©Claeria
Runa menggigit ibu jarinya gelisah. Tumpukan dus berisi berbagai camilan dan puluhan gelas milk tea yang berjajar rapi di bagian belakang mobil lagi-lagi menarik perhatiannya.
Mengusap lehernya bimbang, Runa mencondongkan tubuhnya dan bertanya pada pria bertubuh gempal yang duduk di bangku depan mobil. "Van, beneran nggak apa-apa kalau kita datang ke tempat syuting?"
"Nggak apa-apa, Run. Beneran deh. Malahan mereka bakal senang kalau lo dateng bawa makanan gini," jawab Evan, meyakinkan Runa untuk kesekian kalinya. "Lagipula, gue setuju sama lo, you can help Arlan earn points from all of the crew."
Runa manggut-manggut. Memberikan kejutan untuk Arlan dengan mendatangi lokasi syuting memang idenya. Ia membawakan makanan dan minuman untuk seluruh kru. Tujuannya tentu untuk mengambil hati rekan-rekan kerja Arlan dan menambah citra positif untuk sang suami yang terkenal kaku dan dingin. Namun, ketika Evan menyetujui idenya dan kini mereka tengah dalam perjalanan ke lokasi syuting, mendadak Runa jadi ragu.
Bagaimana kalau Arlan tidak menyukainya dan kehadiran Runa malah membuatnya terganggu? Runa memang berstatus sebagai istri sang aktor, tapi apakah kejutan ini tidak berlebihan?
Tidak hanya itu, Runa juga grogi. Ini pertama kalinya ia datang ke tempat kerja Arlan. Membayangkan ia akan bertemu dengan aktor dan aktris lainnya membuat perut Runa serasa diaduk. Runa jadi deg-degan, takut terkesima dan malah mempermalukan Arlan!
Runa belum selesai menata isi kepalanya ketika mobil yang dikendarai Pak Prapto berbelok ke dalam kompleks universitas swasta yang menjadi lokasi syuting hari ini. Kata Evan, Arlan dan Becca, alias Rebecca Giovanna, akan mengambil adegan ketika kedua tokoh utama masih berkuliah.
Mobil yang mereka kendarai berhenti di depan lobi gedung utama kampus. Runa baru saja berniat menurunkan makanan yang mereka bawa ketika Evan menggaruk kepalanya yang tidak gatal sambil sibuk menatap layar ponselnya.
"Duh, gue lupa si Arlan lagi syuting di sebelah mana!"
Setelah mengutak-atik ponselnya dan tidak berhasil menemukan jawaban yang ia cari, Evan bergegas turun dari mobil dan berpesan. "Bentar ya Run, lo tunggu di sini dulu aja sama Pak Prapto. Makanannya diturunin nanti aja. Gue nyari ke dalam dulu."
Runa mengangguk. Ia duduk manis di dalam mobil, melihat punggung Evan menjauh. Namun, ketika sepuluh menit sudah berlalu dan pria itu tidak kunjung kembali, kesabaran Runa menipis. Gedung kampus ini sangat luas, pasti makan waktu lama untuk mencari Arlan dan kembali ke lobi.
Rasa bosan mengalahkannya, Runa akhirnya berpesan kepada Pak Prapto. "Pak, saya lihat-lihat sebentar ya. Bapak tunggu di sini dulu aja."
Runa turun dari mobil dan masuk ke lobi. Suasana kampus tidak begitu ramai. Maklum, ini masanya liburan semester. Bibir Runa mengulum senyum ketika melihat deretan poster kegiatan mahasiswa terpampang di papan pengumuman.
Sepuluh tahun lalu, ia tidak pernah melewatkan papan pengumuman satu hari pun untuk mencari lowongan kerja sambilan, lomba berhadiah uang, atau lowongan asisten praktikum. Sesekali, wajahnya akan terpampang di sana, ketika ia diumumkan sebagai pemenang lomba-lomba yang ia ikuti. Tentu saja itu tidak sebanding dengan wajah Arlan yang lebih sering terpampang di poster promosi kampus mereka.
Kaki Runa melangkah lambat-lambat menyusuri lobi kampus ketika beberapa orang datang silih berganti. Sepertinya bukan mahasiswa. Mereka lebih terlihat seperti kru film. Ada yang menenteng-nenteng berkas, kabel, atau boks-boks berwarna hitam yang menurut tebakan Runa berisi perangkat syuting.
KAMU SEDANG MEMBACA
Job Offer: Wifey
ChickLitMendadak kehilangan pekerjaannya, Runa Anantari kini sah menjadi orang paling memprihatinkan di keluarganya. Berusia tiga puluh tahun, jomblo, ditambah lagi pengangguran. Namun, dunia Runa dibuat jungkir balik ketika William Arlan, aktor paling nget...