NMF S2 35: Pantai

1.6K 89 7
                                    

Warning adult stories!

Menerima request-an alur🤏

HAPPY READING 😋

============================

Teriknya panas matahari membuat jutaan ton pasir terasa menghangat saat menyentuh kaki. Air yang pasang surut mengenai kaki putihnya, membuatnya merasa tertarik menuju laut. Ia tak khawatir akibat panas dari mentari yang terasa mematikan. Karena, kulitnya merasa terlindungi akibat tabir surya yang ia pakai sebelum menuju kesini.

Dekapan seseorang yang datang tiba-tiba, membuatnya mendekatkan kepalanya menyentuh lengan orang itu. Seraya menikmati air laut yang jernih, tangannya terjulur memeluk pinggang pria disampingnya. Hangatnya matahari yang menyinari bumi tak membuatnya merasa kepanasan, apalagi waktu yang sudah melewati masa tengah hari.

"Please, ini cuaca udah panas. Jangan bikin hati gue makin panas aelah," ucap seorang jomblo akut ketika melihat mereka berdua. Pandangannya sangat fokus menatap dua orang yang tengah mesra didepan air laut sembari heran, apakah duo bucin itu tak merasa panas berdiri disana? Ia saja yang sudah berlindung dibawah payung pantai, tetap merasa kepanasan dengan pedihnya panas matahari yang terasa menyiksa diri.

Selang beberapa detik, seorang lelaki lain dengan baju pantainya yang dibiarkan terbuka, berjalan kearah Natha membawa sebuah semangka. Tatapannya juga tak luput dari duo bucin yang ada disana saat berjalan. Lelaki itu berdecih pelan. Kapan ia merasakan hal yang sama seperti demikian yang ia lihat?

"Perih banget mata gue liatin mereka," ujarnya berkacak pinggang didepan Natha. Lelaki itu masih terfokus kepada duo orang itu, hingga keduanya saling peluk dengan Daniel yang mencium kening anak didepannya. "Gue juga mau kayak gitu, anjing!" umpatnya kian kesal membuat semangka tadi terbelah menggunakan kepalanya. Ekspresinya yang semula marah, kini kembali stabil. Satu potong semangka yang tidak rapi itu, ia sodorkan kepada Natha yang sedikit syok melihat adegan tadi. "Cemburu, bikin lo jadi kuat kah?" tanyanya masih dengan ekspresi yang sama.

"WOI UDAHAN DULU BUCINNYA! INI GUE BELAH SEMANGKA BUAT SEMUANYA!" teriak Edward dengan semangkanya yang sudah berada diatas piring plastik. Matanya masih terfokus kepada Daniel dan Nino seraya yang lainnya mengambil satu orang satu, semangka segar berwarna merah itu. Jeano yang sudah selesai dengan teleponnya pun, ikut mencomot buah itu seperti yang dilakukan oleh anak-anaknya barusan.

Sebelum benar-benar memasukkan buah yang kaya akan air itu kedalam mulut, Jeano melirik sejenak kepada Nino dan Daniel yang tengah berjalan menuju mereka. Tatapan yang penuh makna itu dilihat oleh Alvarez dan membuat anak itu menyiku papanya dengan sedikit tenaga ekstra. "Kami gak butuh Mama! Jadi, gak usah kepikiran buat punya bini baru!" peringatnya kejam memakan semangkanya dengan sangat rakusnya.

Jeano yang mendengar hanya tertawa kecil sembari mengusap bekas siku dari Alvarez. Setelahnya, tangannya terjulur mengusap puncak kepala anak ketiga nya itu dengan senyum manisnya. "Iya-iya. Sejak kapan kamu belajar ngomong panjang kayak gini?" tanya Jeano usil membuat Alvarez semakin murka. "Jangan sentuh!" tepisnya mengenai tangan kekar milik papanya.

Setelahnya, kini semua berkumpul menikmati buah yang segar sembari disuguhi pemandangan yang indah. Natha mendekat ke telinga Edward untuk membisikkan sesuatu. Tentu saja semua untuk keselamatan batin mereka masing-masing. Tidak ada yang memiliki pasangan disini selain duo bucin itu.

Dimulai, dari permainan bulu tangkis yang dilakukan dua lawan dua yaitu Nino dan Edward. Awalnya semua berjalan lancar hingga akhirnya Edward yang bermain keras, membuat Nino kesusahan membalikkan serangan Edward.

"Abang! Jangan keras-keras!"

"Hah!? Abang gak denger!" Langsung, Edward melempar bulu kok itu ke udara dan memukulnya dengan raket sekuat tenaga. Bola bulu yang terbang tinggi membuat Nino mengambil ancang-ancang untuk melompat meraihnya.

"Aduh!" keluhnya yang tak berhasil, dan malah jatuh diatas ribuan pasir. Edward segera berlari mendekati Nino hendak menolong. Tetapi, ia membeku melihat jaket tipis yang membalut tubuh Nino, terbuka. Disana, ia disuguhi oleh dada yang tak ditutupi apa-apa itu. Dadanya terlihat mulus melebihi milik perempuan. Walaupun tidak bengkak, tetap saja ia sedikit tergoda dengan senyum smirknya yang tersungging di wajah tampannya.

"Tidak usah melihat seperti itu. Atau ku congkel mata mu keluar dari tempatnya," ancam Daniel yang tiba-tiba telah berdiri dibelakang Edward. Segera lelaki itu memutar kepalanya dengan senyum masamnya. "Hehe, eh kayaknya Alvarez pengen semangka lagi," ujarnya pada Daniel seraya menggaruk pipinya yang tidak gatal, lalu pergi dari sana.

Edward akhirnya berlari menuju kakaknya yang tengah bersandar diatas kursi. Ia menghirup udara rakus dengan tangannya menyentuh lutut. Ia kembali menghirup nafas panjang, sebelum berbicara tentang hal yang ia lihat sebelumnya.

"Mulus banget cok, dadanya. Kalau tanding sama cewek kayaknya dia bakal menang!" adu Edward yang sudah berdiri didekat Natha. Anak sulung Jeano itu menegakkan tubuhnya sesaat sebelumnya terlentang diatas kursi. Ia membuka kacamata hitamnya dan memperhatikan Daniel dan Nino yang berdiri tak jauh dari mereka.

Kenapa resletingnya kebuka!?

Daddy jangan marah. Kan gak sengaja.

Daddy gak suka orang lain liat tubuh kamu, kayak Edward tadi.

"Semulus itu? Jadi penasaran. Boleh lah kita permainin lagi," gumam Natha tersenyum iblis ketika melihat Daniel menarik tangan Nino menjauh dari sana.

============================

Matahari kini sudah sedikit bergerak kearah barat. Panasnya tidak sepanas melihat duo bucin yang sedang kasmaran. Angin yang berhembus terasa menyejukkan. Air laut juga sudah bercampur dengan cahaya orange dan menghasilkan efek yang sangat cantik dipandang mata.

Didepan air laut yang pasang-surut, Nino duduk beralaskan sandal dengan menekuk lututnya. Matanya tak berhenti menatap empat orang lelaki yang tengah bermain air disana. Kelihatan menyenangkan, membuatnya ingin bergabung. Tentu saja, ia canggung jika tak ada yang menyeretnya kesana.

"Lho, kamu kok gak ikut berenang juga?"

Seseorang yang masih kering dan telanjang dada kini berdiri disamping Nino. Ia mendongak menatapnya dan menggeleng sebagai jawaban. "Kenapa? Kamu gak bisa berenang?" tanya lelaki itu lagi dan membuat nino kembali menggeleng.

"Yaudah kalau gak ada alasan, ayok ikut Abang. Kita berenang sama-sama," ajaknya menarik Nino masuk kedalam air. Semua yang tadinya sibuk sendiri, ikut menghampiri Natha dan Nino yang baru saja bergabung. Edward mendekat, menerima uluran kacamata renangnya dari Natha.

"Orang berenang, bajunya dilepas."

Sederhana, namun tak bisa dilakukan mudah oleh Nino. Ia teringat perkataan Daniel sekitar satu jam yang lalu. Daddy gak suka orang lain liat tubuh kamu, kayak Edward tadi. Langsung ia merinding kala memang harus melakukan itu dihadapan sesama jenisnya.

"Gak usah deh bang kalau gitu. Nino main ditepi aja," tolak Nino lembut kepada Edward. Alvarez ikut mendekat sesaat sebelumnya berpacu renang dengan Renza tadi. "Kenapa lo gak mau buka baju? Emang kita kita ini cewek? Atau justru lo yang cewek?" imbuhnya datar namun terasa menusuk ginjal.

"Bu-bukan gitu. Nino gak bisa buka baju dihadapan banyak orang kayak gini."

"Tapi kan ini kita."

"Tetep aja, Nino malu."

Semuanya kini saling melempar pandangan heran. Kenapa dengan anak ini? Apa yang membuatnya malu? Dari gaya bicaranya, Nino lebih seperti ke takut daripada malu.

Disisi lain, Daniel yang selesai mengambil sesuatu dari mobil, celingukan mencari Nino. Ia yang ingin mencari cepat memutuskan menghampiri Jeano yang tengah bersantai menikmati keindahan langit.

"Apa kau melihat Nino?"

"Entahlah, tadi bukannya bersamamu?"

"Aku menyuruhnya menunggu ditepian. Tapi sekarang aku tak melihatnya lagi disana."

Jeano membuka kacamatanya. Ia melihat ke tepian laut dan tak menemukan orang yang dicari adiknya. Jeano berpikir. Ia kembali mengenakan kacamatanya dan menunjuk kerumunan yang berdiri agak ketengah.

"Cari saja disana."

============================

Jan lupa follow 😋

See you next time 💋

NOT MY FATHER! (1821)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang