NMF S2 41: Kesialan

1.1K 71 3
                                    

Warning adult stories!

HAPPY READING 😋

============================

Rumah minimalis yang cukup luas kini benar-benar sepi dari siapapun. Waktu hampir menunjukkan tengah malam. Kurang lima menit lagi pergantian hari. Seperti kebanyakan remaja lainnya, kali ini Nino merayakan sendiri kekurangan umurnya. Entah kenapa, Erlangga dan Violet belum pulang dari tadi. Selepas dari Daniel, ia mendadak ingin pulang karena mendapat telepon penting dari seseorang.

Tinggallah, Nino seorang diri didapur dengan cahaya rumah yang sangat redup, bak rumah hantu.

"Biasanya ada Raden. Dia lagi apa ya kira-kira?"

"Ngghh udah! Cukup!"

Raden langsung berdiri dari tidurnya dan berlari cepat menuju pintu. Sebentar lagi pergantian hari, ulangtahun sahabatnya. Setelah mendapat pesan jika Nino tengah sendirian dirumah sekarang, langsung remaja itu ingin cepat-cepat datang menemaninya disana. Namun, pria berkaos hitam pendek itu tak memberinya ijin. Layaknya raja kepada pengawal, sering memerintah dan jika melanggar maka ia akan dikenai hukuman.

Raden kalah cepat. Andra malah menarik tungkai kakinya hingga membuatnya jatuh menelungkup. "Mau kemana, hm?" tanya pria itu menahan tubuh kecil itu agar tidak lagi kabur darinya.

"Udah gue bilang, gue mau ngerayain ultah temen gue!"

"Tidak dengar suara gerimis? Sebentar lagi turun hujan!"

"Gak peduli! Temen gue lebih penting!"

Tak kunjung dituruti, kakinya ditarik oleh Andra hingga bajunya mengepel lantai rumah. Ia berusaha memegang benda apapun agar ia tak terseret lebih jauh. Tentu saja, kekuatan mereka yang berbeda membuat Raden selalu kalah.

"Maafin gue, gak dateng. AAAA NONI BELANDA! TOLONGIN GUE!"

"Ya pastinya bahagia dan ceria. Dia kan udah ditemenin sama om Andra," tutur Nino tersenyum dengan tangan memangku wajah. Ia teringat sesuatu. Langsung ia membuka layar ponselnya dan melihat jam yang hanya butuh satu menit lagi untuk mencapai pukul dua belas tengah malam.

Buru-buru Nino meletakkan kembali ponselnya dan mengambil korek. Ia menyalakan apinya dan menatap bahagia kepada api yang menyala. "Semoga tahun ini, gue banyak dapat berkahnya. Banyak dapat untung, makin ganteng, makin pinter dan yang paling penting, mama selalu sehat dan selamat."

Tepat, angka jam yang ada di layar ponselnya kini sudah menunjukkan angka nol nol. Segera ia meniup api yang ia nyalakan melalui korek. Nino menghembuskan nafasnya pelan. Meletakkan kembali korek tadi keatas meja sambil berpikir, tak menyangka jika ia sudah genap delapan belas tahun.

Oke saatnya tidur. Hanya sebatas itu saja. Nino hanya ugal-ugalan sok-sokan meniup lilin ulang tahun. Saat hendak membalikkan badannya, rumahnya seketika gelap gulita tanpa ada sedikitpun penerangan. Ia memang menyukai gelap, namun remang. Jika gelap bak kubur seperti ini, jiwa lakinya tentu akan hilang dan musnah begitu saja. "Mama."

"Alamak mati lampu. Baru juga delapan belas tahun masa iya kena sial mati lampu?" omelnya tak terima entah kepada siapa. Serius, ini semakin merinding. Hujan yang tadi hanya terdengar gerimis berubah jadi hujan yang cukup lebat. Kilat yang bersahutan membuat Nino mengusap belakang lehernya.

"Gak lucu banget. Mati lampu, hujan lebat, kilat. Dahlah mantap kali," gumamnya pelan meraba-raba meja mencari handphone. Ia cukup lega dengan modal cahaya senter dari handphonenya. Namun, semua kembali menakutkan ketika senter itu mati dengan sendirinya. "Alamak, lowbat!" gerutunya menyaksikan handphone nya yang tak bisa dihidupkan kembali.

Suasana semakin mencekam. Bulu kuduknya merasa merinding. Pikiran Nino mulai aneh-aneh. Ia berpikir bagaimana nanti jika ada sesosok hantu yang mengetuk pintu rumahnya? Bagaimana hantu itu jika masuk dengan paksa. Tidak! Tidak boleh berpikir seperti itu. Nino harus mengalihkan pikiran buruknya segera.

"GUE MAU PUNYA ANAK CEWEK!" pekiknya membuat seluruh ruangan menggema. Nino membuka matanya yang terpejam erat. "Iya juga. Gue mau punya anak cewek. Tapi, keluar lewat mana?" tanyanya mulai pusing sendiri. Secara ia kan akan married dengan pria mesum itu. Bagaimana caranya ia bisa mendapatkan anak dari pernikahan sesama jenisnya tersebut?

"Yaudah deh adopsi aja," gumamnya pelan tersenyum senang. Ia yang tampan ini memang cerdas menemukan solusi. "Yang tujuh tahun aja deh. Biar gak dicabulin sama om-om nafsuan parah itu," sambungnya dengan tangan menumpu wajahnya yang ceria. Tak sadar, jika badai tengah bertengkar diluar rumah. Nino melirik jendela yang ada didekat wastafel. Ia merasa ada yang memperhatikannya dari arah sana.

"Bagusnya namanya siapa ya?" Ia bertanya sendiri, hanya untuk menyingkirkan pikiran buruknya. Namun dilihat-lihat memang seperti ada pria tegap, yang tengah berdiri didekat sana.

"Baaa!"

"SETAN KUTILANG! BAPAK LU GUE SUMPAHIN JANDA!"

Seketika, semua lampu yang ada dirumah menyala terang benderang. Nino dibuat silau oleh seseorang yang tadinya mengejutkannya. Seseorang itu muncul dibalik meja dengan wajah yang terkena cahaya senter dari bawah. "Evan?"

"Hahaha happy birthday," ucapnya riang diikuti beberapa keluarga Alexas yang muncul entah darimana. Nino memperhatikan sekelilingnya yang tiba-tiba saja penuh dengan balon dan pernak-pernik hari jadi. "Loh loh, ini kapan--."

"Maaf ya sayang. Kita buat kamu takut tadi," ucap Jeano, yang berjalan dari kegelapan didekat pintu masuk. Sebuah cake yang didominasi warna putih, bertengger didepannya. Nino benar. Ada orang yang sedaritadi berdiri didepan pintunya. Namun kenapa bajunya tidak basah?

"Happy birthday ya sayang. Sampai kapanpun, kamu bukan calon adiknya Papa. Tapi, kamu adalah bagian dari anak-anaknya Papa."

Nino tersenyum hangat. Ia menerima uluran cake yang diberikan kepadanya. Hingga, ia melirik pria lain yang tengah berjalan mendekat kearahnya dengan satu tangan yang berada dibelakang punggung.

"Loh, katanya ada telepon penting!" sarkas nya cepat menyadari Daniel ikut hadir disana. Pria itu semakin dekat, hingga Nino mendongak menatap kepadanya. "Benar. Tapi, hari kelahiran kesayangan Daddy jauh lebih penting," godanya pelan dengan sebuket mawar putih ia hadiahkan kepada calon pasangannya.

Nino tertegun, bunga didepannya berwarna cerah dan nampak sangat indah. Ditambah bunga itu adalah betulan mawar putih yang tampak masih segar. Daniel melirik sekelilingnya. Kemudian dengan cepat ia mendekatkan wajahnya dan mencium bibir Nino dihadapan keluarganya.

"Mmpphhh!"

"Cie cie. Udah dong nanti aja mesranya. Jiwa jomblo gue membara nih," ucap Edward yang tadinya baru saja tiba. Ia bertepuk tangan melihat hal mesum yang terjadi didepannya. Hingga tak sadar melirik kepada adik bungsunya yang memperhatikan dua pasangan itu tengah bercumbu ria. "Eh eh NANTI AJA WOI LAH ADEK GUE! MATA ADEK GUE UDAH GAK SUCI!" teriaknya bak orang kesetanan.

"Sudah lah, kau punya banyak waktu ketika kami pergi nanti."

Daniel melepaskan ciumannya ketika saudara tirinya ikut menjulid. Ia menyerahkan buket mawar itu kepada Nino. Wajah anak itu terlihat senang dan gembira. Melihat keluarganya yang lain rela datang jauh-jauh hanya untuk memberinya kejutan yang membangongkan ini.

Dering telepon yang berbunyi membuat Daniel segera merogoh saku celananya. Ia sempat bicara pada peneleponnya hingga menempelkan benda pipih itu ditelinga kekasihnya.

Hanya beberapa kali balasan saja, cake dan bunga mawar yang dipegang erat oleh Nino jatuh ke lantai. Bola matanya membulat dengan mulut yang bergetar. Lututnya ikutan bergetar dengan kaki yang terasa tak menapak lagi dilantai. Kesialannya dihari pertama saat menginjak umur delapan belas tahun bukan hanya soal mati lampu, namun juga tentang...

"Papa bakal ngirim alamatnya. Adek gak boleh datang sendiri. Suruh Daddy kamu temenin oke?"

============================

Jan lupa follow 😋

See you next time 💋

Hbd anakku🤩semoga panjang umur ya wkwkwk.

NOT MY FATHER! (1821)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang