Bagian 10

23 3 0
                                    

10| Kakak Adik Dengan Takdir Yang Sama

🌺🌺🌺

Kim menghembuskan napasnya dengan rasa lelah. Menutup pintu dan berjalan ke lantai dua untuk beristirahat.

"Kim?" seorang perempuan muncul dari dapur dan memanggilnya dengan dahi berkerut.

"Mom? Belum tidur?"

Tissa berjalan mendekat, perempuan berusia enam puluhan itu masih mengenakan piyama, rambutnya sedikit acak-acakan. Seolah dia sudah tidur beberapa saat lalu, dan terjaga oleh sesuatu.

"Mommy lapar, jadi Mommy masak sesuatu untuk dimakan. Apa kamu lapar?"

Kim menggelengkan kepalanya. "Aku cape, Mom. Mau langsung mandi dan istirahat aja."

"Akhir-akhir ini kamu sering kerja lembur dikantor, apa nggak bisa pekerjaannya dibawa kerumah aja?"

"Nggak, Mom, harus dikerjakan saat itu juga. Ya sudah, aku naik ke atas dulu, ya?"

Tissa menganggukkan kepalanya, melihat putra sulungnya berjalan menaiki tangga dengan langkah gontai. Dia sedikitnya merasa kasihan pada Kim, laki-laki itu terlihat lelah dan tidak bisa tidur dengan nyenyak. Besok, Tissa akan meminta pembantunya untuk membuatkan teh jahe agar rasa lelah Kim berkurang.

Begitu sampai dikamar, Kim segera membuka pakaiannya dan mengambil piyama didalam lemari, kemudian berjalan menuju ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Lima belas menit kemudian dia keluar dari kamar mandi dan langsung merebahkan dirinya di atas kasur.

Kata-kata Nafiza siang ini membuat pikiran Kim melayang. Dia sedang mencoba memikirkan cara untuk memberitahu keluarganya, tapi dia tidak dapat membayangkan seperti apa reaksi orang tuanya setelah tahu bahwa dia ingin membatalkan perjodohannya dan Eilana. Daddy nya telah berusia tujuh puluhan, meskipun masih terlihat kuat, tetapi laki-laki itu memiliki riwayat penyakit jantung. Bagaimana jika kumat setelah Kim mengutarakan niatnya.

Tidak ingin memikirkan terlalu jauh, Kim mematikan lampu dan menarik selimut, bersiap untuk tidur. Baru saja dia memejamkan mata, pintunya tiba-tiba diketuk dari luar. Dan suara seorang perempuan membuat Kim mau tak mau turun dari ranjang untuk memeriksanya.

"Grace?" Kaget Kim melihat adik bungsunya berdiri disana dengan bibir cemburut. "Ada apa?"

"Grace mau bicara."

"Bicara apa?"

"Ngobrol, kak. Grace mau minta pendapat kakak."

Kim menghela napas, "Tapi ini sudah larut, Grace. Besok saja, kakak harus tidur karena besok harus bangun pagi."

"Tuhkan, kalau Grace nggak cerita sekarang. Kakak nggak akan punya waktu. Pokoknya Grace mau cerita." Kukuhnya.

Kim menguap, dia sudah mengantuk. Tapi adiknya ini terlalu rewel. Jadi mau tak mau Kim melangkah kesamping dan membiarkan Grace masuk, dia menutup pintu dan menyalakan lampu. Grace duduk diatas tempat tidurnya sambil memeluk bantal. Kim ada disisi tempat tidur, menghadap Grace dan siap mendengarkan.

"Mau bicara apa?"

Grace tidak langsung menjawab, gadis itu menatap Kim lama sebelum menundukkan kepalanya dan memainkan sudut bantal dengan malu-malu. "Kak, aku suka seseorang dari kampus, tapi dia ada di jurusan Arkeolog. Dia kutu buku dan suka mengulik tempat-tempat bersejarah. Sayangnya setiap dia kayak nggak tertarik sama aku padahal aku udah ngejar dia selama setengah tahun. Menurut kakak aku harus apa supaya aku bisa luluhin dia?"

Grace mengangkat matanya, mencoba memperhatikan reaksi Kim. Tidak ada ekspresi yang benar-benar signifikan. Kim terdiam seperti sedang memikirkan sesuatu, lalu menjawab sambil menatap mata Grace dalam.

"Jadi selama ini kamu suka sama seseorang yang kutu buku ya. Hmm sebenarnya nggak ada yang salah sih dengan itu."

Kim menjeda sejenak dan mulai memberi saran. "Grace, kakak cuma punya saran ini untuk kamu. Kamu mau ikutin atau enggak, itu terserah kamu. Jadi, pertama, jangan terlalu mengejar-ngejar dia deh. Kutu buku, 'kan suka sama privasi. Coba kamu tunjukin kalau kamu suka hal-hal yang dia suka, kayak baca buku atau obrolin topik yang dia minati. Jadi dia akan merasa akan ada kesamaan antara kalian."

"Kedua, ajak dia keluar dari zona nyamannya. Misalnya dengan jalan-jalan ke tempat bersejarah. Tapi jangan cuma itu doang. Cari kegiatan lain yang bisa dia nikmati, kayak makan di tempat favoritnya, atau nonton film yang dia suka. Biar dia ngeliat kamu jadi temen yang asik."

Grace terdiam sejenak, sambil mencerna kata-kata yang diucapkan Kim. Setuju, tetapi rasanya terlalu sulit karena Arliz telah mendoktrinkan bahwa Grace adalah gadis pengusik yang centil dan mengganggu.

"Menurut kakak, kemana aku harus membawa dia? Apakah harus ke museum?"

Kim menggelengkan kepalanya. "Nggak harus ke museum. Di daerah ini, 'kan banyak kawasan bersejarah. Atau kalau kamu ada tempat favorit yang ngasih feel sejarah, bisa juga diajak kesana. Yang penting kamu bisa ajak dia explore dan ngasih pengalaman baru ke dia."

"Tapi kalau dia menolak?"

Kim menguap, dia mengusap air disudut matanya dan menjawab dengan bijak. "Nggak apa-apa kalau dia menolak, coba jangan terlalu sedih atau kecewa. Yang penting, kamu tetap jadi diri kamu sendiri, nggak perlu memaksakan diri merubah diri hanya buat disukai. Kalau dia nggak tertarik sama kamu, ya udah, move on."

Bibir Grace mengerucut, kesal. "Tapi aku suka banget sama dia."

"Jangan terlalu fokus sama satu orang, karena kamu juga berhak mendapat seseorang yang bisa nyaman bareng kamu." Setelah mengucapkan kata-kata ini, Kim seperti tertampar oleh tangannya sendiri.

Bagaimana tidak, selama ini dia, 'kan juga berprilaku sama seperti Grace. Tapi sekarang dia malah dengan bijak menasehati adiknya.

"Tapi..."

"Sudah, Grace. Kakak mengantuk, kakak harus tidur sekarang. Ayo keluar, kamu juga jangan begadang terus, nggak baik untuk kesehatan."

Grace berdecak. Dia turun dari kasur dan bergegas keluar sambil menghentak-hentakkan kakinya kesal. Kim menggeleng-gelengkan kepala dan menarik napas dalam-dalam.

***

BERSAMBUNG...

Nahasnya Cinta [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang