Bagian 17

16 3 0
                                    

17| Calon Adik Ipar?

🍁🍁🍁

"Maaf gue nggak bisa nyetir." Kata Arliz merasa bersalah setelah melihat Grace sepanjang hari menyetirinya.

Grace tersenyum kecil, tampak malu-malu menjawab, "Nggak apa-apa, 'kan gue sendiri yang ajak lo jalan. Lagian gue nggak merasa cape kok, malahan gue merasa seneng bisa jalan sepuasnya sama lo. Makasih ya udah mau temenin gue, dan gue juga merasa punya kenangan yang menarik nih buat dikenang."

Arliz tidak mengatakan apa-apa, memandang ke depan dengan jalanan yang sedikit macet. Waktu sudah menunjukkan pukul lima dua belas sore, mereka sudah memutari hampir semua tempat yang ingin Grace kunjungi bersama Arliz. Dia merasa sangat puas walaupun tidak ingin berpisah. Tapi Arliz sudah memintanya untuk pulang saja.

Setelah hampir lima menit hening, Grace yang tidak ingin memutuskan obrolan kembali mencari topik. Kali ini ekspresinya sedikit serius saat dia mengajukan sebuah pertanyaan yang tak terduga. "Kenapa lo nggak mau pacaran sama gue?"

Arliz menoleh dengan cepat. Menatap Grace yang melihat kedepan tanpa berani menatap mata Arliz.

"Apa karena gue terlalu berisik? Keliatan kayak cewek nggak baik-baik, atau karena ada hal lain?" Grace melirik Arliz yang kini menyandarkan punggungnya dan menghela napas panjang. "Kasih tahu gue alasannya, gue bakalan ngerti kok."

Arliz bungkam sangat lama sampai Grace merasa menyerah untuk bertanya dan suasana didalam mobil kembali hening.

"Lo cantik."

Dua kata itu membuat Grace tanpa sengaja mengerem hingga keduanya nyaris terdorong kedepan jika tidak ada sabuk pengaman.

"Lo barusan bilang apa?"

Tiiinn! Tiiinn

Mobil dibelakang berteriak marah saat Grace tiba-tiba mengerem. Grace merasa gugup dan kembali melajukan mobilnya sambil menunggu jawaban Arliz yang tertahan.

"Gue nggak salah dengar, 'kan?" tanya Grace memastikan.

"Lo cantik, lo keliatan supel dan modis." Lanjut Arliz membuat jantung Grace berdebar cepat setiap kali Arliz memujinya. "Semua orang akan suka sama lo."

"Trus, kenapa lo enggak?"

"Karena gue beda dari mereka. Gue kuliah karena gue bener-benar pengen cari ilmu, pengen belajar, nggak mikir cinta-cintaan."

"Tapi, 'kan kalau pun misalnya lo fokus belajar, gue nggak akan ganggu."

Arliz membuang muka menatap keluar jendela. "Bunda nggak setuju gue pacaran."

"Kenapa?" Grace heran. Apa orang tua Arliz terlalu menuntut putranya untuk terus belajar dan menjadi yang teratas tanpa memikirkan kebahagian putranya. Apa benar orang tua Arliz sekejam itu?

"Agama gue melarang."

"Tapi lo tetap mau tuh jalan sama gue. Kalau gue sentuh, lo juga gak pernah marah." Jawab Grace memberi pembelaan.

Arliz menoleh, menatap Grace dengan wajah datar. Mungkin dia tidak menyangka Grace akan memberi jawaban yang menohok. Arliz akui dia memang salah. Tapi Arliz juga tidak menyadari hal itu, dia terlalu terbuai oleh penjelasannya tentang dunia purbakala yang membuat dia begitu excited dan hilang kesadaran.

"Grace, lo tahu hal apa yang bikin gue nggak mau ada hubungan sama lo?"

"Apa?" tanya Grace penasaran.

Arliz menghela napas sejenak dan menjawab, "Agama kita berbeda, Grace."

"Apa salahnya dengan khatolik dan islam, saudara gue banyak kok yang nikah agama, mereka bahkan lebih keliatan awet sampai saat ini walaupun berbeda keyakinan."

Nahasnya Cinta [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang