NMF 14: Mulai menerima

3.9K 196 6
                                    

⚠️WARNING ADULT STORIES!

Udah follow belum? Kalau belum follow dulu dong+masukkan ke perpus biar dapat notif dari aku TERCINTAH💋

Jangan hanya baca, tinggalkan vote+komen kalian.

JANGAN SIDER!

____

"Sialan! Daddy semakin mencintaimu!"

Daniel akhirnya mengeluarkan miliknya dari mulut anak itu. Nino terbatuk setelah sisa-sisa cairan putih lengket tersebut masih ada didalam mulutnya. Nino menatap bringas pria didepannya dengan rahang yang mengeras. Pertama kalinya pria itu menjelajah mulutnya menggunakan miliknya yang besar.

"Daddy masih belum puas!"

Setelah menarik celananya, Daniel langsung mengangkat tubuh itu hingga kakinya mengangkang dan memasukkan miliknya kedalam lubang hole Nino. Anak itu tak kuasa menahan sakit hingga ia mengeluarkan desahannya dengan sangat kuat. Daniel menarik senyum smirknya. Kemudian, jari-jarinya yang besar itu masuk kedalam mulut Nino dan memainkan lidahnya.

"Ungghhh!"

"Apakah kamu tau Babe? Daddy pikir Daddy tidak akan bisa melupakan masalalu Daddy."

"Mphh!?"

"Tapi ternyata bisa! Namun mirisnya, Daddy malah mencintai seorang anak yang notabene nya adalah anak dari orang yang Daddy benci."

Daniel mengusap air mata Nino yang keluar dari ujung matanya. Tampangnya kini benar-benar kacau. Sudah tidak ada lagi harga dirinya sekarang karena dipermainkan secara brutal didalam bilik toilet. Daniel mengeluarkan tangannya dari mulut Nino dan memperhatikan telapak tangannya sebentar. Telapak tangan dan jari-jarinya kini sudah dibaluti oleh saliva anak itu.

"Dad--dy."

____

Apa hebatnya dia sampai-sampai Nona tak bisa melupakan dirinya hah? Saya rasa, saya pasti lebih pantas dan lebih baik dari pada dia, iya kan!?

Huft begitulah jatuh cinta, Er. Mereka tidak peduli dengan apapun kekurangan atau kelebihan orang yang mereka cintai. Mereka seolah buta oleh rasa yang ada dihatinya.

Erlangga menghembuskan nafas lelahnya. Ditengah hiruk-pikuk yang terdengar disana, tak membuat pria berkemeja itu terganggu sedikitpun. Yang ada ia seperti menikmati suara heboh dari pengunjung taman bermain siang itu.

Seperti biasa, ia kembali melamun memerhatikan sepatunya. Ia menunduk dengan siku yang menopang diatas paha. Ramainya orang yang lewat tak membuatnya mengangkat kepala dan memperhatikannya satu-persatu. Kepalanya sibuk berpikir. Bagaimana menjadi seseorang yang sempurna, yang mampu membuat hati 'Nona' nya melupakan masalalu yang buruk itu, dan memilih beralih kepadanya.

Sepatu pantofel dan sandal gunung yang tepat berhenti didepannya, berhasil membuat Erlangga mengangkat kepalanya hingga berdiri setelah mengetahui siapa yang berhenti. Erlangga langsung berjabat tangan dengan pria formal itu dan tersenyum kepada seorang bocah yang sedang bergandengan dengan pria tersebut.

"Apa kamu mau bermain juga disini?"

Erlangga mengelak dan mengusap belakang lehernya. Tentu saja tidak. Dia bukan anak kecil yang isi otaknya hanya bermain. Ia kesini untuk menyendiri dan menikmati suara-suara ketakutan dari anak-anak akibat bermain wahana. Dan sekalian juga, ia membeli cemilan yang dari dulu menjadi kesukaannya. "Tidak Tuan."

Erlangga kini mengalihkan atensinya kepada bocah imut yang sedaritadi menatap lugu dirinya. Ia berjongkok untuk menyamakan tingginya dengan bocah yang digandeng pria itu. "Kamu mau?" tanya Erlangga seraya memberinya lolipop berukuran sedang kepada anak itu.

"Adek mau? Ambil lah."

Tentu saja setelah izin dari Papanya, ia pun melepas tangannya dari gandengan pria itu. Kemudian mengambil dengan ragu lolipop dari Erlangga hingga akhirnya tersenyum dan mengucapkan terimakasih.

"Sama-sama." Erlangga berdiri dari jongkoknya dan mendekat ke telinga pria yang menjadi orangtuanya. "Tuan Jeano kapan punya anak lagi? Bukannya yang terakhir Renza?" bisik Erlangga.

"Ceritanya panjang. O iya, apa kamu melihat Daniel?"

Erlangga menggeleng. Sejujurnya ia tak tau apakah pria yang disebutkan itu pernah lewat didepannya atau tidak. Erlangga teringat sesuatu. Seorang bocah yang waktu itu ia lihat dikantor, siapanya Daniel? Tentu ia tak punya nyali untuk bertanya hal sepele seperti itu. Namun sekarang adalah waktu yang tepat untuk bertanya kepada seseorang yang tinggal satu atap dengan Daniel. Jeano Alexas.

"Maaf Tuan jika aku bertanya yang kurang sopan. Waktu itu Bos pernah bawa anak kecil ke kantor. Itu, siapa ya?"

"Laki-laki?"

"Iya."

"Oo, itu anaknya."

Mata milik Erlangga membola. Anak? Kapan Bos nya menikah dan punya anak? Kenapa satu kantor tidak ada yang tahu soal itu? Ah tidak. Lupakan itu. Yang terpenting sekarang jika itu adalah anak, lalu apa tujuan Daniel melakukan hal sembrono yang Erlangga lihat beberapa waktu yang lalu? Erlangga harus bertanya tuntas disini. Karena tak ada lagi yang akan tau tujuan pria itu selain saudara yang selalu bersama setiap hari.

"Tapi waktu itu, saya lihat Bos lagi--."

"PAPA AYO PERGI!"

Rengekan dari Evan yang meminta Jeano untuk kembali melangkah, membuat Erlangga terpaksa menghentikan ucapannya. Bocah kecil itu tengah menarik-narik jas yang dikenakan Jeano hingga pria itu terpaksa pasrah mengiakan. Lalu setelahnya, Jeano kembali menggandeng anak bungsunya dan pamit pergi kepada Erlangga.

"Huft, kepada siapa lagi aku harus bertanya?"

____

Daniel memeluk erat pinggang ramping milik seseorang yang kini tengah duduk diatas pangkuannya. Sesekali ia mencium pinggang mulus anak itu. Nyaman sekali rasanya tak ada pengganggu yang mengganggu dirinya walaupun kini sedang berada ditempat umum.

"Daddy, lepasin Nino sekarang ya."

"Tidak. Daddy tidak mau."

"Tapi nanti kalau Papa sama yang lainnya nyariin kesini bagaimana?"

"Tenang saja, mereka tidak akan sampai datang kemari, honey."

"Hmm nggghhh!"

Gesekan tangan kekar milik Daniel dengan milik Nino membuatnya mengerang kenikmatan. Nino berusaha menyingkirkan tangan itu dari miliknya namun nihil. Sekarang ia benar-benar dibuat nikmat lagi oleh pria tiga puluh tahun itu. Sedari tadi, ia sudah sering keluar hari ini. Lalu sekarang apa ia harus keluar lagi?

"Mmphh Dad--dy, ja--ngan."

"Huuhh huuhh calm down Babe."

Tidak tahan lagi. Semakin lama kecepatan gesekan tangan pria itu semakin bertambah. Apalagi milik pria itu yang kembali bangun dibalik celananya, dan membuat Nino semakin tidak nyaman.

"Dad--dy Daddy stop! Nino bakal--."

Seorang laki-laki yang tengah mencuci tangannya di wastafel, mengangkat kepalanya dengan cepat. Ia menatap dirinya dari pantulan cermin dengan dua alis yang saling bertautan. Setelahnya, ia pun mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan yang berguna untuk membuang hajat. Suara itu, seperti...

___

Hai readers thanks udah mampir. Jangan lupa vote+komen karena itu gratis tanpa dipungut biaya apalagi sampai dipotong pajak. Jan lupa follow akun ku.

️JANGAN SIDER, HARGAI AUTHOR YANG GILA MENCARI IDE! VOTE+KOMEN APAPUN SAYA TERIMA. RAMAIKAN AJA BAB INI, TERIMAKASIH SENGKU TERCINTAH💋SEMOGA DICINTAI BALIK SAMA DIA YAH.

Gomen lambat update bentar lagi ujian sayang💋

NOT MY FATHER! (1821)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang