13| Perasaan Apa Ini?
☘☘☘
Jam sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh malam saat Ailish diantarkan pulang oleh Kim. Dalam perjalanan, Ailish tampak termenung sambil melihat keluar jendela dengan tatapan nanar. Kim meliriknya sesekali dari kursi pengemudi, dia ingin mengajak Ailish mengobrol tapi Kim tahu bukan waktu yang tepat karena Ailish tidak memiliki banyak tenaga untuk meledeninya. Akhirnya perjalanan itu hanya di isi oleh kehampaan diantara mereka.
Saat melewati restoran china yang berada di pedestrian, tanpa sengaja Ailish melihat dua sosok yang duduk disamping dinding kaca sambil mengobrol. Keduanya tampak asyik, bahkan wanita di seberangnya tak dapat menahan diri untuk tidak tertawa.
Untuk sejenak Ailish merasa ada perasaan nyeri didadanya. Namun dia tidak mengerti mengapa dia harus merasa seperti ini saat dia telah melupakan Pramuda.
"Ailish,"
"Hah?" Ailish kaget saat dia menoleh.
Kim menatapnya dengan cemas bertanya, "Kamu kenapa? Kok kayak lagi liat sesuatu?"
Ailish menggelengkan kepalanya lalu bersandar di sandaran sambil memejamkan matanya. Bayangan saat Pramuda duduk mengobrol bersama Kirani membuat Ailish tidak nyaman. Saat pertama kali dia melihat Pramuda dan Kirani berpelukan dibawah gedung, Ailish juga merasakan hal yang sama. Namun dia memilih untuk abai, dan berpura-pura tenang diluar.
Sekarang dia tak dapat menyembunyikan perasaannya sejak Pramuda mulai merecokinya, membuat dia lebih terbiasa dengan keberadaan Pramuda. Ailish bertanya-tanya pada dirinya mengapa dia merasakan perasaan lama, apakah perasaan itu masih tersimpan walau hanya sedikit dihatinya, sehingga ketika dirangsang dengan keberadaan Pramuda, perasaan lamanya kembali muncul.
"Sayaang, kamu dengerin aku nggak sih, aku lagi cerita lho." Protes Kirani saat Pramuda terus melihat arloji dipergelangan tangannya, tidak fokus.
"Aku udah bilang kalau hari ini aku sibuk."
"Tsk, emangnya kamu sibuk apaan sih? Di kantor cabang, kamu selalu punya waktu untuk aku tuh gak pernah sesibuk ini."
"Ya kan beda, tingkatan ku sekarang udah diatas. Jadi semakin banyak beban kerjanya."
Kirani memutar bola matanya malas dan melipat kedua tangannya didepan dada dengan sebal.
"Udah malam, kamu langsung pulang."
"Nggak mau, aku takut pulang sendirian. Aku mau nginap aja di apartemen kamu."
"Nggak bisa, Kiran."
"Nggak bisa kenapa sih? Dulu kita sering nginap dalam satu kamar lho. Sekarang aku mau nginap di unit kamu aja, nggak pernah kamu izinkan. Kamu udah berubah, tahu nggak?"
Pramuda menghela napas kasar. Dia sudah sangat lelah menemani perempuan ini seharian bahkan tidak kembali untuk bekerja hanya supaya Kirani tidak membuat ulah padanya di tempat baru. Sekarang bukannya menurut, Kirani mengeluhkan banyak hal padanya semakin membuat kepalanya pening.
"Aku mau kerumah sakit."
"Ngapain?"
"Jenguk seseorang." Pramuda tidak peduli lagi. Dia mengambil jaket dan ponselnya diatas meja, melengos pergi tanpa menghiraukan panggilan Kirani.
Setibanya dirumah sakit, brankar yang ditempat Ailish siang ini kosong. Bahkan tidak ada tanda-tanda keberadaan Ailish sama sekali sehingga Pramuda menanyakannya pada Ibu-ibu yang siang tadi dia titipkan untuk menjaga Ailish.
"Oh, neng cantik yang mas titipkan ke Ibu barusan udah di jemput, mas."
Dahi Pramuda berkerut. Seingatnya dia tidak menghubungi keluarga Ailish, atau apakah Ailish meneleponnya saat Pramuda tidak ada? Tapi Pramuda tidak ingin banyak bertanya, setelah itu dia berterimakasih dan keluar dari ruangan.
"Sayang, kamu sebenarnya disini mau cari siapa sih?" keluh Kirani, ngos-ngosan karena mengejar Pramuda yang berjalan lebih cepat darinya.
Pramuda tidak mengatakan apa-apa lalu meminta Kirani pulang.
•••
Ailish izin sakit selama dua hari. Dia dipaksa cuti dan beristirahat dirumah setelah tahu bahwa putri sulungnya baru saja keluar dari rumah sakit dan tidak memberitahu satupun orang runah. Bunda marah karena khawatir, dan memaksa Ailish mengambil cuti agar dia bisa mengistirahatkan tubuh secara total.
"Bunda," Ailish berjalan mendekat saat Bunda tengah sibuk menyiapkan teh jahe hangat untuknya lagi pagi ini.
Bunda bergumam tanpa menoleh ke belakang. "Bunda, Ailish mau minta izin."
"Mau minta izin apa?" Bunda berbalik berhadapan langsung dengan sang putri.
"Bunda, Ailish mau minta izin masuk kerja ya hari ini."
Bunda berbalik namun Ailish dengan cepat menahan tangannya dan menjelasakan; "Masuk setengah hari kok, Bun. Ailish cuma masuk siang nanti sampai sore, nggak full. Boleh ya bun?"
"Kamu yakin udah sembuh?"
Ailish mengangguk dengan mantab.
Bunda menatap Ailish sebelum menghela napas dan berbalik lagi untuk membuka tutup panci yang telah mendidih. "Bunda sebenarnya nggak suka Ailish kerja nggak tahu waktu. Bunda tahu Ailish sibuk, tapi kesehatan itu dijaga. Apalagi waktu itu Bunda dan Papa kamu nggak tahu kamu masuk kerumah sakit." Omel Bunda yang tak henti-hentinya mengungkit kesalahan Ailish yang diam-diam menyembunyikan masalah itu sendirian.
Ailish bungkam. Dia tahu dia salah dan Bunda telah mengomelinya sepanjang waktu selama beberapa hari terakhir. "Maaf, Bunda."
"Bunda izinkan Ailish masuk kerja."
Senyum Ailish mengembang, matanya berbinar cerah. Dia memeluk Bunda dari belakang dengan bahagia. "Terimakasih Bunda."
"Tapi dengan satu syarat. Kamu harus pulang tepat waktu, nggak ada lembur atau pulang terlambat. Atau Bunda sendiri yang akan seret kamu pulang dari kantor."
Ailish terkikik dan mengangguk penuh semangat. "Siap Bunda!"
Ailish benar-benar datang ke kantor saat sedang jam makan siang. Hanya ada beberapa karyawan yang kala itu masih ada didalam ruangan, Ailish menyapa dengan ramah dan berlalu menuju ke ruangannya.
Karena dia sudah cukup sehat dan energinya mencukupi, Ailish langsung membuka komputer dan bekerja. Dia tampak fokus menggunakan mouse dan keyboard, mendengar keriuhan yang datang dari luar dan sepertinya sudah banyak karyawan yang kembali. Setelah hampir dua jam duduk didepan komputer, Ailish selesai dengan pekerjaannya. Dia bersandar dan bernapas dengan teratur. Merasa sedikit bosan dan lapar, Ailish keluar dari ruangan. Seketika orang-orang yang ada di kubikal melihat ke arahnya dan kaget.
"Lho, Mbak Ailish kapan sampainya?"
"Mbak sudah sembuh?"
Ailish tersenyum lembut dan menjawab pertanyaan itu dengan tenang sebelum dia pamit untuk membeli sesuatu di bawah. Dia menuju ke sebuah kafe yang berada tidak jauh dari kantor, hanya berjalan kaki sekitar tiga menit, dia tiba dan langsung memesan kue cokelat dan segelas milkshake. Dia ingin yang manis-manis.
Saat tengah bersantai, matanya melihat ke pintu dan sosok perempuan cantik masuk sendirian dan langsung menuju counter untuk memesan. Ailish memang tidak akrab dengannya meskipun mereka didepartemen yang sama, dia melambai ke arah perempuan itu dan memintanya dengan ramah untuk bergabung.
Perempuan itu tersenyum kecil ke arahnya sebelum menggelengkan kepala, "Saya harus balik ke kantor." Katanya dengan datar.
"Makanannya untuk....?"
"Saya sendiri."
Karena Eilana adalah Asisten Pramuda, ia pikir Pramuda yang memesan makanan itu. Ailish yakin Pramuda tidak suka makanan yang manis, oleh karena itu dia bertanya. Tapi setelah tahu jawabannya, Ailish hanya menggangguk-anggukkan kepalanya kecil.
Eilana dengan cepat menerima pesanannya, lalu dia pamit dan pulang lebih dulu. Ailish hanya memandangi punggung gadis itu dengan linglung.
***
BERSAMBUNG...
KAMU SEDANG MEMBACA
Nahasnya Cinta [Tamat]
RomansaDalam hidup yang penuh kesibukan, Ailish tidak menyangka bertemu mantan kekasih yang kini menjadi direktur kreatif baru ditempatnya bekerja. Namun kehadiran sang mantan membuat kekacauan dihidupnya. Di saat yang sama, perhatian yang terus-menerus da...