42. Suram Atau Cerah

576 80 15
                                    

Pagi di hari Sabtu ini, kediaman Lee sedang berkumpul di meja makan. Semua orang sedang menyantap makanannya kecuali Jisung dan Felix.

Suara dentingan garpu dan sendok beradu dengan piring kaca yang ada di meja makan, air yang terisi hanya setengah dari gelas itu sesekali di teguk oleh salah satu dari mereka.

Ctrang

Suara gerpu dan sendok itu ditaruh secara bersamaan di atas piring. Membuat tiga orang yang berada di meja makan melirik ke arahnya.

"Jeong, makan dulu aja. Kakak mau check Jisung bentar." Ucapan itu tiba-tiba saja keluar dari mulut Minho membuat orang yang di sebut itu mengerucutkan bibirnya.

"Jeongin ikut. Kemarin Jeongin kesini Kak Jisung malah tidur.." Jawabnya sembari menaruh sendok yang sedang di pegangnya.

Minho pun mengangguk dan mulai pergi beranjak ke kamar Jisung di ikuti Jeongin dibelakangnya.

-

Di kamar Jisung, Minho kini menduduki pinggiran kasur Jisung. Tangannya terulur untuk memegang dahi Jisung, berjaga jika Jisung demam. "Ga panas." Tangannya pun turun memegangi kaki Jisung yang kecil untuk merasakan apakah kaki nya dingin atau tidak. "Ga dingin juga." Ucap nya kembali. Dengan perlahan tangannya menggoncangkan tubuh Jisung, berupaya untuk membangunkan sang empu dari tidur lelapnya.

"Eungh.." Suara lenguhan itu keluar dari bilah bibir milik Jisung, membuat Minho sedikit tersenyum karena melihat adiknya bangun.

Tubuh Jisung sedikit menggeliat dan berbalik ke sebelah kiri untuk mencari posisi nyaman. "Jeong, bangunin coba."

Jeongin pun berjalan mendekati Jisung dan mulai duduk di pinggir kasur yang ditempati Jisung. Tangannya terulur dan mulai memegang bahu Jisung. "Kak Ji.. Bangun.. hidup kamu tinggal 3.."

Minho seketika mengerutkan dahinya saat mendengar Jeongin berbicara yang tidak-tidak. "3 apa Jeong?" Tanya Minho sembari menatap Jeongin penasaran.

"2, 1.." JTAK Suara renyah itu berasal dari pukulan maut Minho, membuat Jisung dengan spontan membelalakkan matanya. Ya, suara itu cukup keras karena Minho menggetok kepala Jeongin menggunakan kotak tissue yang berada di samping kasur.

"Hehe.. Nah, udah bangun kan?" Ucap Jeongin sembari menyunggingkan senyuman indahnya.

"Ya bangunin sih bangunin.. tapi aga goblok juga." Jawab Minho ketus. Setelahnya tatapan mereka teralih pada Jisung yang masih membuka kedua matanya tanpa menggerakkan badannya sedikitpun.

Minho pun dengan sigap pindah ke sebrang ranjang dan mendaratkan bokongnya di atas kasur empuk itu. Jisung perlahan menolehkan kepalanya kepada Minho dan menatap Minho dengan mata yang berkaca-kaca.

Minho gelagapan, dirinya pun mendekati Jisung dan memangku kepala Jisung di atas pahanya. "Kenapa Ji??" Tanya Minho sembari mengelus surai lembut milik Jisung. "Kak.." Terdengar suara getar dari bilah bibir Jisung, membuat Minho semakin khawatir.

"Jeongin tolong keluar dulu sebentar yya. Kalau mau ke kamar Felix, ke kamar aja." Ujar Minho pada Jeongin. Jeongin pun hanya manggut-manggut saja membiarkan kedua saudara itu bersama di kamar.

"Udah.. Jeongin udah keluar, kenapa hm??" Tanya Minho sekali lagi setelah melihat bahwa Jeongin tidak terlihat di dalam kamar itu.

"Kak.. Felix jahat. Kemarin aku ga ada yang jemput. Aku pulang sendiri sampai asma aku kambuh kak..." Minho yang mendengar itu mengerutkan dahinya. Minho sangat percaya kalau Felix telah menjemput Jisung, namun kenapa Jisung berbicara jika Felix tidak menjemputnya? Ada yang tidak beres.

"Kemarin juga.. Felix ga bantuin aku pake nebulizer.. Padahal asma ku lagi kambuh kak.." Ucap nya lagi sembari menunjukkan wajahnya yang penuh dengan air mata.

Minho merasa tidak tega, dengan cepat Minho bangkit dan pergi ke kamar Felix. Jisung yang tau kedepannya akan seperti apa hanya bisa tersenyum puas. Tidak sia-sia tadi dia berpura-pura tidur hanya untuk akting menangis.

-

SLAP SLAP

Suara cambukan itu terdengar menggema di salah satu ruangan lantai dua. "Akhh. Kakh.. dengerin dul- akhhh." Suara teriakan dengan suara yang deep itu terdengar dengan jelas di Indra pendengaran Minho. Namun alih-alih berhenti, tangan itu malah terus melayangkan cambukan pada tubuh mungil adik bungsunya nya.

"Kakak sudah bilang! JEMPUT JISUNG! MASIH GA BISA BACA?!" Ucap Minho dengan mata yang menyolok ke marahan. Felix hanya bisa terdiam. Dengan sekuat tenaga, dirinya berusaha bangkit dari lantai dan menatap ke arah Minho dengan tatapan penuh kekecewaan.

"Felix sudah jemput kak Jisung. Bahkan saat Jisung hampir pingsan di jalan, aku menggendongnya hingga sampai ke rumah, memasangkan nebulizer miliknya... kalau kakak ga percaya, kakak bisa liat kalau tempat obat kak Jisung berantakan. HANYA AKU YANG TIDAK BISA MENCARI OBAT KAK JISUNG DENGAN RAPI! HANYA AKU!" Felix berteriak sembari menunjuk dirinya. Felix merasa frustasi, kepalanya sangat sakit ditambah sakit di dalam lubuk hatinya.

Minho menatap mata Felix yang berlinang air mata, ia sama sekali tidak menemukan kebohongan sedikit pun dalam mata Felix. Minho pun diam dengan cepat dirinya pergi meninggalkan Felix yang meluruh ke lantai disertai darah yang mulai keluar dari hidungnya.

'Rasain lu Lee Felix.'

Kakak Aku Juga AdikmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang