baru aja mengantarkan makanan, kamu makan ya, setelah itu minum obatnya. Saya akan mengantarkan kamu pulang setelah infusnya habis."

"Terimakasih...pak." Ucapnya linglung.

Kim mengangguk. Dia membantu Ailish memakan makanannya, awalnya Ailish menolak karena dia tidak enak hati meminta Kim untuk menyuapinya. Lagipula Kim itu sudah bertunangan, jadi dia tidak ingin membuat Eilana nanti salah paham. Tapi kedua tangannya tak bisa diajak kerja sama, karena tubuhnya masih dalam kondisi lemah, dia tidak bisa mengangkat seujung jaripun. Dan mau tak mau dia menerima tawaran Kim.

Eilana mengepalkan kedua tinjunya disisi tubuh dari balik jendela. Matanya berkaca-kaca, hatinya terasa nyeri, namun Eilana tak bisa berbuat apapun karena perasaannya bertepuk sebelah tangan.

Memalingkan muka, Eilana mengusap setetes air mata yang berhasil berjatuhan dari pelupuk matanya. Dia menarik napas dalam-dalam sambil memejamkan mata, berusaha menguatkan dirinya untuk tidak cemburu berlebihan. Setelah menenangkan diri, Eilana tidak lagi melihat ke belakang. Dia berjalan pergi menuju ke ruang onkologi.

"Selamat malam, Mbak Eila. Bagaimana kabarmu akhir-akhir ini?" tanya dokter bername tag Dr. Wilian Sp.B(K) Onk, berusia empat puluhan. Satu-satunya dokter yang telah rutin Eilana datangi untuk pemeriksaan penyakitnya.

"Akhir-akhir ini saya semakin sering merasakan gejala-gejalanya, dok."

"Baik, mari kita lakukan pemeriksaan terlebih dahulu."

Eilana melakukan beberapa pemeriksaan dibawah pengawasan dokter Wilian. Wajah laki-laki itu terlihat cemas setelah pemeriksaan. Eilana tahu ini bukan sesuatu yang baik, jadi dia hanya duduk disana tanpa bertanya.

"Mbak Eilana, kita harus segera melakukan tindakan, jika kita menunggu lebih lama lagi saya takut ini akan berakibat fatal."

Eilana menelan ludah dengan gugup, kepalanya tertunduk lesu. Jika dokternya telah mendesak untuk melakukan kemoterapi, artinya dia memang sudah dalam tahap parah. Tapi Eilana tidak bisa melakukannya tanpa persetujuan seluruh keluarga. Sementara itu dia telah menyembunyikan penyakit leukimianya dari semua orang.

Nahasnya Cinta [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang