CHAPTER 15

344 26 0
                                    

SELAMAT MERAMAIKAN
4103 KATA🔥🔥

****

Kain hitam yang sedaritadi menutup kepala dan wajahnya dibuka kasar. Hingga menampilkan surai yang berantakan dengan wajah tampan pemuda itu yang dipenuhi lebam dan darah yang mengering.

Ruangan yang nampak familiar saat netra hitam legam itu menyipit dengan suasana engap di tempatnya berada saat ini.

Berusaha keras mengangkat wajahnya, dengan kepala yang terasa berdenyut pening. Tak berhasil, justru sebuah air dingin menyiprat kuat di wajahnya. Bulir air yang mengalir ke dagu disertai ringisan pelan terdengar, luka yang ternganga dan terkena air. Tentu saja terasa begitu nyeri dan perih.

"Sudah menyadari kau berada dimana pangeran bungsu Velasco?" Rikson Argadana. Yang kini bertelanjang dada, hanya mengenakan celana licin hitam panjang. Ia cengkram kuat rahang Dipta, yang kini pas berada di cengkraman Rikson seutuhnya.

Wajah lebam itu dipaksa mendongak, mereka saling menatap lalu Kepalanya kembali terteleng kesamping saat tangan besar Rikson yang tidak mencengkram rahangnya memukul kepalanya kuat.

"Ck,,, ck. Kasihan sekali anak didikku ini. Aku mengajarkanmu cara bertahan hidup, mengajarkanmu cara menggunakan senjata. Lalu mengajarkan mu cara menjadi intel." ujar Rikson menatap iba Dipta, dengan bibir pria itu yang mengatup keatas.

"Tapi apa, ternyata. Anak didikku yang selama ini saya ajarkan betahan hidup. Justru sebuah fakta mengungkap jika dia ternyata anak dari musuhku sendiri." Lanjutnya terkekeh rendah.

Dipta mengepalkan keduanya tangannya kuat, detik berikutnya anak itu menubruk kepala Rikson dengan kepalanya kuat, membuat pria itu kontan mundur kebelakang dengan berdesis pelan.

"Hahaha! Lo mau apa emang. Lagian disini gue yang dibohongi, kalian membuat skenario seolah-olah memang Matthias lah yang pendosa disini. Sedangkan kalian belagak menjadi pahlawan super yang menjaga dunia. Kocak!" ujar Dipta dengan nafas mengebu-gebu.

Rikson kembali mendekat meremat leher Dipta kuat, saking kuatnya hingga leher pemuda itu memerah. Nafas nya memberat. "Come on, kau hanya sendiri disini. Jadi jangan belagak berani, nyawamu hanya seujung kuku ku. Kalau kau terus berbicara," Ia hempaskan kepala Dipta ke dinding sebanyak dua kali.

Kembali darah segar, kembali mengucur dari dahi anak itu.

Rikson menjentikkan jarinya dua kali, tak berlangsung lama pintu didobrak secara kasar. Lalu menampilkan anak buah Rikson yang menyeret Rendra, Hildan, Emil dan Roni. Seketika itu mata Dipta membulat. Mereka tampak dalam keadaan mengenaskan dengan leher di dipasang rantai, hampir mencekik leher mereka berempat.

Krak!!

Krak!!

"Kenapa lo nyiksa mereka juga bangsat! Mereka gak ada kaitannya dengan hal ini!" Terguncang sudah kewarasan Dipta melihat keempat temannya yang sudah seperti hewan yang disiksa.

Bahkan sampai memberontak dikursi yang tengah mengikatnya dengan tali itu. Berbunyi nyaring kursi itu kala Bergesekan kuat dengan lantai.

"Heh!! Anak tampan ini sungguh lucu ternyata," Tawa seorang wanita menggema bebas disana. Santi berjalan gontai nan seksi memasuki ruangan, lalu dengan tidak ada rasa kemanusiaan, wanita itu menendang kepala Rendra hingga terbalik ke lantai. Tak sampai disitu ia juga menginjak betis Rendra.

"Arghhh..." Terdengar begitu lemah dan menyakitkan, saat Rendra kesakitan. Matanya sampai memejam melihat temannya yang tersiksa.

"K-kau, tak ada kah sedikit rasa kasihan melihat anaknya tersiksa begitu!" Pecah sudah, tangisan Dipta melihat Santi menyodok mulut Rendra dengan muncung Revolver. Bahkan hampir-hampir menekan pelatuk nya.

PRADIPTA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang