Chapter 14

15.3K 1.2K 79
                                    

©Claeria


Runa menyesap jus jeruk dingin di gelasnya. Setelah meletakkan gelas di atas meja yang terletak di samping kursi malasnya, gadis itu kembali berbaring. Dia memperbaiki letak kacamata hitamnya dan menatap ke arah langit, sembari menikmati angin sepoi-sepoi.

Ah, sungguh menyenangkan! Liburan ke Bali tidak lengkap kalau belum berjemur, begitu menurut Runa.

Ia dan Arlan baru saja mendarat di Bali jam sembilan pagi tadi. Mereka akan menghabiskan empat hari dan tiga malam untuk berbulan madu. Meskipun pernikahan mereka hanya pura-pura, tapi mereka tetap membutuhkan bulan madu sebagai formalitas, supaya benar-benar terlihat seperti pengantin baru pada umumnya.

Mereka menginap di resort yang dikelola keluarga Adhinata. Runa bersyukur mereka menempati ruangan privat lengkap dengan kolam renang yang terpisah dari pengunjung lainnya. Setidaknya Runa bisa menikmati hari dengan tenang, tanpa tatapan mata yang mengikutinya atau kamera yang diam-diam merekamnya. Runa tahu dia harus segera membiasakan diri karena itu adalah risiko menjadi istri seorang William Arlan, tetapi kalau dia punya opsi untuk menghilang dari tatapan mata publik, maka dia akan memilih opsi itu tanpa ragu.

Sesampainya di Bali, Runa dan Arlan sepakat untuk menghabiskan hari pertama mereka di resort. Rasa lelah setelah resepsi pernikahan masih belum sepenuhnya hilang dan mereka ingin menikmati waktu dengan bersantai tanpa tatapan ingin tahu orang-orang.

Lagipula, sayang rasanya melewatkan berbagai fasilitas yang resort ini tawarkan. Ada spa dengan pemandangan laut, kolam renang berbagai ukuran, bar yang menyajikan minuman-minuman segar nan menggiurkan, pantai privat, serta restoran tradisional khas Bali.

Tidak seperti Runa yang segera berganti baju renang dan berjemur di tepi kolam, Arlan malah memilih untuk tidur siang. Katanya dia jarang mendapatkan waktu luang, sehingga dia akan memanfaatkan waktu sebaik-baiknya untuk beristirahat. Ya sudah lah, ada baiknya juga, Runa jadi bisa menikmati waktu bersantainya dengan tenang.

Runa tengah melihat-lihat paket spa di website resort ketika pintu geser yang menghubungkan kolam renang dengan kamar terbuka. Arlan sudah bangun dari tidurnya. Rambutnya mencuat ke sana kemari dan mata ngantuknya tidak tertutup kacamata. Pria itu kini meregangkan otot-ototnya, seperti sedang melakukan pemanasan.

Kedua mata Runa melebar ketika Arlan kemudian melepas kaosnya, menyisakan celana renang selutut di tubuhnya. Ini adalah kedua kalinya Runa melihat tubuh pria itu, tapi dia masih saja belum terbiasa! Di balik kacamata hitamnya, mata Runa diam-diam mengamati Arlan hingga pria itu masuk ke dalam kolam renang.

Arlan berenang dengan santai, bolak balik dari ujung ke ujung. Entah sudah berapa kali putaran hingga akhirnya dia berhenti di pinggir kolam tempat kursi malas Runa berada. Pria itu bersandar di tepi kolam, menghadap ke arah Runa. Arlan tidak menyadari sang istri menelan ludah ketika dia menyisir rambutnya yang basah dengan jemari.

"Kok nggak berenang?" Arlan mengangkat alisnya menatap Runa. Gadis itu mengenakan baju renang one piece berwarna putih, tetapi tubuhnya benar-benar kering. Dia tampak tidak punya sedikit pun niat untuk berenang.

"Males ah, aku lagi kepengen rebahan santai sambil liatin langit. Kalau di Jakarta susah liat langit cerah kayak gini," balas Runa.

Arlan manggut-manggut. Dia tidak lupa kalau Runa tidak begitu gemar berolahraga. Dari semua persaingan mereka semasa kuliah, Arlan selalu menang dalam aktivitas fisik. Entah itu lari keliling lapangan, adu cepat naik tangga ke kelas di lantai empat, atau adu ketahanan menahan posisi plank.

"Run, tolong ambilin aku minum dong," pinta Arlan sambil menunjuk botol air mineral di atas meja.

Runa bangkit dari kursinya. Dia menaruh ponsel dan kacamata hitamnya di atas meja sebelum berjongkok di tepi kolam dan menyodorkan sebotol air mineral kepada Arlan.

Job Offer: WifeyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang