29. BUBUR KACANG HIJAU

509 58 0
                                    

Annyeong 👋

Jangan lupa untuk selalu meninggalkan jejak yawww🥰

Vote dan komennya jangan lupa🥰

Happy reading 🥰

•••

Bina mengerjabkan matanya kala sinar matahari menusuk dari balik jendela kamar yang tirainya sudah terbuka lebar. Bina kemudian menutup matanya dengan lengan, dia sudah terbangun berkat matahari. Namun, tenaganya belum sepenuhnya terkumpul.

Setelah beberapa menit terdiam Pria yang hanya memakai kaos oblong putih itu kemudian bangun dari tidur nya. Di lihatnya sisi ranjang di sebelahnya. Kosong.

Apa Debora sudah bangun? Pikirnya.

Karena biasanya Debora bangun pukul enam pagi sedangkan sekarang baru pukul lima lewat dua puluh tujuh menit, masih ada waktu setengah jam lagi untuk Debora bangun.

Tidak ingin hanyut dalam pikirannya, Bina pun segera bangkit untuk memastikan keberadaan istrinya. Di kamar mandi sudah pasti tidak ada karena terlihat dari pintu kamar mandi yang terbuka lebar.

"Good morning," sapa Debora ketika melihat Bina keluar dari kamar. "Udah cuci muka belom?" tanya Debora setelah meletakkan masakannya di atas meja makan mereka yang berukuran kecil.

Bina menggeleng dengan raut wajah yang sedikit bingung dan penuh tanya melihat sikap Debora.

"Buruan sana cuci muka dulu, habis itu kita sarapan," suruh Debora kemudian.

Tanpa banyak tanya Bina pun segera menuju wastafel dekat meja makan untuk membasuh wajahnya.

Setelahnya, Bina pun duduk. Dia yang hendak mengambil sarapannya sendiri terhenti karena Debora sudah lebih dulu mengambilkan makanannya.

Sarapan yang Debora siapkan sama seperti sarapan yang juga dia siapkan seperti biasanya. Telur gulung. Tapi entah kenapa, telur gulung pagi ini terlihat jauh lebih sehat dan enak.

Apa karena istrinya sendiri yang membuatkan dengan suasana hati yang baik?

Dan yang semakin membuat bina heran adalah susu hamil Debora pun sudah ada di atas meja. Selama hamil Debora tidak pernah ingat atau bahkan membuat susu hamilnya sendiri, selalu Bina yang membuatkan.

"Pagi ini kamu ada kegiatan gak?" Tanya Debora di tengah sarapan mereka.

"Enggak, kenapa emang?"

"Nanti temani aku ke makam mama ya, aku lagi kangen sama mama."

Bina mengangguk seraya menatap mata Debora, dia dapat merasakan ada perasaan bahagia dan sedih dalam mata indah Debora.

"Gimana? Kamu udah enakan? Tadi ada muntah atau mual gak?" tanya Bina kembali memastikan keadaan Debora. Pasalnya keanehan Debora di mulai sejak kemarin malam setelah di buat menangis oleh Ali gara-gara ukuran ubi jalar.

Ubi jalar yang Ali tinggalkan itu pun Debora tatap lama dengan tatapan yang tidak Bina mengerti. Lalu tiba-tiba meminta Bina untuk tidur di sampingnya setelah beberapa bulan keduanya pisah ranjang. Debora bahkan meminta Bina mengusap punggungnya hingga terlelap. Lalu pagi ini bangun lebih awal, menyiapkan sarapan, menyapa Bina dengan senyum manis lalu mengajak Bina ke makam bersama.

•••

Jika Bina bingung dengan sikap Debora, maka Debora jauh lebih bingung akan sikapnya sendiri. Dia tidak tau mengapa dia bersikap seperti itu, Seperti ada sesuatu yang menggerakkan sisi lain dari dirinya, memaksa Debora untuk menerima semua yang sudah terjadi agar semua bisa menjadi lebih baik dari sebelumnya. Seolah semua kunci untuk menyelesaikan permasalahan itu ada pada Debora.

Setelah selesai dari makam, Debora mampir sebentar ke rumah papanya yang memang letaknya tidak jauh dari makam. Setelah menghabiskan waktu sekitar satu jam lebih hanya untuk berdebat dengan Deril, Bina dan Debora pun pulang. Bukan ke apartemen melainkan ke rumah keluarga Bina. Bukan Bina yang mengajak, tapi Debora.

Sangat mendengar itu Bina jelas terkejut, pasalnya setelah kepergian mereka dari rumah beberapa bulan yang lalu, Debora sudah tidak pernah lagi menginjak kan kaki ke rumah keluarganya, jangan kan menginjakkan kaki, menanyakan kabar keluarganya lewat telepon saja tidak.

Walaupun sedikit terkejut, Bina juga sangat senang akan keinginan Debora berkunjung ke rumah keluarganya tanpa harus Bina paksa.

Seperti biasa, mama Salma dan orang yang ada di rumah itu selalu menyambut Debora dengan senyum cerah dan ramah.

Mama menghampiri dan merangkul Debora masuk bersama. "Gimana keadaan kamu dan calon cucu mama?" tanya mama

"Baik ma," jawab Debora.

"Berhubung ini udah waktunya makan siang, ayo kita makan siang bareng. Papa sama yang lain udah di ruang makan."

Karena siang ini matahari cukup terik, keluarga Bina memutuskan untuk makan di dalam rumah yang juga telah tersedia meja makan yang sama besarnya seperti di halaman rumah.

"Debora mau makan apa? Biar mbak ambilkan." Tanya Dina.

Debora melihat semua makanan yang ada di atas meja, tidak ada satupun yang ingin dia makanan di sana.

"Kenapa? Gak ada yang kamu suka ta?" tanya Nining yang sedang mengambilkan makanan untuk anak-anaknya. "Kamu teh tenang aja, ini semua enak dan sehat, kan aku sama mbak Dina yang masak."

"Bukan gitu mbak," Debora menatap Bina dan mama yang juga sedang menatapnya. "Aku... Aku lagi pengen, emmm."

"Pengen apa sayang? Bilang aja kamu lagi pengen makan apa?" tanya mama antusias.

"Aku pengen makan bubur kacang hijau buatan Oma,,," jawab Debora kemudian. Alasan Debora ingin berkunjung memang karena ingin makan bubur buatan Oma. Debora padahal tidak suka bubur kacang hijau, namun sepertinya anaknya sangat suka.

Semuanya lalu tertawaan entah mengapa. "Ya ampun Bor, kalau kamu pengen makan masakan Oma gak perlu jauh-jauh kesini. Kan bisa telepon dan mbak antarin."

"Ya namanya juga ngidam mbak," tambah Dina

"Jadi calon cucu Oma ini lagi pengen di manja ya sama Oma buyutnya," ujar mama sembari mengusap perut Debora.

"Emmm... Oma mau kan masakin aku?" tanya Debora pada Oma pelan, takut di kira tidak sopan karena minta di masakan oleh yang lebih tua.

Tapi jika bisa menahan keinginan calon anaknya, Debora pasti tidak akan meminta hal tersebut pada Oma. Selain takut di kira tidak sopan, Debora juga masih malu untuk meminta sesuatu setelah apa yang sudah terjadi antara dia dan keluarga Bina, terutama Oma.

"Tentu, Oma bakal masakin biar cucu Oma gak ileran nanti," kata Oma sambil tersenyum. Oma kemudian bangkit. "Kamu tunggu sebentar ya, biar Oma masak dulu."

Debora tersenyum lebar, dan itu adalah kali pertama mereka semua melihat senyum lebar dan tulus Debora.

"Makasih Oma," kata Debora.

"Oma masak yang banyak ya," timpal Ali. "Ali, alu sama Alea juga mau bubur buatan Oma."

"Iya Oma, udah lama juga kita gak makan masakan Oma," tambah Alu heboh

"Kalau nanti Oma butuh bantuan, panggil Alea aja ya Oma. Alea siap bantu Oma biar gak pegal nanti." Tambah Alea dengan senyum manisnya.

"Iya, kalian bertiga tenang aja. Yang penting jangan nakal dan gangguin Tante Debora." Oma menunjuk Ali. "Terutama kamu Ali, awas aja kamu bikin Cucu mantu Oma nangis lagi."

"Siap Oma," Ali meletakkan tangannya di ujung jidat, tanda hormat.

Debora mengarahkan mata nya ke atas, berusaha menahan air mata yang mendadak menggenang di pelupuk matanya.

Ada apa dengan dirinya?mengapa dia tiba-tiba ingin menangis seperti ini.

Debora lalu mengusap perutnya. "Plis, jangan buat aku jadi perempuan cengeng," batin Debora memohon.

•••

Vote dan komennya jangan lupa🥰

Komen next disini 👉

29072024 - 21:15

DEBORATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang