CHAPTER 17

411 21 0
                                    

WARNING⚠️🔥
Harap bijak dalam membaca
Sebuah ilusi.

****

Keberuntungan sungguh sedang berlangsung dan berpihak penuh pada Dipta. Tepat setelah peluru nyasar mengarah padanya, justru pemuda itu terjatuh kedepan karena kakinya yang tersandung pinggiran kolam.

Entah ia ingin menangis karena hampir tewas karena terkena peluruh nyasar atau menangis karena menahan malu dengan posisinya yang sungguh tidak elit saat nyunsruk ke depan, wajah tampan nya menghantam rerumputan. Walau tak sakit namun tetap saja rasanya sungguh malu.

Hancur dan lebur patung yang berada tepat ditengah tengah kolam. Terhantam kuat dengan sebuah peluru nyasar yang entah dari mana.

Syok ditempatnya, Dipta masih terpaku dalam keadaan yang begitu memalukan, dan mengenaskan. Di dalam Mansion Mathias berlarian gagah keluar dari Mansion. Rahangnya mengeras melihat keadaan halaman Mansion nya.

Seluruh anggota Tatsuo lantaslah mereka berlarian dengan mengacungkan semua senjata mereka ke arah selatan, dimana arah sebuah tembakan baru saja hampir mengenai sang tuan muda.

DORR!!

Mathias melepaskan timah panasnya kearah suatu titik yang membuat nya sedaritadi selalu memantau.

Dari arah sana juga kembali sebuah tembakan mengudara. Suara tembak saling beradu saat anggota Tatsuo juga ikut melepaskan timah panas mereka. Seolah tidak ada yang mau mengalah, hujaman peluru terus berlanjut begitu sengit, namun masih dalam keadaan tenangnya mereka.

Mathias meraih dengan mudah tubuh sang anak yang masih bertelungkup di rerumputan dengan menutup kedua telinganya. Ia peluk erat pinggang sang anak.

Memutari tubuhnya hingga tubuh sang anak yang berada di gendongannya juga ikut berputar. Lengan tangan kanan yang memegang Glock itu ia luruskan kembali ia arahkan pada satu titik.

Kembali ia lepaskan timah panasnya. "Peluk Daddy Dipta, tenanglah. Dad ada disini untukmu." Masih dalam keadaan siaga. Mathias melontarkan kalimatnya. Tangan kiri nya yang menyanggah tubuh sang anak itu, mengelus pelan pinggang sang anak.

Dipta menangis tersedu-sedu didekapan Mathias, perlahan ia lingkarkan kedua lengannya di leher Mathias. Menyembunyikan wajahnya didada bidang sang Ayah. Berusaha menghalau agar tidak mendengar suara tembakan lantang yang begitu mengerikan.

Bisa ia rasakan jika bahu kanan Mathias terus mengetat seiring pria itu menarik pelatuknya. Tak dapat ia lihat jika dari depan Mathias terlihat menggila menembakki para pengintai yang berusaha menerobos masuk kehalaman Mansion.

Lirikan mata elang Mathias melirik sekilas kearah semua anak buahnya yang juga saling melirik satu sama lain. Mereka menghentikan tembakan mereka dan mulai melemparkan sebuah benda yang kini menimbulkan asap lalu melemparkan benda itu ke tempat persembunyian para pengintai.

Keadaan cukup terkendali saat ini. Mathias menggerakkan tangan kanannya ke arah berlawanan hingga memunculkan kembali beberapa serangan dari arah berlawanan tempat Mathias dan para anggota Tatsuo berada.

"Biarkan mereka masuk!" Mathias bersuara lantang. Raut wajah datar itu kian mendatar melihat gerbang yang perlahan dibuka oleh anak buahnya. Dobrakan kasar terdengar jelas, namun gerbang mewah raksasa itu tidak roboh sedikitpun.

Pun, terbukalah lebar gerbang itu. Menampilkan rombongan pria yang mengenakan topeng tengkorak. Sembari memenangi senapan panjang ditangan dan punggung mereka masing-masing.

Berjalan gontai, lalu dengan mata menatap mereka semua sengit. Arah pandangnya menatap pada Mathias, namun justru lebih mengarah pada pemuda yang berada digendongan pria itu.

PRADIPTA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang