14

1.3K 103 8
                                    



Sampai jam menunjukkan pukul tiga sore, Keith tak kunjung keluar dari kamar. Hal itu sebenarnya membuat Arthur sedikit penasaran. Apa Keith tidak lapar? Apa Keith bahkan masih terlelap? Namun pada akhirnya lelaki delapan belas tahun itu memilih acuh tak acuh dan pergi keluar dengan mengendarai mobil sport, hadiah dari ayahnya, Henry, beberapa minggu lalu.

Keith yang mendengar raungan knalpot mobil kian menjauh sontak mengangkat wajah dan menatap pintu balkon yang tertutup dengan sorot berkunang-kunang. Jujur, dia sangat-sangat lapar. Bahkan untuk bernapas saja ia merasa kesulitan. Belum lagi tenaganya benar-benar terkuras semalam. Namun, Keith tidak berani keluar kamar. Dia takut Arthur akan memakainya lagi ketika mereka bertemu.

Merasa Arthur tidak berada di rumah, Keith langsung bangkit dan berjalan menuju dapur dengan langkah cepat. Saat menuruni anak tangga, ia mencengkeram erat besi tangga agar tubuhnya tidak oleng akibat rasa lemas. Di dapur, Keith menyambar sebungkus roti tawar dan membuka bungkus pengait dengan tangan gemetar. Ia duduk di kursi makan dan memakan roti tawar tanpa olesan selai dengan rakus. Dia bahkan beberapa kali terbatuk karena tersedak akibat terburu-buru mengunyah dan menelan.

Setelah menghabiskan lima potong roti barulah ia mulai merasa kenyang. Keith kembali menutup bungkusan roti tawar setelah meneguk dua gelas air dan menaruhnya di tempat semula. Dia cepat-cepat kembali ke kamar sebelum Arthur kembali. Keith berada di posisi di mana ia sangat terganggu sekaligus takut untuk berada di dekat lelaki delapan belas tahun itu.

Saat kakinya hendak menginjak anak tangga, bersamaan dengan itu pintu rumah terbuka. Keith sontak membulatkan mata ketika melihat Arthur berjalan masuk seraya membawa sekotak pizza serta beberapa bungkusan entah berisi apa. Ketika keduanya saling melempar pandangan, Keith lebih dulu memutus tatapan dan bergegas pergi sebelum suara Arthur menahannya.

"Temani aku menonton!"

Keith mematung. Dia ingin menolak namun ragu dan takut.

"Aku benci penolakan." Arthur menambahkan seraya berjalan menuju ruang keluarga, tempat Seth dan Keith bersantai sekaligus menghabiskan waktu bersama sebelum kedatangannya.

Sepeninggal Arthur, Keith lantas meremas kedua tangannya yang tiba-tiba berkeringat. Napasnya mulai memberat dan perasaannya kembali berubah tidak nyaman.

"KEITH!" Teriakan Arthur menggema memecah suasana rumah yang sangat sunyi.

Keith refleks memutar arah dan berjalan ke arah ruang keluarga yang pintunya sudah terbuka lebar. Keith memasuki ruangan itu sembari menunduk.

"Tutup pintu!" titah Arthur yang lagi-lagi dituruti oleh Keith.

Arthur lantas bergeser, seolah memberi kode agar Keith duduk di sebelahnya. Setelah Keith duduk, Arthur mulai memilih daftar tontonan di televisi dan pilihannya jatuh ke salah satu seri Fast and Furious. Arthur menonton dalam diam seraya mengunyah pizza yang tadi sengaja ia beli. Ia bahkan tidak repot-repot menawari Keith yang sejak tadi hanya diam.

"Ambilkan aku air!" perintah Arthur beberapa menit setelah film berjalan, tanpa menatap Keith.

Keith yang sejak tadi melamun sontak menoleh karena tidak mendengar dengan jelas apa yang dikatakan Arthur.

Merasa Keith malah menatapnya membuat lelaki lebih muda itu sedikit melirik ke samping. "Aku haus. Ambilkan air untukku!"

Dahi Keith mengerut. Tatapannya teralih ke depan, tepatnya ke meja di hadapan mereka yang terdapat satu buah teko berisi air serta gelas.

"Cepat!"

Keith sontak bangkit dan menuang air dari teko ke dalam gelas kaca lalu memberikannya kepada Arthur. Arthur merampas gelas itu dan meminum isinya hingga tandas. Setelahnya, dia memperbaiki posisi duduk dan kembali larut dalam tontonannya. Hingga beberapa menit kemudian, tangan kanan Arthur terjulur ke belakang pundak Keith yang duduk di sebelahnya dan mendorong pria manis itu untuk duduk lebih dekat.

DANGEROUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang