Happy reading!
Keith menghentikan kunyahannya, maniknya melirik ke samping, tepat di mana ponselnya berada. Layar benda persegi panjang itu menyala dan menunjukkan beberapa pesan masuk dari nomor yang sama. Si empunya hanya melirik malas lalu kembali fokus pada tayangan di televisi.
Saat jeda iklan, Keith menyingkirkan piring berisi kentang goreng sebelum meraih segelas air dingin dan meneguknya hingga tandas. Setelahnya, pria manis itu mulai melamun.
Keith tahu semua pesan yang sedari tadi masuk itu sebagian besar dari Seth. Tentu Keith ingin bertanya bagaimana penerbangan suaminya, berapa lama suaminya berada di sana, juga mengingatkan Seth agar selalu menjaga kesehatan. Namun, mengingat sikap sang suami belakangan ini membuat kekesalan Keith kembali muncul. Pada akhirnya, ia memilih diam dan menelan bulat-bulat rasa penasarannya.
Ngomong-ngomong, ini sudah delapan jam berlalu. Seth pasti sudah berada Denmark sekarang.
“Di sini kau rupanya?” Arthur asal masuk dan duduk di sebelah Keith. Dominan itu juga tak segan mencomot kentang goreng lalu memakannya dalam diam.
Keith menghela napas pelan. Ingatannya pada Seth mendadak sirna.
“Apa kau tidak merasa bosan seharian berada di rumah?” tanya Arthur seraya menatap Keith cukup intens.
Keith melirik, berpikir sejenak. “Sedikit,” jawabnya jujur.
“Ingin jalan-jalan?” tanya Arthur lagi.
Kali ini Keith benar-benar menatap Arthur. “Ke mana?”
“Kau ingin ke mana?”
Keith tampak berpikir, hingga pikirannya terpaku pada satu tempat. Tempat yang belakangan ini ingin ia kunjungi bersama Seth.
“Hm?” Arthur mengangkat sebelah alis saat Keith kembali menatapnya.
“Winnipesaukee.”
Dahi Arthur mengerut. “Kau ingin pergi ke danau?”
Keith mengangguk tanpa ragu seraya membuang pandangan ke arah lain. “Sejak beberapa hari lalu aku ingin pergi ke sana dengan Seth tapi situasi tidak memungkinkan. Seth sangat sibuk.”
Arthur melihat jam tangannya dan mulai mengkalkulasi sesuatu, sebelum bangkit dari sofa yang hal itu berhasil menarik atensi Keith. “Kau bersiaplah! Kita pergi sekarang.” Tanpa menunggu jawaban dari lawan bicaranya, dominan itu berbalik pergi.
“Pergi?” Keith ikut bangkit dan menatap punggung kokoh Arthur dengan sorot bingung. Otak Keith tiba-tiba bekerja lambat.
Langkah kaki Arthur terhenti. Dominan itu lantas melirik ke belakang. “Kau ingin ke Winnipesaukee, bukan? Ayo kita pergi sekarang.”
****
Setelah menempuh kurang lebih dua jam perjalanan, mobil yang dikendarai Arthur berbelok ke lokasi tujuan mereka.
Keith keluar dan disusul Arthur di belakangnya. Keduanya berjalan menuju pinggir danau yang ditumbuhi rumput hijau yang mampu memanjakan mata.
“Bagaimana jika duduk di sini?”
Arthur mengangguk.
Keith duduk, beralaskan rumput yang membentang luas, seraya memandangi air danau yang tenang. Karena waktu sudah hampir malam membuat suasana di sekitar menjadi sepi. Belum lagi angin malam berembus konstan membuat Keith refleks memejamkan mata, meresapi ketenangan yang diberikan alam.
Keith mendesah pelan saat perasaannya mulai membaik. Sepertinya, alasan kenapa dirinya mudah uring-uringan belakangan ini karena ia butuh 'ruang sepi'.
“Kau suka danau?”
Keith tersentak. Pria itu sontak menoleh dan tersadar jika ada orang lain bersamanya.
“Apa kau suka danau?” ulang Arthur ketika melihat Keith malah mematung diam seraya menatapnya.
Keith berdeham lalu mengalihkan pandangan, menatap permukaan air danau yang bergerak tenang. “Ya.”
“Kenapa?”
“Hm?” Keith berdeham tak paham.
“Alasan kau suka danau?”
Sedetik kemudian, Keith tersenyum kecil. Ia kembali menatap Arthur yang tampak bingung atas perubahan reaksinya yang tiba-tiba tersenyum. “Apakah alasan adalah prasyarat untuk menyukai sesuatu?” Keith balik bertanya.
Dahi Arthur mengerut dalam.
“Rasa suka itu spontan, Arthur,” imbuh Keith dengan masih mempertahankan kontak mata.
Arthur balik menatap Keith. Namun, tatapan dominan itu mengandung banyak arti, seperti ...
“Ya, seperti perasaanku untukmu. Itu muncul secara spontan.”
Keith tidak memberikan respons yang berarti. Jika biasanya ia akan mengamuk dan langsung memaki Arthur, namun sekarang lelaki itu memilih mengalihkan pandangan tanpa mengeluarkan suara sedikitpun.
“Aku pernah merasakan apa yang kau rasakan sekarang. Saat aku berumur awal dua puluhan, aku menyukai semua orang yang menurutku tampan. Tapi rasa suka itu tidak bertahan lama, bahkan hilang kurang dari dua puluh empat jam.” Keith menghela napas pelan sebelum melanjutkan ucapannya. “Jadi, jangan kau bandingkan perasaanmu itu dengan rasa suka-ku terhadap sesuatu. Karena sampai kapanpun, bahkan sampai aku mati, aku akan tetap menyukai danau.”
Angin tiba-tiba berembus agak kencang, membuat helaian rambut siapapun yang berada di sekitar danau itu akan bertebangan.
Saat Keith akan kembali termenung, fokusnya mendadak teralih ketika merasakan sesuatu. Pria itu hanya diam ketika rambutnya diusap ke belakang telinga oleh Arthur.
“Jangan bicara tentang kematian, umurmu akan panjang,” ujar Arthur seraya memukul pelan dahi Keith dengan ujung telunjuk.
Keith terkekeh kecil. Entahlah, ucapan barusan itu cukup membuat perutnya tergelitik. “Tahu dari mana jika aku akan berumur panjang?”
Arthur mengedikkan bahu. “Ah, sudahlah! Jangan membahas topik ini lagi.”
Keith menggelengkan kepala dengan masih tersenyum. “Konyol sekali.”
Arthur sontak menoleh. Matanya menyipit; menyorot ke arah Keith. “Hm? Apa kau bilang?”
“Apa?”
Arthur tiba-tiba menarik lengan hoodie sampai siku lalu mendekati Keith. “Sekarang rasakan apa yang orang konyol ini akan lakukan.”
Dan berakhir kedua orang itu bergulingan di atas rumput dan Keith tidak bisa menahan tawanya lagi saat Arthur terus menggelitikinya tanpa henti. Tidak sampai satu menit, mereka semakin tertawa seraya menatap wajah satu sama lain.
****
Ngilang bentar kemaren
14 okt 2024
KAMU SEDANG MEMBACA
DANGEROUS
Fantasy[BL] [Cheating] [M-PREG] This is a wild romance story, if you're not into it, feel free to bounce out of here ASAP! Kisah berbahaya ini dimulai ketika Arthur Raymond Gauthier pulang ke New York setelah delapan tahun menetap di Jerman. Kepulangannya...