Kebingungan akan sebuah situasi yang tengah di hadapi, kadang kala membuat seseorang yang mengalami hal tersebut menjadi frustasi dan linglung disertai dengan tekad yang bulat untuk keluar dari jeratan kebingungan itu.
Namun pada akhirnya sebuah usaha seseorang yang tidak kita harapkan sama sekali, selalu saja mengalahkan dan mematahkan tekad kita sebelum nya.
Ia, dan tubuh nya serta keraguannya terjerat secara bersamaan, dalam tempo waktu yang sama pula.
Dan katakan? Siapa yang tidak frustasi akan hal gila itu. Tidak ada!
Bunyi rantai yang bergesekan dengan lantai marmer terdengar nyaring. Dipta dengan kesalnya bergerak brutal saat kaki nya di rantai. Ia yang duduk diatas kasur terus berontak selayaknya orang gila yang tengah di pisum. Sungguh hidup yang kelam bagi pemuda yang baru menginjak tujuh belas tahun itu.
Ia tertangkap, terjatuh, dirantai dan sekarang tiba seorang dokter pria datang memeriksa nya dengan meraba dada kirinya. Sungguh, ia seperti sedang dilecehkan namun pria yang menyeretnya kembali masuk ke dalam sangkar emas ini justru terus berbincang serius dengan dokter yang tengah meraba dada nya saat ini.
"Untuk saat ini tak ada yang terlalu diseriuskan. Cukup pantau terus dan jangan biarkan anakan bekantan ini melakukan aktivitas berat."
"Sudah, kau hanya mengatakan hal aneh itu. Setelah meraba dada ku hampir setengah jam!" Dokter muda itu kontan menolehkan kepalanya, saat sebuah suara aneh terdengar di telinganya. Pria itu menatap penuh kearah objek yang mungkin saat ini dan seterusnya akan menjadi pasien tetapnya.
"Lalu? Kau ingin aku membenturkan Kepala mu dan mengatakan jika anakan bekantan ini geger otak. Begitu." Sahutnya meninggi, bercampur nada mengejek di dalamnya.
Tatapan berang pemuda itu layangkan pada pria berjas putih sebatas lutut itu, dengan celana blazer licin pria muda itu kenakan. "Dokter gadungan! Lo ama nih manusia satu emang bikin gue emosi!" Pekiknya kesal. Tangannya yang memang tidak dirantai kini memukul dada Mathias kuat. Kesal sungguh dengan kedua pria di hadapan nya ini.
Dadanya naik turun menahan emosi yang meluap luap. Sadar akan emosi sang anak, Mathias dengan segala kekakuan nya segera menggenggam kedua pergelangan tangan Dipta.
"Diamlah, dada mu akan semakin sesak jika terus seperti ini." Mathias berujar sedemikian. Jemari besarnya mengancingkan kembali baju yang dikenakan sang anak.
"Aku jadi meragukan jika dia putra mu, Mathias." De Gamma Sergiobe, kembali melontarkan kata-kata nya. Netra legam kehijauan nya melirik sekilas ke arah Sang sahabat. Tangannya sibuk menyiapkan suntikan.
"Memang bukan! Dasar ni orang aja gebet amat nangkep gue." sentakan kasar Dipta menyahuti ucapan blank Gamma.
Ditempat nya, Gamma hanya terkekeh sekilas. Wajah menjengkelkan nya ia tunjukkan ke arah bocah itu yang kini merengut sejadi jadinya. Niat hatinya hari ini adalah hari terakhirnya berada di lingkup Mathias, namun angan angannya kembali di musnakan oleh Mathias.
"Diamlah Gamma! Cepat selesaikan pemeriksaan nya. Kau akan menyuntik nya bukan? Sekarang cepat lakukan,"
Netra legam copian Mathias itu membulat sempurna mendengar ucapan tegas yang baru saja Mathias keluarkan. Suntikan, adalah hal yang paling menyakitkan, em. Menurutnya, itu adalah yang paling ia takutkan selama hidupnya. Dan sekarang karena kegilaan kedua pria itu dia jadi harus menghadapi nya sekarang. Oh! God! Tak bisa ia bayangkan bagaimana sakit nya.
Bulatan mata obsidian itu terlihat seperti mata kucing yang meminta ingin dibuang oleh majikannya. Dan itu terekam jelas di mata kedua pria yang kini tengah menatap remeh dirinya. Sungguh terlihat jelas seperti anak kucing yang memelas.

KAMU SEDANG MEMBACA
PRADIPTA
FanfictionMenjalani hidup penuh keterpaksaan tanpa satu orang pun keluarga kandung yang berada di dekat nya, hingga pada detik kematian nya seorang musuh datang dengan sebuah fakta mengejutkan tentang siapa dia sebenarnya terkuak. Pradipta, hanya seorang pem...