Bagian 30

14 4 0
                                    

30| Ailish Pelaku?

🍂🍂🍂

Mata Pak Tio tidak fokus setelah menerima telepon dari sekretarisnya. Dia terdiam sambil mengulang rekaman yang telah di kirimkan oleh pihak manajamen kepadanya siang ini. Dia tidak ingin mempercayai apa yang dia lihat, tapi dia tidak bisa menepis kenyataan yang terjadi.

Dia duduk dengan cemas diatas sofa, saat sang istrinya melihat, Bu Ressa segera menghampiri suaminya dan bertanya dengan suara yang lembut.

"Ada apa, Pa. Siapa yang telepon barusan, kenapa papa keliatan cemas?" Mengelus pundak suaminya, menenangkan.

"Ada sedikit masalah, Ma, dikantor."

"Masalah apa itu, pa? Kok nggak kayak biasanya papa gelisah begini?"

Pak Tio menghela napas panjang, bersandar sambil membaringkan kepalanya dan memijat ruang diantara alisnya yang tiba-tiba berdenyut. "Papa nggak ngerti, Ma, karyawan yang udah kerja sama papa selama bertahun-tahun tiba-tiba gelapin dana proyek."

"Apa?!" Kaget Bu Ressa yang langsung buru-buru menutup mulutnya, takut mengganggu tidur sang putri. Dengan suara rendah, ia berbisik, "Kok tiba-tiba ada karyawan Papa yang korupsi? Siapa? Kenapa dia ngelakuin itu?"

"Awalnya itu hanya dugaan, tapi buktinya udah ada. Sekarang Papa pusing gimana caranya nanganinnya." Pak Tio mengangkat ponselnya menghadap Bu Ressa, memperlihatkan rekaman video yang sedang di stop.

Bu Ressa buru-buru mengambil hp sang suami dan diputarkan kembali video tersebut. Tampak terlihat sangat jelas ada seorang gadis berhijab yang keluar masuk bank dan bahkan ada laporan dari manajemen langsung yang mengabari pengeluarannya bulan ini.

"Ya ampun!" Bu Ressa menutup mulutnya yang menganga, "Ini perempuan, gimana bisa dia ngelakuin itu? Apa motifnya?"

Mata Bu Ressa terbelalak tak percaya. Seorang perempuan dengan wajah tidak jelas terlihat keluar masuk bank dengan mencurigakan. Bu Ressa hampir menjatuhkan rahangnya karena terlampau terkejut.

"Papa juga nggak tahu, tapi Papa masih nggak yakin dia bisa ngelakuin hal senekad itu. Yang Papa tahu dia anak yang baik dan pekerja keras."

"Papa jangan gampang percaya dengan orang lain. Kita nggak tahu, 'kan mereka akan melakukan sesuatu yang nggak bisa kita sangka-sangka."

"Tapi Papa masih merasa nggak yakin."

"Buktinya udah jelas. Tunggu apalagi, papa laporkan aja ke polisi."

"Siapa yang harus dilaporkan ke polisi?"

Pak Tio dan Bu Ressa menoleh ke sumber suara. Kim dan Eliana kembali dari makan siang. Mereka tidak sengaja mendengar pembicaraan kedua orang tua itu saat memasuki ruangan.

Bu Ressa dengan menggebu-gebu bercerita kepada Kim, "Karyawan dikantor menggelapakan dana proyek, Mama nggak nyangka yang ngelakuin itu perempuan."

Alis Kim menukin naik, dia berjalan mendekat dan duduk di seberang sofa. Sementara Eliana berjalan ke arah jendela untuk membuka jendela.

"Siapa?" tanya Kim pada Pak Tio.

Bu Ressa bersemangat menyondorkan ponsel suaminya kepada sang menantu. Kim menontonnya dengan dahi berkerut. Berulang kali memutarnya dan menggeser layar hingga terlihatlah laporan pengeluaran dibulan itu. Kim semakin terlihat bingung.

"Pa, ini..."

Pak Tio mengangguk. "Ailish."

Tubuh Kim tersentak. "Papa yakin?"

Kim menatap Pak Tio yang tertunduk dengan banyak pikiran didalam kepalanya.

"Kita udah kenal Ailish dari lama, dia nggak mungkin ngelakuin itu, 'kan?"

"Papa juga nggak mau percaya, Kim," Pak Tio menghela napas. "Tapi rekaman itu membuktikan semuanya."

"Wajahnya nggak jelas, Pa."

"Penampilannya terlihat seperti Ailish, pakaian yang dia kenakan pernah Papa lihat dua kali sebelumnya. Nggak cuma itu, yang tahu kata sandi rekening perusahaan di departemen kreatif itu cuma Ailish. Kita nggak berhak membantah saat semua bukti udah ada ditangan."

Rahang Kim mengeras. Dia menonton sekali mencoba mencari bukti dalam video ini bahwa perempuan disana bukanlah Ailish. Tapi Kim tak dapat menyangkalnya karena pergerakan tubuh, postur tubuh, penampilannya semua adalah bukti nyata bahwa orang itu adalah Ailish. Tapi tetap saja Kim tak dapat mempercayainya dengan mudah karena dia mengenal Ailish.

"Jadi, apa langkah selanjutnya? Apa papa mau melaporkan masalah ini ke polisi?"

Pak Tio terdiam lama sebelum menarik napas dan mengambil keputusan.

"Papa akan mengambil keputusan...."

Sementara itu di kantor, ketika semua orang sedang istirahat dan makan siang, Pramuda mengetuk pintu ruangan Ailish dua kali sebelum mendorong pintu itu terbuka dan sosok didalamnya segera muncul dalam penglihatannya.

Ailish duduk diatas kursi sambil bersandar, dia menatap lurus ke depan dengan pandangan kosong. Pramuda menghampirinya, menaruh paper bag diatas meja kopi dan berjalan untuk menyadarkan Ailish dari lamunan.

"Hey, are you okay?"

Tubuh Ailish terkesiap ketika Pramuda menepuk pundaknya. Dia terkejut dan nyaris memukul Pramuda, untungnya Pramuda memiliki tangan yang gesit sehingga dengan cepat menahan tangan Ailish dan memegangnya dengan lembut.

"Kaget?"

"Kamu...!" Ailish menarik tangannya dari cengkeraman Pramuda dengan kasar. "Ngapain kamu disini?"

Pramuda tersenyum lembut, dia merasa Ailish yang suka marah-marah seperti ini terlihat lebih baik daripada harus melihat Ailish yang pemurung.

"Kamu harusnya bersyukur yang datang tuh aku. Coba kalau tiba-tiba ada orang yang nggak dikenal masuk, kamu udah keduluan diculik."

"Bukan urusanmu. Sana keluar!"

"Ayo makan, ini udah jam istirahat."

"Saya sibuk." Ailish kembali menyalakan komputernya dan berpura-pura sibuk.

Pramuda mengambil tangan Ailish dengan santai dan menariknya ke arah sofa. Ailihs terkejut dan menarik tangannya dengan paksa, sayangnya dia diseret seperti anak kucing oleh Pramuda dan di dorong duduk ke atas sofa.

"Aku bawain makan siang untuk kita."

"Saya bilang saya sibuk, kamu nggak ngerti bahasa manusia, ya?" Ailish melotot marah.

"Oke, nona paling sibuk sedunia. Walaupun kamu sibuk, kamu harus makan."

"Saya nggak lapar."

"Lapar nggak lapar, makanan ini harus habis."

"Saya nggak minta kamu belikan."

"Kamu nggak minta, tapi saya mau kamu habiskan makanan ini."

Ailish mencebikkan bibirnya dengan kesal. "Pramuda rese."

"Terimakasih sayang atas pujiannya."

Mata Ailish terbelalak kaget, "Siapa yang kamu panggil sayang?!"

Pramuda terdiam sambil menatapnya dengan polos. "Eh? Memangnya tadi aku panggil begitu? Atau...kamu mau ku panggil begitu?!"

"Dalam mimpi!"

Pramuda terkekeh dengan geli. Dia menghidangkan semua makanan yang dia beli sesuai dengan selera Ailish. Aroma lezat memenuhi ruangan, sebelumnya Ailish memang tidak terlalu lapar karena pikirannya kacau. Tetapi setelah melihat semua hidangan diatas meja dan aromanya yang lezat, mulut Ailish berliur.

Pemuda itu telah memperhatikan Ailish sedari tadi, dia tahu Ailish lapar, namun dia tidak ingin membuat Ailish merasa malu dengan penolakannya beberapa saat lalu jadi dia mengambilkan sendok dan memasukkannya ke dalam mulut Ailish.

"Kamu harus habisin semua makanan disini tanpa sisa."

"Lho, emangnya saya serakus itu?"

"Well nggak masalah, saya bisa bantu kok." Pramuda mengambil sumpit, menyumput sushi dan memakannya sambil tersenyum.

Ailish ragu-ragu, dia mengambil sesendok nasi ayam richa-richa dan perutnya langsung bergemuruh.

***

BERSAMBUNG....

Nahasnya Cinta [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang