Chapter 23

11.2K 1.4K 140
                                    

©Claeria


Arlan melepas jas dan dasi kupu-kupu yang dia kenakan kemudian menaruhnya di atas sofa. Bibirnya tidak bisa berhenti mengukir senyum memerhatikan Runa yang tengah mengambil foto pialanya dari berbagai sudut dan posisi.

"Udah kali foto-fotonya. Tadi kan udah banyak foto di sana," Arlan terkekeh.

Dia sempat berpikir kalau Runa menaruh harapan terlalu tinggi untuknya sampai namanya benar-benar disebutkan sebagai pemenang pemeran utama pria terbaik. Arlan melongo, sementara Runa memekik kegirangan, seolah ia yang dinobatkan sebagai pemenang. Runa bahkan sempat melempar senyum kemenangan kepada Bobby yang hanya bisa tersenyum setengah hati menelan kekalahan.

Arlan yakin saat ini foto dari acara penghargaan tadi malang melintang di mana-mana. Runa tidak perlu menjepret piala itu dari berbagai arah. Ia tinggal mencomot foto dari internet. Foto Arlan di atas panggung, foto mereka di red carpet, foto mereka dengan piala, sampai foto mereka di after-party, semuanya ada!

"Yang ini beda dong, Lan. Harus lebih personal. Aku mau kirim ke grup WA keluarga," jawab Runa ceria setelah merasa puas dengan foto-foto yang ia ambil. Piala terbaru Arlan tampak angkuh dengan latar belakang jajaran piala dan penghargaan Arlan lainnya.

"Grup keluarga?"

"Aku mau pamer ke Eyang!" jawab Runa tanpa mengalihkan fokus dari layar ponselnya, sibuk mengirimkan foto di grup. "Aku nggak sabar main golf weekend ini sama Eyang dan bangga-banggain kamu di depan dia!"

Arlan geleng-geleng. Sejak tahu kalau Runa pernah bekerja di perusahaan kompetitor, sikap Eyang berubah. Tidak hanya lebih menghormati Runa, Eyang bahkan masih berusaha menawarinya posisi di Gaia Food. Ditambah sikap manis dan sok dekat Runa, tahu-tahu saja ia sudah menggeser posisi Arlan. Lihat, Runa bahkan sekarang diundang ke acara keluarga tanpa dirinya!

Runa meletakkan ponsel di meja dan sempat meninggalkan Arlan di ruang tengah beberapa saat. Tidak lama kemudian ia kembali dari dapur sambil membawa sebotol wine di tangan kanan dan dua gelas berkaki tinggi di tangan kiri. Ia menuangkan segelas untuk Arlan dan segelas untuknya.

"Untuk kemenangan kamu malam ini," Runa menyodorkan gelas. "Cheers!"

Denting terdengar nyaring ketika kedua gelas beradu. Arlan menyesap wine di gelasnya, menikmati wine yang entah kenapa terasa lebih manis malam ini. Kemenangan memang manis rasanya, membuatnya tidak bisa berhenti tersenyum sepanjang malam.

"Dua tahun kamu menang berturut-turut, Lan. Kayaknya muka Bobby bakal makin asem aja ngelihat kamu," Runa cekikikan. Ia jadi teringat lagi senyum kecut Bobby ketika mereka bertemu di after-party tadi. Rasakan! Salah sendiri sudah menyenggol suaminya terus-terusan!

Runa meletakkan gelasnya di meja dan duduk di sofa menghadap Arlan. "Waktu awal-awal berkarier jadi aktor, kebayang nggak sih kalau kamu akan sampai di titik ini?" mata Runa penuh rasa ingin tahu.

Arlan menggeleng. "Actually, no, I didn't," dia tertawa. "Kayaknya aku lebih sering ngebayangin kerja jadi manajer di kantornya Papa."

"Kenapa dulu tiba-tiba kepengen jadi aktor sih, Lan? Semua orang kaget waktu itu. Seorang William Arlan, si Nobita yang kerjaannya baca buku melulu, tiba-tiba main film. Kamu memang udah jadi freelance model waktu itu, tapi menjadi aktor adalah hal yang berbeda."

Arlan ikut menaruh gelasnya dan memposisikan duduknya menghadap Runa. "Sejujurnya, jadi aktor memang nggak disengaja. Waktu itu, teman Mama yang kebetulan adalah sutradara ngeliat aku di butik. Dia nawarin aku untuk jadi figuran di salah satu filmnya. Perannya kecil, cuma jadi salah satu teman si pemeran utama di kampus. Karena dia teman baik Mama, aku nggak enak untuk nolak," kenang Arlan dengan pandangan menerawang.

Job Offer: WifeyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang