"Bang--Jangan bang!, Bang jangan
bang." Dipta berusaha melepaskan tangan seseorang yang mencengkraman kerah seragam sekolah nya."Gue bakal lepasin lo, kalau lo tanding balap sama kita." Dipta mengacungkan jari jempol nya tanda setuju dengan permintaan mereka. Tadi pulang sekolah dirinya di cegat oleh anak anak sekolah sebelah.
"Pakek motor gue, cepet lo siap siap," Dean menyerahkan motor ninjanya pada Dipta untuk pemuda itu pakai balapan bersama rombongan mereka.
"Kalau temen gue menang dapet apa bang?" Januar membuka suaranya melihat Dipta yang sudah siap nangkring di atas motor musuh bebuyutan mereka.
"Kalau dia menang, kalian masuk sirkel gue. Entar bisa lah kalian dapet perlindungan dari geng motor ninja kita," Dirga Pradana. Cowok yang mengajak balapan itu angkat suaranya, netra nya melirik ke arah Raksa yang berdiri di depan Dipta sembari memakai kan helm ke kepala Dipta.
"Tambahin duit, temen gue gak semurah itu cuma mau ikut balapan dan kalau menang cuma dapet kawalan sampah,"
Dirga mengacungkan jari jempolnya, pemuda itu mengangguk mantap dengan usulan Raksa. "Tenang aja, ortu gue kaya jadi temen lo bakalan gue kasih duit." Tangan nya merogoh saku celana abu-abu nya lalu mengeluarkan dua lembar uang merah lalu menyodorkan nya ke arah Januar yang masih dengan tampang cengonya namun pemuda itu tetap sadar jika yang di sodorkan adalah uang dan mengambil nya.
"Buat apaan?"
"Buat kalian dua beli es sambil nunggu si Dipta balapan. Dah lah gue mau nuntasin tugas gue," Dengan tampang songongnya, murid dari STM itu berjalan menuju motornya yang terparkir rapi di garis finish.
Tepat saat aba aba diberikan saat itulah dua motor ninja itu melaju kencang. Dipta menggas motornya dengan kencang hingga pemuda itu memenangkan balapan.
"Kalah terus lo dari gue, duit lo entar tranfer ke gue pakek dana aja. Bay gue mau balik,"
"Besok ketemu lagi cil! Ayo cabut," Dirga menatap sejenak punggung Dipta yang kian menjauh hingga akhirnya memilih pergi dengan motornya.
Dipta memasuki kamar panti dan langsung merebahkan dirinya di kasur milik Reza di mana sang pemilik kamar juga berada di sana sibuk mengemasi pakaian. Netra yang terbalut soflen coklat itu menelisik apa saja yang Reza masukkan ke dalam ransel yang terlihat berukuran sedang itu.
"Eza," Panggilnya yang hanya di balas deheman singkat dari sang empunya. Sebelum melanjutkan kalimatnya, tubuh pemuda tujuh belas tahun itu bergelung di dalam selimut yang baru saja tadi terlipat rapi si atas kasur Reza. Namun kini kasur itu sudah kembali terlihat berantakan karena ulah bocah itu.
"Kemasi barang barang penting mu baru setelah itu kau bisa bersantai," Reza membuka suaranya sembari memukul pelan pantat Dipta. Namun sang empunya malah meringkuk memeluk guling di atas kasur.
"Misi kali ini, berapa hari kita di Amerika?" Dipta membenarkan posisinya menjadi duduk di atas kasur, sorot mata itu menatap Reza dari atas sampai bawah. Penampilan pemuda itu cukup simpel dan menarik.
"Satu minggu, kalau mau nambah boleh. Biar lo gak sumpek harus tetap di panti." Reza melemparkan tas ransel di dalam lemarinya ke arah Dipta. "Kali ini gue pinjemin tas gue, lain kali kagak bakal gue pinjemin lagi." Usai mengatakan itu, Reza memasuki kamar mandi untuk membersihkan diri karena memang pemuda itu baru saja pulang dari kampus dan langsung berkemas.
"Ta, pinjem powerbank lo." Sehan yang tiba-tiba muncul di depan kamar Reza bersuara membuat Dipta yang masih berbaring di kasur berdecak sebal. Dilirik nya sekilas ke arah Sehan yang saat ini memijat kaki nya perlahan dengan menampilkan senyum tengil nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
PRADIPTA
FanfictionMenjalani hidup penuh keterpaksaan tanpa satu orang pun keluarga kandung yang berada di dekat nya, hingga pada detik kematian nya seorang musuh datang dengan sebuah fakta mengejutkan tentang siapa dia sebenarnya terkuak. Pradipta, hanya seorang pem...