CHAPTER 10

363 23 0
                                    

"Ha--hanya bukti ini saja. Bahkan orang bodoh sekalipun, akan berpikir d-dua kali. Untuk,,, mempercayai nya."

Suara yang tercekat serta rasa ketidakpercayaan menyertai pemuda itu. Dipta berdiri dengan kepala tertunduk dalam, tubuh nya terasa lunglai untuk digerakkan. Lidah nya terasa keluh, namun ketidakpercayaan memaksanya untuk mengatakan hal yang bagi hati kecilnya saja percaya. Namun otak nya berpikir kebalikan dari hatinya.

Mathias menghempaskan nikotin nya lalu meraih kasar Deseert Eagle milik nya yang tergeletak di atas meja. Pria itu mengarahkan moncong senjatanya ke arah Dipta yang masih tertunduk diam.

Dorr!!

Bunyi tembakan menggema di sana, usai Mathias melepaskan timah panasnya ke arah samping kepala Dipta. Menyebabkan sebuah gorden yang menurupi kaca terkena timah panas itu.

Mathias melangkah lebar mendekati Dipta yang tampak nya terkesiap dengan ulahnya tadi. Tangannya menarik kasar lengan Dipta, menyeret tubuh pemuda itu ke arah dua kaca besar di sana yang saling berhadapan. Tak meminta persetujuan dari anak itu, Mathias langsung merobek kasar baju Dipta hingga memperlihatkan punggung belakang pemuda itu.

"Lihat ini baik baik, dan samakan." ujar Mathias dingin, sembari menekan punggung sebelah kanan Dipta. "Tanda lahir bayi ini dan kau. Lihat baik baik!" Mathias dengan nada membentak menunjuk foto tanda lahir pada bayi A.S tepat di wajah Dipta.

Menetralkan emosi nya, Mathias membiarkan dulu pemuda itu melihat semuanya dengan jelas.

Alisnya terangkat tinggi, matanya membulat sempurna, dan dia mengulang-ulang kata 'tidak mungkin' dengan nada yang meninggi setiap kali.
Lantaran masih tak bisa menerima jika ia benar-benar bayi A.S. putra dari Mathias.

Oh ayolah, Dipta memandang kosong dengan bibir gemetar. Apakah dunia ini tengah membercandai dirinya, apakah tak ada orang lain yang menjadi ayah kandungnya yang sebenarnya. Dan mengapa harus musuh yang ingin ia hancurkan sendiri, ternyata adalah Ayah kandungnya sendiri.

"ilham, pria yang menemukan mu saat sebelum ledakan besar di sebuah pulau terjadi. Dia yang membawa mu ke panti cahaya dan mengurusmu,--"

"DAN KAU YANG MENYURUH ANAK BUAH MU, UNTUK MENGHANCURKAN PANTI ITU DAN MEMBUNUH AYAH KU!," Dipta berteriak lantang. Memotong ucapan Mathias.

Dipta terkekeh pelan melihat reaksi Mathias yang hanya diam, masih menatap dirinya datar. Pemuda itu mengusap kasar Liquid bening di ujung matanya.

"Karma yang memang pantas kau terima, memang seharusnya kau kehilangan anakmu untuk selamanya!" tekan Dipta.

Urat leher Mathias mengencang mendengar itu, pria itu paling tak menyukai hal yang berkaitan dengan kematian. Apalagi menyangkut putra nya, pria itu meraih jas hitam milik nya lalu melangkah mendekati Dipta yang kini terlihat memundurkan langkah nya.

"Saya tau kamu masih syok melihat dan mendengar semua fakta ini." ujar Mathias yang kini memasangkan jas miliknya di tubuh Dipta. Hingga tubuh ringkih pemuda itu tampak tenggelam di jas milik nya.

"Dad akan beri waktu untukmu. Untuk menerima semuanya," Mathias langsung memeluk Dipta saat merasakan sang anak akan menjauh darinya. Tubuh besar Mathias seakan menenggelamkan tubuh Dipta yang tinggi nya hanya sebatas dada nya. Tangan besarnya mengusap kepala Dipta, rasa rindu teramat meredup saat sosok yang ia tunggu tunggu, kini berada di pelukan nya.

"L-lepas," suara teredam dari Dipta terdengar, meminta di lepaskan dari dekapan Mathias. Namun Mathias tentu saja tak ingin melepaskan berlian nya, membiarkan anak itu berontak di pelukan nya.

Dipta menggigit bibir bawahnya, menahan isakan yang akan keluar. Dekapan ini, membuat nya nyaman dan hangat. Namun tentu saja kecanggungan terus tercipta di dalam dirinya. Berbeda dengan Mathias yang kini justru terhanyut dalam perilakunya. Mengecupi pucuk kepala anak itu.

PRADIPTA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang