18| Kapan Kita Bisa Membicarakan Pernikahan
🍁🍁🍁
Tuk! Tuk!
"Masuk,"
Pintu di dorong terbuka, Kim yang sedang menelepon sambil menghadap kesamping tidak dapat melihat orang yang datang. Setelah beberapa menit kemudian, panggilan berkahir. Kim segera menoleh dan mendapati Eilana yang berdiri diseberang meja sambil membawa paperbag ditangannya.
"Ada apa?" tanya Kim tidak sabar.
"Aku bawain ini untuk kamu, dari Mama."
Kim mengangguk, "taruh aja disana." Dia menunjuk meja disudut sana dengan dagu, sementara tangannya mulai berpura-pura sibuk menggunakan komputer.
Eilana tidak bergerak, dia berdiam diri ditempat sambil terus mengawasi Kim membuat pemuda itu jengah dan mendongak.
"Apa lagi?"
"Aku mau bicarain sesuatu sama kamu."
Kim berdecak sebal, dia memainkan keyboard tanpa menatap Eilana. Tindakan itu membuat Eilana merasa Kim setuju saja dengan pembicaraan itu. Dia menaruh paperbag dipinggir meja dan menarik kursi diseberang.
"Ini perihal Mama," Eilana memulai dengan ekspresi serius. Kim yang mendengarkan memelankan jemarinya pada keyboard dan berpura-pura fokus walaupun telinganya terbuka untuk mendengarkan keluhan apalagi yang akan Eilana bicarakan kali ini.
Jemarinya saling terkait diatas paha. Eilana yang merasa gugup untuk berbohong menarik napasnya dalam-dalam sebelum memberanikan diri untuk bicara. "Mama sudah mulai nanyain, kapan keluargamu akan datang untuk membicarakan tanggal pernikahan kita."
Tangan Kim secara spontan berhenti bergerak. Dia terdiam dengan tubuh membeku dan menoleh ke arah Eilana.
Eilana menggigit bibirnya dengan gugup. Pembicaraan pernikahan telah lama tidak dibahas oleh Bu Ressa dan Pak Tio. Mereka yang sibuk dengan dunia mereka sendiri tidak lagi kepo untuk bertanya. Eilana hanya bicara asal agar dia bisa tinggal lebih lama diruangan ini dan tentunya dia ingin memperjelas hubungan mereka.
Kim tidak bisa menjawab untuk waktu yang lama. Didalam, dia juga merasa gelisah tidak keruan. Sebenarnya kedua orang tuanya juga telah membicarakan masalah ini akhir-akhir ini, tetapi Kim selalu memiliki alasan untuk mengulur-ulur waktu.
"Ini sudah dua tahun sejak hari pertunangan kita, apa nggak sebaiknya kita bicarakan masalah ini sekarang."
"Bukan waktu yang tepat." Kim menjawab tegas. Dia bertindak seolah-olah tidak peduli namun kenyataannya dia merasa sangat gelisah karena hari pernikahannya dan Eilana semakin dekat.
"Tapi Mama sudah minta untuk disegerakan."
"Masalah ini kita bicarakan diluar kantor."
"Kapan kamu akan bicarakan masalah ini dengam Om dan Tante."
"Secepatnya." Jawabnya acuh.
Eilana tertunduk. Dia diam cukup lama dikursi sebelum akhirnya bangkit dan pamit undur diri. Saat Eilana akan menarik ganggang pintu, Kim yang berpura-pura sibuk itu kembali bersuara dan memanggilnya.
Eilana sangat senang, dia tersenyum tanpa sadar dan berbalik. "Jadi?"
Kim melihat ekspresi Eilana yang terlihat sangat semringah membuat tenggorokannya terasa gatal. Dia batuk dua kali dan berkata, "Ayo makan siang bersama, ada yang mau ku omongin."
Mata Eilana terbelalak, ekspresi syoknya sangat kentara. Dia tak dapat mengendalikan diri saat tersenyum lebih lebar dan menggangguk dengan bersemangat. Setelah itu dia keluar dari ruangan dengan wajah semringah. Eilana tersenyum sepanjang jalan sehingga karyawan yang tak biasa melihat Eilana tersenyum tak dapat menahan diri untuk tidak tersenyum. Mereka pikir putri CEO hanya bisa memasang ekspresi menyedihkan sepanjang waktu, ternyata senyumnya bahkan lebih indah dari bunga.
Tes! Tes!
Eilana buru-buru menutup hidungnya dan berlari menuju ke toilet. Sayangnya ada beberapa karyawan yang sedang bercermin didepan westafel, Eilana yang terlampau mu hanya menundukkan kepalanya dan berjalan ke salah satu bilik kosong dan menyeka darahnya dengan tissue toilet. Eilana mungkin terlalu bersemangat sehingga darahnya kembali mengucur keluar.
Meski pun saat-saat seperti ini akan terjadi beberapa kali dalam sehari, Eilana yang terlampau senang tidak lagi merasa sedih. Malah dia ingin menyemangati dirinya untuk sembuh agar bisa bersama Kim lebih lama.
Setelah lima menit berada dibilik, Eilana yang merasa tidak ada siapapun diluar segera membuka pintu dan mengintip. Sekarang hanya ada dia di toilet dan sebaiknya dia segera membersihkan darah diwajah dan juga bajunya yang tak sengaja kena. Air mengucur deras, suaranya bising sehingga dia tidak mendengarkan suara langkah kaki yang mendekat. Karena posisi Eilana yang membungkuk dan fokus membersihkan wajahnya, dia tidak menyadari ada seseorang lain yang berdiri disamping.
Setelah semua darah dibersihkan, Eilana berdiri dengan tegak seraya matanya melihat ke pantulan cermin. Dan betapa terkejutnya dia melihat sosok Ailish muncul sambil memandang ke arahnya dengan ekspresi syok.
"Mbak...!" Ailish yang terlampau syok melihat banyaknya darah pada wanita itu beberapa saat lalu tak dapat mengeluarkan suara. Dia sangat terkejut hingga dia pikir Eilana mungkin akan pingsan dengan wajah sepucat ini. "Mbak sakit?"
Eilana memandangi Ailish lama, lalu menggelengkan kepalanya dan kembali membersihkan noda darah dipakaian berwarna pastelnya.
"Wajah mbak pucat, dan saya yakin saya liat banyak darah barusan....!"
"Jangan kasih tau siapapun." Tegas Eilana yang sedang membersihkan noda darahnya dengan tissue yang dibasahi.
"Tapi wajah mbak pucat. Mbak mau saya bawain obat, atau kita ke ruang kesehatan sekarang?" Ailish tampak sangat khawatir, dia mendekat untuk membantu namun Eilana memundurkan langkahnya menghindari tangan Ailish yang hendak menyentuhnya.
"Saya nggak apa-apa." Jawab Eilana dengan ekspresi tidak suka. Ailish mundur beberapa langkah, memperhatikan Eilana yang masih membersihkan noda darah di bajunya.
Dan meski telah dibersihkan berulang kali, noda itu masih terlihat kontras dengan warna bajunya yang terang. Eilana merasa kesal, sebentar lagi jam makan siang, jika dia gagal untuk ikut bersama Kim hari ini, dia tidak akan tahu kapan lagi Kim akan mengajaknya makan siang bersama.
"Mbak," Ailish masih setia berdiri disana menunggui Eilana. "Saya rasa nodanya nggak bisa dibersihkan dengan sentuhan ringan. Gimana kalau Mbak pakai blazer saya aja? Blazer itu bersih kok dan saya taruh di loker untuk berjaga-jaga. Jika mbak mau-"
"Nggak usah." Potong Eilana tanpa ragu. "Saya cuma mau kamu rahasiain ini dari siapapun, termasuk Pak Muda dan Pak Kim."
Ailish mengangguk, "Saya nggak akan kasih tahu siapapun."
Puas dengan jawaban Ailish, Eilana langsung keluar dari toilet meninggalkan Ailish yang entah kenapa menjadi sangat khawatir melihat banyak darah yang keluar dari hidung Eilana. Jika seseorang mimisan, tidak akan mengeluarkan darah sebanyak itu, dan darahnya berwarna merah kehitaman yang pekat, yang Ailish perkirakan bahwa cairan yang keluar sangat kental.
Eilana duduk diatas kursinya saat dia merasa sangat pusing. Kedua tangannya merogoh tas lalu mengeluarkan beberapa obat, dia meminumnya dalam sekali tenggak dan beristirahat sejenak diatas kursi. Untungnya Eilana ada ruangan sendiri, jika tidak, sebagai asisten, Pramuda pasti akan tahu rahasianya.
***
BERSAMBUNG....
KAMU SEDANG MEMBACA
Nahasnya Cinta [Tamat]
RomanceDalam hidup yang penuh kesibukan, Ailish tidak menyangka bertemu mantan kekasih yang kini menjadi direktur kreatif baru ditempatnya bekerja. Namun kehadiran sang mantan membuat kekacauan dihidupnya. Di saat yang sama, perhatian yang terus-menerus da...