26. TIDAK TEPAT

1.1K 66 2
                                    

Annyeong

Selamat hari Senin semuanya

Jangan lupa selalu bersyukur🥰

Happy reading 🥰

•••

Debora menyelipkan rambutnya yang berterbangan karena angin. Di pejamkan nya matanya sesaat untuk menikmati angin sejuk sore hari serta aroma danau yang menenangkan di temani dua angsa yang sedang asik berenang seolah tidak memiliki masalah hidup.

Debora menunduk lalu memegang perut datarnya. "Kenapa lo harus hadir di waktu yang gak tepat?"

Setelah perbincangan dengan keluarga selesai Debora langsung pergi, duduk di meja makan dekat danau dan menikmati keindahan danau yang tidak pernah dia nikmati sebelumnya. Semenjak menikah dengan Bina, Debora tidak pernah benar-benar mengetahui bagaimana rumah suaminya itu. Setiap harinya dia bangun pagi langsung berangkat bekerja, hanya sesekali Debora ikut sarapan bersama sedangkan untuk makan malam bersama hanya beberapa kali ketika Debora pulang cepat.

Debora menghela nafas, dia masih tidak mengerti dengan keputusan semua orang. Terutama Oma, yang membolehkan dia untuk menggugurkan kandungannya, namun menentang keras keputusan nya untuk bercerai.

Debora sadar alasan dia untuk berpisah terlalu sepele. Tapi ini perihal hati dan perasaannya. Debora juga baru sadar, sejak mengenal Bina, dia sama sekali tidak pernah menunjukkan bagaimana perasaannya yang sebenarnya. Debora hanya menunjukkan pada Bina sisi kuat, keras dan juga egoisnya. Debora tidak pernah berani menunjukkan sisi lemahnya pada Bina.

Debora tidak pernah bercerita tentang masa lalunya, tentang dirinya, tentang keluarganya, bahkan tentang alasan dia membenci ibu tirinya. Walaupun sebelumnya Bina pernah bertanya mengenai hal tersebut. Namun, rasanya masih begitu sulit untuk menunjukkan dan berbagai semua hal tersebut pada Bina. Padahal seharusnya jika benar Debora mencintai Bina, semua hal tersebut pasti sudah dia bagi pada Bina.

"Ngapain lo kesini? Sana pergi!" Usir Debora pada Deril yang tiba-tiba datang dan duduk di sebelahnya. "Lo jangan ganggu gue dan sok ikut nasehatin gue. Gue gak butuh!"

"Gue tau, gue kesini bukan untuk itu," kata Deril lembut. Tidak seperti biasanya.

Debora melirik Deril sesaat, entah mengapa dia merasa ada yang aneh dari adiknya itu. Akhir-akhir ini sikap Deril padanya jauh lebih lembut.

"Terus mau ngapain? Mau ngajak gue ribut?" tanya Debora galak. "Jangan sekarang deh, gue lagi gak mood."

Deril berdecak, mau bagaimana pun keadaan dan Situasi yang telah terjadi, Debora tetaplah Debora kakak nya yang sangat menyebalkan dan selalu berpikiran negatif tentang nya.

"Gue... Gue mau..."

"Mau apa?" tanya Debora tidak sabaran. "Sejak kapan lo ngomong jadi gagu gitu?"

"Gue... Gue mau minta maaf sama lo." Ucap Deril akhirnya.

Debora yang tadinya menghadap danau lantas langsung duduk menghadap pada Deril. "Lo demam?" Debora meletakkan punggung tangannya di jidat Deril, suhu tubuh Deril normal. "Dalam rangka apa lo minta maaf?"

"Gue minta maaf atas nama mama yang dulu pernah ada niatan nitip Lo ke panti asuhan." Deril menatap Debora dengan wajah merasa bersalah. "Gue juga minta maaf karena udah berpikiran buruk tentang Lo, sering melawan dan buat lo kesal."

Bukannya terharu, Debora malah terkekeh. "Kayaknya lo benaran sakit deh ril. Selama lo hidup di dunia ini, ini pertama kalinya lo minta maaf sama gue."

"Gue minta maaf karena gue tau gue dan mama salah."

"Selama ini juga lo udah sering salah, kenapa baru sekarang minta maaf nya?"

"Jadi Lo maafin gue sama mama atau enggak nih?" tanya Deril kesal. Debora memang tidak bisa di lembutkan.

Debora menggeleng. "Jelas enggak lah, lo pikir segampang itu?"

Deril menghela nafas panjang, ingin rasanya dia berteriak di depan wajah Debora sekarang juga. Namun dia tau jika saat ini keadaan Debora sedang tidak baik-baik saja.

"Yaudah, gue juga gak maksa." Deril berdiri. "Lo emang gak cocok di baikin."

"Yang minta di baikin sama lo siapa? Gak ada!" balas Debora. "Udah sana lo pergi!"

"Iya ini gue juga mau pergi, gak usah marah-marah dong kasihan ntar ponakan gue sifatnya kaya lo."

"Sialan lo!" Kesal Debora karena mendengar kata keponakan.

Tak ingin membuat Debora semakin kesal, Deril pun memilih untuk pergi. Baru setengah jalan, semua orang yang ada di dalam rumah keluar.

Debora yang melihat segerombolan orang di sana kemudian menggeleng-gelengkan kepala lalu kembali melihat kearah danau.

"Heran, kompak banget." Gumam Debora. "Keluar aja sekampung."

"Deril, itu kakak kamu sekalian di bantu kesini,' suruh Salma.

Debora yang mendengar namanya di sebut kemudian menoleh. "Kenapa ma? Aku masih mau di sini."

"Udah sore, kamu harus pulang Bor," kata Salma lagi.

Debora menaikan alisnya. "Pulang? Pulang kemana?" Tanyanya pelan yang jelas tidak di dengar. "Gue di suruh pulang ke rumah papa?" tanya Debora pada Deril yang sudah berdiri di depannya.

Deril mengedikkan bahu tanda tidak tau. "Buruan berdiri." Suruh Deril tidak sabaran.

"Lo gak liat kaki gue lagi sakit?!" Balas Debora sewot

Kesal dengan Debora yang lamban, Deril pun menggendong tubuh kakak nya itu agar lebih cepat sampai.

"Pulang kemana? Ke rumah papa?" tanya Debora langsung ke Salma saat sudah di turunkan. "Aku gak mau ke rumah papa."

Jika di suruh memilih antara rumah keluarga Bina dan rumah papanya. Debora lebih memilih untuk tinggal di rumah keluarga Bina, walaupun sebenarnya Debora tidak suka kedua rumah tersebut. Tapi setidaknya jika di rumah keluarga Bina, Debora tinggal di paviliun yang artinya juga beda rumah dan kemungkinan bertemu dengan keluarga Bina pun kecil. Tapi jika di rumah papa nya, yang ada Debora di nasehati sepanjang malam, belum lagi Danis yg banyak aturan serta Deril yang sering kali memancing emosi nya.

"Ke apartemen kamu Bor," kata Dina seraya merapikan rambut Debora yang berantakan karena angin.

"Kamu kan gak suka sama keluarga in..." Ucapan Nining terhenti ketika Salma menyenggol lengan Nining sambil melotot. "Emm maksudnya teh, kamu kan sama Bina lagi berantem jadi Oma nyuruh kalian untuk tinggal berdua biar bisa Saling koreksi dan baikan. Iyakan Oma?" Ujar Nining seraya merangkul lengan Oma.

Debora menganggukkan kepala pelan, sedangkan dalam hati dia begitu senang. "Oh yaudah ayo."

"Tunggu, Bina lagi ambil koper." Ujar Salma.

Tidak lama kemudian Bina datang dengan satu koper berukuran besar. Kemudian koper itu langsung di ambil alih oleh Deril.

"Biar aku aja yang bawa, kakak gendong kak Debora aja," suruh Deril pada Bina.

"Gue maunya di gendong sama lo," pinta Debora pada Deril.

"Gue gak kuat gendong lo, badan lo berat." Jujur Deril kemudian melengos pergi sebelum Debora mengamuk.

"Ihh adik kurang ajar__ ah ish__" Debora merintih sakit saat akan hendak mengejar Deril.

Bina yang berdiri di sebelah Debora reflek merangkul pinggang Debora agar tidak jatuh. Debora yang sadar pun segera melepas tangan Bina dari pinggang nya kemudian segera pamit dari semuanya agar bisa pergi secepatnya.

•••

Segini dulu ya😁

Beberapa hari lagi Miawww usahakan double up untuk ganti karena lama up🥰😁

Jangan lupa vote dan spam komen yawww

06052024 - 04:44

DEBORATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang