BAB#4

335 29 1
                                    

AUDYLAN POV

Hidupku benar-benar kembali di uji oleh kepergian ibu ku. Kehancuran yang ku rasakan saat ini tidak dapat di bandingkan dengan apapun dan aku sendiri tidak dapat menjelaskan perasaan ini. Tidak ada dalam bayanganku, kalau aku akan kehilangan ibu dengan secepat ini. Rasanya baru saja aku mendengarnya berbicara tadi malam, namun di hari ini aku sudah melihatnya terbaring kaku di depan ku.

Aku menyalahkan diriku atas semua ini, namun aku menyadari semua yang terjadi, sudah menjadi rancangan Sang Pencipta. Aku tidak lagi menyalahkan siapa-siapa, satu yang pasti aku harus terus melangkah menjalani hari hidupku, meskipun itu akan sangat terasa berat karena aku kini hanya memiliki ayah.

"Audy, aku balik ya. Harus masuk kerja hari ini"

"Jel, makasih ya sudah menemani ku. Titip salam buat Neva" ucapku

"Sama-sama. Kamu harus kuat ya" ucap Jelza

Aku memberikan senyuman pada Jelza dan dia berlalu pergi meninggalkan ku. Aku tidak tau harus berterima kasih bagaimana lagi pada Jelza dan Neva. Meskipun perkenalan kami cukup buruk, karena aku yang begitu ceroboh. Namun Jelza dan Neva tetap menerima ku sebagai teman mereka.

Aku bergerak berdiri, dan pandangan ku kembali ku alihkan ke arah ibu yang kini terbaring kaku di depanku, lagi air mataku jatuh tidak tertahan. Aku menangis sejadi-jadinya, memori ingatan tentang masa kecilku hingga sekarang bersama ibu terus berputar-putar di kepalaku.

"Bu, aku sayang ibu. Aku belum siap bu" ucapku, meskipun aku tau ucapanku ini tidak akan di dengar oleh ibuku. Tanganku kini ku arahkan ke arah ibu dan terus mengusap-usap lembut wajahnya.

"Audy, bisa bicara sebentar sama ayah?"

Aku lalu mengusap air mataku dan mengikuti langkah ayah dari belakang. Namun tiba-tiba aku berhenti berjalan, karena kini aku berada di depan kamar ibu dan ayah.

"Kita bicara di dalam sayang"

"Kita bicara di kamar Audy saja yah" ucapku lalu meninggalkan ayahku. Aku belum sanggup masuk ke kamar itu, kamar dimana ibu ku menghabiskan seluruh harinya di sana. Bahkan bayangan tentang aku yang merawat ibu ku selama beberapa hari di sana saja, masih terekam jelas dalam memori ingatan ku.

Aku masuk ke kamarku, dan duduk di tepi tempat tidur.

"Ayah mau ngomong apa?" ucapku

"Kamu sudah mengikhlaskan ibu kan sayang?"

Aku terdiam, mulutku tidak berucap karena sejujurnya aku belum siap. Air mataku kembali mengalir, langkah ayah lalu semakin dekat ke arahku dan memeluk ku.

"Aku belum siap yah. Aku hancur sangat hancur. Orang bisa mengatakan untuk aku harus kuat, tapi mereka tidak mengerti apa yang ku rasakan yah"

"Ayah tau sayang, tapi bukankan ibu sudah bahagia sekarang? Dia bahkan tidak sakit lagi"

Memang benar yang di katakan ayahku, tapi ada satu sisi lain yang membuatku belum siap untuk ini. Aku memikirkan ke depan? Hari-hari yang ku jalani tanpa ibu ku.

"Malam ini malam terakhir ibu bersama kita. Besok ibu akan di makamkan sayang, apa kamu menyetujui itu?"

Aku tidak lagi menjawab ucapan ayahku. Dalam tangisan ku, aku segera melepaskan pelukan ku dari ayah dan kembali keluar dari kamarku. Di saat seperti ini, aku hanya membutuhkan pundak Jessica, bahkan aku membutuhkan pelukannya untuk menenangkan perasaan ku.

***

JESSICA POV

Ku lirik arloji ku sebentar, lalu segera menancapkan gas mobilku untuk kembali ke rumah Audy. Seharian ini, pasien ku benar-benar penuh, membuatku bahkan tidak sempat mengunjungi rumah Audy siang tadi.  Aku tau bahwa dia memang menungguku, karena berulang kali dia menghubungi ku. Namun panggilan dan pesannya tidak satupun ku balas karena aku yang sibuk dengan pasien-pasien ku.

Soal Rasa 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang