©Claeria
Kalau kebanyakan orang membenci hari Senin, tidak begitu halnya dengan Runa. Bagi gadis itu, Senin adalah hari ketika kita berkesempatan untuk bekerja dan mencari rejeki. Kalau setiap hari adalah hari libur, lalu kapan kita bekerja dan mengumpulkan pundi-pundi uang?
Karena alasan itu lah, Runa tidak pernah menolak jika diundang menghadiri meeting di hari Senin oleh klien. Pagi ini pun dia baru saja menyelesaikan diskusi dengan calon kliennya, fast food restaurant chain yang memiliki dua puluh outlet di Jabodetabek. Hasilnya? Tentu saja memuaskan! Jika berjalan lancar sepertinya Runa akan kembali mendapatkan bonus di bulan depan.
"Good morning!" sapa Runa ceria begitu memasuki ruang kerja timnya.
Runa berjalan menuju meja kerjanya yang terletak di dekat jendela, hak sepatunya menghasilkan bunyi menghentak tiap kali beradu dengan lantai. Ia meletakkan tas tangan dan tas laptopnya di atas meja sebelum bercerita penuh semangat.
"Good news, everyone! Meeting tadi berjalan lancar, most likely Selera Utama will sign with us next month. Nanti kalau udah sign, aku minta tolong—"
Kalimat Runa terhenti di udara begitu menyadari betapa heningnya ruangan itu. Ia melihat satu per satu anggota timnya yang duduk di meja kerja masing-masing dengan wajah ditekuk. Ruang kerja mereka tidak ramai dan ceria seperti biasanya, melainkan sunyi senyap seperti kuburan.
"Ini pada kenapa sih? Kok muram semua mukanya?" tanya Runa sembari menghampiri meja kerja timnya.
Tidak ada yang menjawab, beberapa orang malahan memalingkan wajah, sengaja menghindari tatapan Runa. Hanya Tata yang menatap Runa, itu pun dengan ekspresi yang... aneh? Dia seperti sedang menahan tangis.
Runa baru saja hendak bertanya ketika perhatiannya teralihkan pada keributan di seberang ruangan, tempat divisi purchasing berada. Suara tangisan terdengar dari arah sana, beberapa orang terlihat meneteskan air mata, beberapa saling berpelukan.
"Itu kenapa anak-anak divisi purchasing pada nangis? Ada apa?" Runa mulai panik. Sungguh, ada yang tidak beres hari ini. Biasanya divisi purchasing sibuk menelepon atau berkutat di meja masing-masing di hari Senin, kenapa sekarang mereka tidak bekerja dan malah menangis?
Runa kembali menatap anggota timnya yang masih saja bungkam. Oh, astaga, kali ini wajah mereka sudah semakin kalut, tampak seperti akan ikut menangis segera.
"Kok pada diem? Ada apa sih? Kayak lagi ada yang berduka atau kena layoff aja deh," tanya Runa dengan tawa kecil yang sedikit dipaksakan.
Mendengar kalimat itu, salah satu staf senior Runa akhirnya runtuh pertahanannya. Perempuan yang biasa dipanggil Cheryl itu mendadak menangis tersedu-sedu, membuat lima orang staf yang lain ikut meneteskan air mata.
"Cheryl? Kok nangis?" Runa benar-benar kebingungan sekarang. "Kalian kenapa?"
"Mbak Runa..." Tata akhirnya berdiri dan menghampiri Runa lalu memeluknya erat. Tangis perempuan itu lalu pecah di bahu Runa. "Mbak Runa, yang tabah ya, Mbak..."
Oh astaga...
Ini... tidak mungkin terjadi, kan?
***
"Layoff?"
Runa mengulangi satu kata yang ia dengar barusan dengan wajah datar. Meski sudah ia ucapkan sendiri, kata itu masih terasa tidak nyata.
Iya, Runa memang tahu belakangan ini ada banyak perusahaan yang melakukan pemutusan hubungan kerja. Kondisi ekonomi sedang tidak baik-baik saja dan para pelaku usaha terpaksa mengambil langkah itu untuk bertahan. Namun, tidak dengan Giantama Food kan? Perusahaan ini cukup besar dan sudah berdiri puluhan tahun lamanya. Tidak mungkin mereka bernasib sama dengan para pekerja di luar sana!
KAMU SEDANG MEMBACA
Job Offer: Wifey
Chick-LitMendadak kehilangan pekerjaannya, Runa Anantari kini sah menjadi orang paling memprihatinkan di keluarganya. Berusia tiga puluh tahun, jomblo, ditambah lagi pengangguran. Namun, dunia Runa dibuat jungkir balik ketika William Arlan, aktor paling nget...