Bagian 22

19 4 0
                                    

22| Putusnya Hubungan

🍂🍂🍂

Beberapa hari berlalu dengan cepat. Pak Tio dan istrinya berkunjung kerumah keluarga Kim. Pak Kimon dan Bu Tara menyambut kedua besannya dengan senang hati. Kemarin Pak Tio sudah memberi kabar akan datang, bahkan Bu Tara telah menyiapkan makan siang untuk kedua besannya dengan menu yang mewah. Dengan pikiran mereka akan membicarakan masalah tanggal pernikahan dari anak-anak mereka.

Sebenarnya Pak Tio dan Bu Ressa tidak enak hati karena harus merepotkan keluarga itu dengan kedatangan mereka yang tidak akan membawa kabar baik apapun. Namun mereka tetap menerima tawaran makan siang sebelum kedua keluarga itu duduk di ruang tengah dan mulai ke pembicaraan serius.

"Saya sangat senang akhirnya kita bisa bertemu lagi, Pak." Ucap Pak Kimon dengan wajah semringah. Istrinya disamping mengangguk setuju.

Sementara Pak Tio dan Istrinya tampak gelisah, tidak tahu harus memulai darimana.

"Jadi bagaimana, pak. Ada kabar baik apa sehingga Pak Tio dan istri dengan repot-repot datang lagi kemari?"

Bu Tara: "Saya sangat bahagia kita bisa bertemu lagi."

"Jadi begini pak," ujar Pak Tio dengan senyum yang setengah dipaksakan. "Sebelumnya saya dan istri ingin minta maaf sebelumnya kalau kami datang kemari dan memberitahukan sesuatu kepada Pak Kimon dan istri."

Melihat keseriusan diwajah Pak Tio dan Bu Ressa, mereka sadar ada berita yang kurang baik yang hendak disampaikan Pak Tio sehingga senyum diwajah mereka perlahan berubah digantikan oleh ekspresi serius.

"Apa itu, pak?"

Bu Ressa menggenggam tangan suaminya, membantu menguatkan. Pak Tio menepuk tangan istrinya pelan.

Dia melanjutkan, "Kita sudah menjalin pertemanan selama bertahun-tahun bahkan menjodohkan kedua anak-anak kita seperti rencana awal. Selama ini mereka  selalu menuruti keinginan kita, termasuk perjodohan yang nggak mereka inginkan sejak awal."

"Jadi, apa maksudnya, Pak?" tanya Pak Kimon mulai khawatir.

Dengan penuh pertimbangan, Pak Tio berkata, "Akan lebih baik kita membiarkan anak-anak kita untuk memilih jalan mereka masing-masing. Ayo kita putuskan pertunangan mereka."

Mereka berdua terdiam dengan ekspresi syok. Kehilangan kata-kata untuk sesaat sebelum Pak Kimon bertanya penasaran. "Kenapa diputuskan, Pak? Kita sudah hampir mendekati tanggal pernikahan mereka, bukannya kita sudah sepakat untuk melanjutkan pembicaraan ini?"

Pak Tio mengangguk paham. "Sekali lagi saya dan keluarga minta maaf, Pak. Kami menyesal, tapi akan lebih baik membiarkan mereka kembali ke jalan masing-masing. Jangan biarkan mereka terperangkap dengan tali yang kita kekang."

Pak Kimon terbungkam, sedang Bu Tara mulai teringat dengan perkataan Kim tempo hari. Apakah anak itu mengatakan sesuatu yang membuat keluarga Eilana memutuskan pertunangan mereka.

"Pak Tio, saya mau bertanya," Bu Tara mengangkat suaranya.

"Tentu, apa yang ingin Bu Tara tanyakan."

"Apa putusnya pertunangan ini atas permintaan putra kami, Kim, apa dia melakukan sesuatu yang membuat Eilana nggak mau melanjutkan pernikahan mereka?"

Pak Kimon tersadar oleh pertanyaan istrinya dan mengangguk setuju, "Benar, Pak. Apa putra kami melakukan sesuatu yang membuat Eilana sakit hati?"

Pak Tio dengan kelabakan menggelengkan kepalanya, tidak ingin mereka salah paham. "Bukan, Pak. Ini nggak ada hubungannya dengan Kim. Kami secara sadar berbicara langsung atas permintaan dari hati dan keputusan Eilana sendiri. Nggak ada sangkut pautnya dengan Kim."

Mereka tahu Pak Tio berbohong. Sudah jelas tempo hari Kim sendiri yang mengatakan tidak ingin melanjutkan pernikahan mereka, bersikeras ingin membatalkan pertunangan diantara mereka. Meski Kim telah melakukan hal yang memalukan, Pak Tio tidak marah sama sekali dan itu membuat Pak Kimon semakin merasa bersalah.

"Pak Kimon dan Bu Tara jangan khawatir, meskipun kita nggak lagi menjadi besan, kita tetap teman. Lagipula Kim itu berbakat, saya juga nggak bisa mengusir dia dari perusahaan begitu saja."

"Saya minta maaf yang sebesar-besarnya kalau Kim melakukan hal yang buruk dibelakang Eilana." Ucap Pak Kimon tulus.

"Nggak ada hal buruk, Kim adalah pemuda yang baik. Saya harap kita akan tetap menjadi teman, Pak."

Pak Kimon mengangguk setuju. "Benar, walaupun nggak ada ikatan apapun, kita tetap akan menjadi teman."

Sementara itu dikantor, Ailish telah mengabaikan Pramuda maupun Kim setelah pengakuan dari kedua laki-laki itu tempo hari. Dia secara terang-terangan memberi jarak dengan mereka. Tidak seperti Kim yang mulai menyadari kesalahan yang ia buat, Pramuda malah semakin gencar menunjukkan ketertarikannya terhadap Ailish seperti membelikan sarapan setiap pagi untuk Ailish, menyapa Ailish setiap kali tidak sengaja berpas-pasan. Dan ketika ada rapat, Pramuda akan secara terang-terangan mengirimnya surat didepan karyawan yang lain.

"Ailish...hello?" Ailish tersentak dari lamunan saat tangan Alsa melambai-lambai didepan wajahnya. "Ada apa, kok melamun?"

Ailish menggelengkan kepalanya dan kembali fokus. Tapi alih-alih fokus dia malah menekan X di sudut komputer hingga membuat file yang sedang mereka lihat langsung kembali ke beranda. Alsa terkejut begitupula Ailish.

"Maaf...maaf." Ucap Ailish penuh penyesalan. Dia kelabakan dan kembali ke file awal.

Alsa menghela napas panjang. Sudah beberapa hari ini sahabatnya tidak fokus bekerja sehingga Alsa penasaran apa yang terjadi. Apalagi dia secara melihat bagaimana gencarnya Pramuda mendekatinya.

"Apa ada yang bikin kamu nggak nyaman akhir-akhir ini?" Alsa melipatkan kedua tangan didepan dada dan bersandar di meja Ailish, mulai mengiterogasinya.

Ailish mengangkat matanya menatap Alsa dengan salah tingkah, lalu menggelengkan kepalanya sambil terus memfokuskan dirinya untuk memeriksa desain.

"Aku nggak buta, Lish. Aku bisa liat dengan jelas permasalahan kamu sekarang."

Ailish mengabaikan Alsa, dia hanya ingin berpura-pura fokus pada komputer walau jiwanya melayang jauh entah kemana.

"Kamu dan Pramuda ada skandal apa?"

"Hah? Skandal?" Kaget Ailish.

"Yah, kayaknya dia gencar banget deketin kamu. Bahkan beberapa karyawan kita yang suka sama dia mulai mundur setelah tahu saingannya itu kamu."

Ailish memasang ekspresi jengah. "Ngaco kamu, aku sama dia mana ada apa-apa sih."

"Kita udah kenal bertahun-tahun, Ailish. Aku nggak akan nyebut kita ini sahabat kalau aku nggak tahu apapun tentang kamu."

Bibir Ailish mengerucut. Dia bersandar dengan kasar, tampak malu karena ketahuan.

"Sekarang kita lupain pekerjaan ini sebentar, percuma juga maksain diri kalau ujung-ujungnya kamu nggak fokus. Sekarang ceritain ke aku, ada apa antara kamu sama Pak Muda?"

"Aku sama Pak Muda nggak ada hubungan apapun, Alsa. Udah deh, kamu jangan nyudutin aku terus."

"Lho, aku nggak nyudutin, aku cuma mau kamu terbuka supaya kamu bisa fokus kerja lagi. Kalau nggak gini, mau sampai kapan kamu mau selesain pekerjaan kita? Ada banyak order diluar sana yang harus kita ambil. Jangan cuma gara-gara kamu, semua kerja kita jadi sia-sia. Sekarang ayo cerita ke aku."

Ailish memutar bola matanya. Sebenarnya dia enggan mengingat masa lalunya bersama Pramuda. Tapi demi dia tetap fokus pada pekerjaan, akan lebih baik menceritakannya pada Alsa. Toh perempuan ini selalu bisa menjaga rahasianya. Dengan begitu, Ailish mulai menceritakan hubungan Ailish dan Pramuda dahulu.

***

BERSAMBUNG....

Nahasnya Cinta [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang