Bagian 29

14 4 0
                                    

29| Bukannya kamu tahu jawabannya?

🍂🍂🍂

"...jangan hubungkan masalah ini dengan pekerjaan, tolong bersikaplah secara profesional."

Langkah Pramuda memelan ketika suara Ailish menggebu-gebu dari dalam ruangan, seolah sedang berdebat dengan seseorang.

"Kami sudah melaporkan masalah ini ke manajemen perusahaan. Sebentar lagi Pak Tio akan tahu semua kejahatan kamu. Kami nggak tahu apakah masalah ini akan naik ke persidangan atau enggak, tapi yang jelas kamu udah nggak bisa berkutik."

"Apa maksud kalian?"

"Sebentar lagi kamu pasti akan dikeluarkan dari perusahaan ini."

"Ada apa ini?" suara Pramuda menarik semua perhatian belasan pasang mata yang ada disana.

Pramuda dapat merasakan suasana di sekitar berubah tegang, bahkan Ailish yang berdiri didepan sana menatapnya dengan mata memerah, seolah menahan diri untuk tak menangis.

Ketika Pramuda hendak mendekati Ailish, perempuan itu sudah berbalik dan masuk ke ruangannya tanpa kata. Pramuda mematung ditempat selama beberapa saat sebelum beralih ke para karyawannya yang berdiri disana sambil menunduk.

"Ada apa ini?"

Beberapa hari yang lalu dia dipaksa pergi ke perusahaan cabang ditempat dia bekerja sebelumnya untuk mengurus beberapa hal yang belum selesai. Dan ketika dia tiba di perusahaan, suasana malah turun seolah ada pertarungan sengit yang tidak ia ketahui telah terjadi selama kepergiannya.

Sementara itu Ailish duduk diatas kursinya sambil menutup wajah dengan kedua tangannya. Kedua pundaknya gemetar hebat, tampak sesekali dia mengusap air mata yang mengalir hingga ke dagu.

Ailish sudah berkali-kali mengatakan bahwa dia tidak bersalah. Dia sudah bertahan sejak mereka menuduhnya menggelapkan dana proyek, tapi perlakuan mereka terhadapnya telah melampaui batas. Ailish tidak tahan lagi dan menangis dengan sedih. Walau bagaimanapun dia tetaplah perempuan lemah yang hanya bisa menangis untuk melampiaskan kekesalan dan kemarahannya.

Tangisannya terhenti setelah hampir lima menit menangis. Dengan sudut mata yang memerah dan sisa air mata yang membasahi bulu matanya yang cantik, Ailish kembali menyalakan komputer dan menyibukkan diri dengan aktivitasnya untuk melupakan sejenak apa yang telah terjadi.

Tidak berapa lama kemudian pintu ruangannya dibuka secara tiba-tiba tanpa ketukan membuat Ailish dengan spontan menoleh. Pramuda muncul dengan ekspresi serius, dia menutup pintu di belakangnya dan berjalan menghampiri Ailish.

Kedua tangannya tergepal erat disisi tubuh, dadanya naik turun, menahan amarah. Tatapan dari mata berkaca-kaca Ailish membuat Pramuda tertunduk dengan sedih sebelum akhirnya dia berlutut didepan Ailish. Spontan saja kursinya didorong ke belakang saat tiba-tiba dia berdiri.

"Ka-kamu ngapain?" tanya Ailish kaget.

"Kalau kamu butuh tempat pelampiasan, aku siap, Ailish. Kamu bisa pukul aku sepuasmu, kamu bisa tendang, tampar, terserah kamu." Ucapnya sambil perlahan mendongakkan kepalanya ke atas dengan ekspresi sendu.

Dahi Ailish berkerut, dengan bingung bertanya, "Apa maksudmu?"

"Aku udah tau semuanya," rahang Pramuda mengeras, kepalan tangannya semakin mengerat sehingga apapun yang menjadi tempat pelampiasannya pasti akan hancur remuk dalam sekali pukul. "Mereka udah cerita semua apa yang terjadi."

Ekspresi Ailish mengendur, sebelah sudut bibirnya terangkat naik. Dengan nada mencibir dia berkata, "Jadi kamu juga mau menuduh saya melakukan itu?"

"NGGAK!" bantah Pramuda tegas. "Aku nggak percaya, kamu bukan perempuan yang seperti itu Ailish, aku udah kenal kamu dari lama. Kamu nggak mungkin ngelakuin itu."

Ailish mendengus dingin, dia memalingkan muka sambil melipat kedua tangan, bersikap acuh. "Kenal dari lama? Kita hanya kenal selama beberapa waktu, lagian itu udah bertahun-tahun yang lalu, kamu nggak akan tahu seperti apa saya sebenarnya. Mungkin aja saya beneran ngelakuin itu, gimana menurut kamu?"

Pramuda melangkah maju dengan lututnya membuat Ailish mundur dengan spontan.

"Kamu nggak akan ngelakuin itu, aku yakin."

"Seberapa yakin?" cemooh Ailish.

"Kalau kamu mau ngelakuin itu, kamu udah ngelakuin dari lama, bukan sekarang."

"Tindakan manusia itu tiba-tiba, dan hati dari setiap manusia itu nggak ada yang tahu. Kalau aku ngelakuin itu sekarang, kenapa enggak, selagi ada kesempatan."

Pramuda menatap Ailish skeptis, menggelengkan kepalanya dengan tegas. "Kamu nggak akan ngelakuin itu."

Ailish merasa kesal pada Pramuda. Pemuda itu seolah tidak ingin mengalah padanya dan bahkan menantangnya dengan penuh ketegasan. Dia berkata dengan tidak sabaran, "Gimana kalau saya beneran ngelakuin itu, apa yang bakal kamu lakuin?"

"Aku akan bertanggung jawab."

"Bodoh!"

"Terserah!" bentak Pramuda kesal. "Aku nggak peduli kamu mau bilang bodoh atau apapun, aku cuma nggak mau mereka nuduh kamu yang enggak-enggak. Sampai akhir, aku bakalan cari bukti buat ngebuktiin ke mereka kalau kamu nggak bersalah. Aku janji!"

Ailish berdecih, "Nggak ada gunanya. Sekarang keluar dari ruangan saya, saya sibuk."

Dia menarik kursi yang semula tergeser dan duduk di hadapan komputer kembali sibuk tanpa memperdulikan Pramuda yang masih berlutut disana memandang ke arahnya dengan tatapan sendu. "Kalau kamu butuh pelampiasan, aku siap jadi samsak. Kalau kamu butuh pundak untuk bersandar, aku siap kapanpun kamu butuh."

Jemari Ailish diatas keyboard berhenti bergerak, tubuhnya membeku. Dia tertegun dalam waktu yang lama dengan memorie yang terus memperlihatkan kenangan indahnya bersama Pramuda dimasa lalu.

Jika tidak dilihat dari tindakannya yang berselingkuh, sebenarnya Pramuda adalah laki-laki yang baik. Dia memperlakukan pasangannya layaknya seorang ratu, dia tidak pernah membuat Ailish merasa insecure dengan segala kekurangannya, dia akan melakukan apapun yang membuat Ailish bahagia. Tapi sayangnya dia terlalu labil untuk mengerti apa artinya kesetiaan sehingga dia menyakiti Ailish tanpa sadar.

"Pramuda," tubuh Pramuda tersentak ketika namanya dipanggil oleh Ailish setelah sekian lama. Dia menatap Ailish menunggu kalimat selanjutnya.

Ailish menoleh secara perlahan ke arahnya, dengan ekspresi serius, dia berkata, "Stop ngelakuin hal-hal yang akan bikin siapapun salah paham.'

"Bukannya kamu tahu jawabannya?" balas Pramuda tanpa gentar. "Aku ngelakuin ini karena aku beneran tulus-"

"Bullshit sama kata tulus-"

"Aku cinta sama kamu!" Potong Pramuda tegas. "Itu yang aku tahu. Aku nggak peduli sebenci apa kamu sama aku sekarang, bahkan kalau kamu mau aku mati, aku bakalan ngelakuin itu."

"Kamu gila, Pramuda."

"Siapa yang bikin aku kayak gini?" suara Pramuda meninggi. Telunjuknya menunjuk Ailish. "Kamu! Kamu yang bikin aku kayak gini."

"Permintaanmu, Pramuda."

"Ya." Pramuda mengakui. "Ini memang permintaanku, tapi aku udah minta kamu berhenti."

"Nggak akan ada yang berubah meskipun aku berhenti."

Ailish kembali menghadap komputer tanpa peduli, dia mengotak-atiknya dan berpura-pura sibuk. "Silahkan keluar, saya harus segera menyelesaikan laporan ini."

Kepalan tangan Pramuda mengendur. Dia berdiri dari lantai, menatap Ailish lama sebelum akhirnya keluar dari ruangan. Seketika tubuh Ailish jatuh bersandar, dia memijat sudut alisnya yang berdenyut sakit. Entah kapan Pramuda sadar bahwa mungkin saja usahanya akan sia-sia.

***

BERSAMBUNG...

Nahasnya Cinta [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang