CHAPTER 28

130 14 1
                                    

Bumantara malam ini berembus kuat dari arah balkon, melempar kuat gorden berwarna gold dengan ukiran batik itu kedalam kamar mewah yang ditunggu oleh ketiga manusia di dalamnya. Langit malam yang terasa mendung dengan kegelapan yang menyertai membawa langkah tegas Mathias mendekati ranjang dengan selimut tebal ditangannya.

Pria tampan itu dengan cekatan menyelimuti tubuh mengigil putranya. Dipta tampak memeluk erat tubuh sang ibu lantaran merasa begitu dingin pada suasana malam kali ini.

Rue yang setia mengelus pelipis putranya tak berhenti untuk melakukannya, anaknya terserang demam untuk kesekian kalinya setelah mereka tinggal bersama.

Rue cemas, pun dengan nafas sang anak yang begitu rendah. Hampir tak mengeluarkan nafasnya. Membuat Rue dan Mathias benar-benar khawatir dengan keadaan putra mereka saat ini.

"Mommy... Dingin, peluk." Pintanya lirih, Mathias menghela nafas untuk kesekian kalinya, pria itu sudah menghidupkan penghangat udara. Lalu sang istrinya sudah membaluri seluruh badan Dipta dengan minyak telon, namun anaknya tetap merasa kedinginan.

"Iya, ini mommy peluk sayang." Rue dekap lebih erat tubuh kurus itu. Mengecup berkali-kali kening Dipta. Berusaha memberikan kehangatan semaksimal mungkin, ia akan lakukan apapun demi putranya.

"Masih dingin hiks.. D-dingin,"

Wajah manis namun pucat itu tampak mengkerut dalam, hatinya gelisah, pikirannya berkecamuk. Pun dadanya terasa sesak seperti ditekan. Saat saat ini adalah yang Dipta paling benci.

Saat ia mendapatkan masalah, maka tubuhnya lah yang akan drop tak beraturan. Pikirannya terus berisik mengatakan kemungkinan buruk yang akan terjadi padanya nanti. Kecemaasan ini akan terus berlanjut sampai esok pagi, namun ia selalu meminta ingin didengarkan jika seperti ini.

Pemuda itu ingin pikirannya berkurang. Namun kendati tubuhnya justru ikut drop membuatnya hanya bisa meminta dipeluk dan diberi kehangatan.

"M-mommy harus gimana sayang.. Bilang sama Mommy, Dipta butuh apalagi. Hem?" Bergetar suara Rue, ibu mana yang tidak cemas melihat keadaan putranya seperti ini.

"Berisik hiks.. Suruh Daddy diem, kepala aku berisik mommy.." Terisak pelan ia dekapan sang ibu.

Kepalanya menggeleng pelan. Mathias disana pun ikut merasa sedih melihat keadaan putranya. Lantas pria itu melepaskan piyamanya hingga bertelanjang dada.

Rue yang mengerti segera membuka baju putranya, lalu membaringkan anak itu kedada sang suami. Keduanya bertelanjang dada, Rue lilitkan selimut ketubuh keduanya.

"Kosongkan pikiranmu dan pejamkan matamu. Lepaskan pikiran buruk itu nak." Pinta Mathias lembut, mengusap surai putranya.

"Gak bisa, mereka berisik gak mau diem." Rengek Dipta menyundul nyundulkan kepalanya didada sang Daddy. Tangannya mengenggam kedua telinga Mathias.

Telinganya terasa dingin saat kedua tangan putranya mengenggam telinganya. Mathias semakin menyusupkan tubuh kecil itu kedekapannya. Menepuk-nepuk pelan punggung putranya dengan salah satu tangannya yang memijat lembut tekuk leher putranya.

"Masalah kemarin masih menghantuimu?" Rue bertanya, mencoba memancing putranya untuk berkata jujur dengan keadaannya saat ini.

Dipta hanya memiringkan Kepalanya menilik pada wajah cantik sang ibu yang berada tepat disebelahnya. Rue bawa tangannya mengusap pipi Dipta yang terlihat memerah, rasa panas suhu tubuh Dipta terasa jelas ditelapak tangannya.

Dipta anggukan saja kepalanya pelan, membenarkan pertanyaan Mommynya yang tertuju untuknya, hening melanda ketiganya sampai akhirnya decakan malas terdengar dari putra tunggal mereka itu, tiba dimana Gamma dengan seragam putihnya datang bersama Jorge disebelahnya.

PRADIPTA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang