CHAPTER 22

792 50 1
                                    

Rue yang biasanya selalu sibuk di pagi hari. Setiap hari bangun sebelum matahari menampakkan wujudkan, selalu bersiap dan tampil rapi dengan balutan setelah jas suit. Make up yang tampil natural di wajah cantik wanita itu, lalu bibir yang terpoles lipstik merah jantung dengan tambahan pelembab.

Usai menyiapkan diri, wanita itu pun akan mengemudi kendaraaan monster beroda empatnya. Selalu berangkat pagi menuju kantor, dan selalu sibuk dengan urusan kantor dan pekerjaan membuat Rue merasa begitu sibuk fisik namun tidak dengan hatinya yang terasa kosong dan kesepian.

Wanita karier itu selalu menyibukkan dirinya sendiri, merawat diri namun tetap, ada hati yang selalu terasa kesepian dan berdenyut sakit saat kembali terbayang bayang masa lalunya.

Dan itu benar-benar begitu menganggu pikirannya, publik hanya mengetahui dan melihat jika Rue wanita karier yang terlalu cuek dan bodoamat pada sekitar. Namun kenyataannya justru berbanding terbalik. Didalamnya ada secumpuk hati yang terus berdenyut nyeri dan merasa kekosongan didalamnya.

Hati yang selalu menginginkan kembalinya sang putra kedekapannya namun pikiran yang terus mendorong paksa dirinya untuk terus menyibukkan diri dan melupakan masa lalu yang menyakitkan, hampir merenggut kewarasannya.

Minggu pagi selalu ia habiskan dikamar sang anak merenung dan melamun sembari mengenggam kuat selimut yang pernah menjadi bungkusan untuk tubuh kecil putranya yang baru saja lahir dari rahimnya. Rue wanita itu kini tengah duduk di lantai menghadap langsung pada kaca besar yang menampilkan pemandangan kota Roma yang terlihat begitu indah dengan matahari yang terik diatas nya.

Membentang luas kota Roma dari kaca kamarnya, membawa serta merta kehangatan dan keindahannya. Almond eyes itu memandang lurus tanpa berkedip. Lalu kedua tangannya lentiknya semakin meremat kuat kemul milik sang anak.

Termenung wanita itu disana, terus menerus membayangkan tawa putranya yang baru baru ini menjadi semangat dan warna terbaru didalam hidup nya.

Sampai wanita itu melupakan jika seseorang yang ia bayangkan kini tengah bergerak perlahan diatas kasur kamar Rue. Pemuda itu mengerjap pelan, lalu menguap besar. Ia duduk dengan mata yang masih menutup.

Perlahan netra obsidian itu mencari kesegala arah, mencari sosok sang ibu yang baru saja ia ingat jika Rue tidur disebelah nya semalam namun kini sudah tidak ada lagi.

Dipta, pemuda yang mengenakan piyama pororo itu lantas beranjak turun, celingak celinguk mencari dimana sang ibu. Persis seperti anak ayam yang ditinggalkan ibunya.

"Mo-mommy.." Gumamnya pelan. Hampir seperti merengek karena masih belum menemukan titik temu sang ibu.

Bibirnya melengkung kebawah. Lalu segera berlari kearah pintu guna menemukan sang ibu. Sebelum sempat sampai dipintu justru kakinya tersandung sesuatu hingga ia terjerembab kedepan menghantam langsung pada lantai marmer.

Kegaduhan yang tercipta membuat Rue tersentak kaget, segera netra coklat wanita itu menelisik masuk kedalam kamarnya dan langsung berlarian kecil kearah sang anak yang kini berusaha bangkit dengan lengkungan bibir bertambah kebawah. Frustasi jika ia tidak bisa menemukan sang ibu.

"Sayang ada apa? Mengapa tidak hati-hati," Rue panik segera ia dudukan tubuh sang anak diatas kasur. Menangkup wajah sang putra.

"Gakpapa, Mommy tadi kemana. Aku cari cari gak ada," Celetuk Dipta menatap netra coklat sang ibu.

Rue disana berdiri didepan sang anak. Menyisir surai coklat tua sang anak kebelakang hingga kembali ke depan dan terbelah dua. "Mommy disini, nungguin anak Mom ini bangun." kata Rue memberikan afeksi kecupan singkat di dahi sang anak.

Memberikan kemul kecil bertekstur lembut itu pada sang anak membuat Dipta segera memeluk nya lantaran sangat lembut. "Ini punya siapa?" Dipta bertanya.

PRADIPTA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang