CHAPTER 18

303 17 0
                                    

Beberapa pria kekar bersetelan jas hitam mulai turun dari van yang mereka naiki tadi. Berjalan gagah mereka semua lalu berdiri berjejer dibelakang dan samping kanan dan kiri Mathias dan Dipta yang nampak baru saja turun dari Mercedes benz biru gelap.

Dari jarak tak begitu jauh, arah pandang Dipta sudah bisa melihat bangunan besar berlantai dua sejauh matanya memandang kedepan, beberapa tanaman hijau dan taman bermain turut hadir didekat bangunan mewah dan besar itu.

Ia yang masih dalam keadaan mengantuk hanya bisa diam berjalan mengikuti alur yang sang Daddy siapkan untuknya hari ini, Mathias bilang jika ini adalah hari ulang tahunnya.

"Ini tempat apa, Dad mau buang aku disini kah?" tanyanya menggaruk pipinya. Ia mendongak sedikit menatap wajah Mathias yang menjulang dihadapannya.

Mathias tak menjawab lebih dulu, justru membenarkan letak mantel tebal pada tubuh sang anak. Wilayah yang cukup dingin untuk berada diluar ruangan, namun menghangat jika sudah berada di dalam ruangan.

"Masuk saja lebih dulu, maka kamu akan tau apa selanjutnya." Kata Mathias, Dipta mendengus pelan.

"Sok soan, main rahasiaan. Dasar bokap." Gumamnya berjalan mendahului Mathias dan semua anak buah pria itu, disetiap sisi bangunan terlihat juga beberapa anggota Tatsuo yang menyamar juga ikut berjaga disana.

Pintu besar itu terbuka lebar. Sebelum Dipta menyentuhnya, benar benar begitu menyambut kedatangannya.

"Selamat datang tuan muda." Sambut seorang wanita paruh baya yang masih terlihat cantik dengan balutan rok hitam pendek selutut, kemeja putih yang dibalut dengan jas hitam. Tampak begitu rapi dan menawan wanita itu.

"Ini tempat apa?—"

"Kak Ipta!" Ucapannya terpotong saat suara melengking yang familiar terdengar, Nafas Dipta tercekat disana, ia melihat Asa dan Ara yang berlarian kearah nya yang masih terpaku digaris pintu.

Kedua gadis kecil itu sontak langsung memeluk tubuh Dipta. Tubuh mereka hanya sebatas pinggang Dipta. Dipta itu jika dipanti maka ia adalah yang paling tinggi dan yang paling bongsor diantara semuanya namun saat berada di kediaman sang Daddy justru ialah yang paling kecil dan menciut disana.

"Kakak Ipta pasti capek, ayok masuk dulu. Tadi asa lagi buat mochi sama ibu Dyan." Asa kembali bersuara. Gadis itu tersenyum lebar dan begitu manis begitu pun Ara.

Dipta malah salah fokus pada pakaian yang dikenakan kedua gadis kecil lucu itu. Mengenakan sebuah gaun sebatas lutut lalu kedua kaus kaki bermotif kumbang yang keduanya kenakan. Dilihat lihat dari tampilannya, seperti kedua gaun itu mahal.

"Tunggu.. Kenapa kalian bisa disini. Dan," Dipta menatap lekat wanita yang menyambutnya tadi. "Jangan bilang wanita ini yang kalian panggil ibu? Benar Asara?" Lanjutnya, Kepala hampir ingin meledak memikirkan kemungkinan aneh ini.

Dan bukankah Mathias telah memusnahkan seluruh anak anak panti dan panti.. Segera ia menatap horor kearah Mathias yang duduk disofa single. Hanya mengangkat bahu acuh tak acuh.

Ara terkikik geli ditempat nya. "Kakak suka banget ya, negatifthingking sama orang lain." ucap gadis itu.

"Daddy kakak itu orang baik, awalnya kami memang hampir mati karena panti cahaya itu mau dibakar oleh anak buah ibu Santi. Tapi Daddy kakak dateng sama banyaknya orang pakek baju item. Kami kita mereka juga mau bunuh kita. Tapi kami salah, mereka justru bunuh semua anak buah Ibuk Santi, terus mereka semua bawa kami kesini. Kata Daddy kakak, ini rumah baru kita,"

"Kalian dirawat dengan baik kan?" Dipta menyela penjelasan Ara. Anak itu dengan senyum riangnya beralih langsung memeluk wanita tadi erat.

"Kakak tenang aja, ibu Dyan paling the best pokoknya." Ujar Asa.

PRADIPTA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang