Bagian 15

21 4 0
                                    

15 | Rasanya Beda Kalau Bareng Kamu

☘☘☘

"Arliz, kamu mau kemana, nak?" Bunda memergoki Arliz yang sedang berjongkok di depan pintu sambil memakai sepatu. Dia mengenakan pakaian yang cukup rapi dengan kemeja biru tua dan celana jeans hitam.

"Arliz mau keluar sebentar, Bun, sama temen."

"Tumben, biasanya kamu sibuk baca-baca buku dikamar atau cari-cari referensi di perpustakaan." Goda Bunda sambil tersenyum jahil.

Arliz menggaruk kepalanya yang tidak gatal dengan ekspresi malu. Bunda berhenti menggodanya dan mengusap pundaknya lembut. "Ya sudah, kamu hati-hati ya, pulangnya jangan kemaleman, jangan lupa shalat juga di jalan. Oh iya, kamu masih ada uang saku?"

"Iya Bun, masih kok. Ya udah, Arliz pergi dulu ya, bun. Assalamu'alaikum." Mencium punggung tangan bunda.

"Wa'alaikumussalam, hati-hati."

Supir gojek sudah menunggu didepan gerbang, bunda baru akan masuk ke dalam rumah setelah melihat kepergian putranya.

Hanya lima menit jauhnya dari rumah, Arliz menghentikan sang supir. Setelah memberikan uang, dia berdiri di trotoar. Tidak lama setelah itu mobil audi merah datang dari kejauhan dan berhenti didepannya. Jendela disamping kursi penumpang diturunkan, sosok perempuan berambut pirang melambai ke arahnya.

"Ayo masuk."

Arliz masuk tanpa pikir panjang. Mobil kembali melaju dan membelah padatnya jalanan dengan cuaca yang cerah.

Grace tak henti-hentinya tersenyum sambil matanya melirik Arliz dengan berbinar. Dia tidak menyangka bahwa Arliz akan setuju dengan permohonannya saat itu. Grace pikir Arliz akan terus menolak, tapi siapa yang tahu akhirnya Arliz menganggukkan kepalanya meskipun terlihat enggan.

"Hari ini kita mau kemana?" tanya Grace antusias.

"Terserah lo aja." Kata dia dengan acuh, melihat keluar jendela tanpa melirik Grace sama sekali.

"Bener nih terserah gue aja?"

Arliz menoleh, menatap Grace dengan ekspresi datar. "Perjalanan ini bukan keinginan dan rencana gue, lo mau bawa gue kemana aja terserah. Asalkan lo tahu batasan."

Mendengar itu, mata Grace langsung berbinar. Dia mengangguk dan setuju. Selagi  Arliz mengizinkannya untuk melakukan apapun yang dia inginkan, maka Grace tidak akan menyia-nyiakan kesempatan itu. Dia pasti akan menggunakannya dengan sebaik mungkin agar dia memiliki kenangan yang indah untuk dikenang bersama Arliz.

"Gue tahu tempatnya, tapi ini agak jauh. Mungkin sekitar satu setengah jam, nggak apa-apa, 'kan?"

"Terserah lo."

Grace tersenyum lebar. "Lo udah sarapan? Atau kita bisa sarapan dulu di-"

"Gue udah sarapan. Ayo buruan kesana, gue disuruh pulang sebelum maghrib." Katanya dengan tambahan bumbu-bumbu kebohongan.

Mendapatkan lampu hijau, Grace menancapkan gas lebih cepat. Sepanjang perjalanan hanya Grace yang tampak antusias dan bercerita banyak hal. Ketika sudah lelah, dia akan diam selama lima menit sebelum kembali ribut dengan ocehan yang tanpa henti. Namun pemuda disampingnya hanya sesekali merespon dan tidak berminat dengan topik tersebut.

Tanpa terasa mereka memasuki sebuah perkarangan luas dengan tanaman yang indah yang ditanam sepanjang jalan menuju ke gedung bernuansa italia. Arliz tercengang, dia memandangi tulisan 'Museum Arkeolog' yang ditampilkan didepan gedung dengan huruf besar dan bergaya Italic.

"Lo nggak salah tempat?" tanya Arliz heran.

Grace mengajak Arliz untuk turun. Mereka berdiri didepan gedung dengan dua ekspresi berbeda. Grace tampan senang dan bangga atas pencapainnya yang telah berkali-kali mencari informasi tentang museum arkeolog terkenal. Meskipun saat itu Grace sempat berpikir bahwa Arliz pernah datang kesini sebelumnya. Tapi dia tidak peduli, selama itu dapat menyenangi hati Arliz, Grace rela berkunjung ke tempat yang tak ia suka.

Nahasnya Cinta [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang