1

5.3K 254 13
                                    

Happy reading




"Pulanglah, Nak!"

Arthur menghela napas untuk yang kesekian kalinya. Ini sudah kali ke-tujuh neneknya menyuruh dia pulang. Lebih tepatnya setelah salah satu orang kepercayaan Henry mengabari bahwa pria empat puluh delapan tahun itu jatuh sakit. Henry Gauthier adalah ayah kandung dari Arthur. Namun, ayah dan anak itu menetap terpisah sejak Arthur berusia sepuluh tahun karena memilih tinggal bersama sang nenek di Jerman. Kini Arthur menginjak usia delapan belas tahun yang berarti sudah delapan tahun keduanya tidak bertatap muka. Bahkan saat Henry menikah untuk yang kedua kalinya dengan Evelyn, cinta masa lalu, Arthur tidak datang.

"No, Grandma. Jika aku pulang ke NY, lalu siapa yang akan menemani grandma di sini?"

Marie tersenyum kecil. Wajah keriputnya memancarkan aura penuh kelembutan, berbanding terbalik dengan sang putra, Henry, yang tampak beringas dan berambisi. "Jangan khawatirkan aku! Wanita tua ini bisa menjaga diri. Lagipula ada Paulus dan Evangeline di sebelah rumah. Mereka akan membantu jika aku membutuhkan pertolongan." Tangan kurus Marie terulur untuk mengusap wajah cucunya yang begitu tegas. Melihat rupa Arthur, Marie teringat akan Henry ketika masih remaja dulu. Ayah dan anak itu sangat mirip, bahkan sikap keduanya pun sama. Sama-sama keras dan agak pemarah. Sikap Henry mulai berubah setelah Ariana, ibu Arthur, meninggal sesaat setelah persalinan karena mengalami pendarahan hebat.

Mendengar jawaban dari sang nenek, Arthur pada akhirnya tidak bisa menolak. Kelemahan dia adalah neneknya. Dengan berat hati, lelaki bertubuh tinggi itu pun mengangguk tanpa mengeluarkan suara sedikitpun. Jujur, dia sangat-sangat malas untuk pulang ke New York. Apalagi ketika tahu alasan di balik ayahnya jatuh sakit.

Henry sakit setelah menggelar pernikahan mewah untuk anak dari istri barunya. Setelah putus dari Henry, Evelyn langsung menikah dengan anak sulung dari salah satu menteri dan mereka dikaruniai seorang putra. Tak berselang lama, Evelyn mengajukan gugatan perceraian ke pengadilan setelah suaminya terkena skandal perselingkuhan dengan salah satu pewaris anggota kerajaan. Setelah bercerai, Evelyn berjuang seorang diri dan belasan tahun kemudian ia bertemu lagi dengan Henry lalu cinta lama bersemi kembali. Mereka pun memutuskan menikah dengan status masing-masing memiliki seorang anak laki-laki.

Mendengar alasan di balik sakit ayahnya, Arthur merasa muak; tentu saja. Apalagi ketika salah satu orang kepercayaan Henry memberitahu bahwa setelah lulus kuliah, anak dari istri baru sang ayah diberikan tanggung jawab untuk mengurus serta mengawasi salah satu pusat perbelanjaan milik Gauthier di Boston. Tahu fakta itu, Arthur sontak berdecak. Namun pada akhirnya ia memilih acuh tak acuh.

Setelah sang nenek pergi keluar rumah, Arthur bangkit dari sofa dan berlalu ke kamar. Di kamar, ia langsung menelepon Nicholaus, kekasihnya.

"Ya, Schatzi?"

Arthur tersenyum tipis ketika mendengar suara kekasihnya yang sedikit serak.

"Kau baru bangun tidur, hm?"

"Uhm, aku langsung terbangun setelah kau meneleponku."

Arthur terkekeh tanpa suara.

"Kenapa kau menelepon? Ah, apa kau merindukanku?" Terdengar suara kekehan di seberang telepon.

Senyuman di bibir Arthur perlahan surut. Dia kembali teringat alasannya menelepon Nichol. Sebelum menjawab, dominan itu menghela napas sebentar sebelum akhirnya membuka suara.

DANGEROUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang