Annyeong 👋
Akhirnya setelah sekian lama Miawww update lagi😁
Apakah masih ada yang menunggu cerita ini? Semoga masih ada ya. Maafkan Miawww yg selalu lama update ini☺️
Happy reading 🥰
•••
Waktu terus berjalan sebagai mana mestinya. Kehidupan pun jelas terus berjalan juga mengikuti waktu yang terus bergerak, beranjak meninggalkan kejadian yang sudah terlewat kan.
Begitu pula dengan rumah tangga Bina dan Debora yang tentunya ikut terus berjalan, namun enggan meninggalkan kejadian-kejadian yang sudah terlewatkan. Tidak ingin melupakan atau bahkan membicarakan agar segera terselesaikan.
Sudah dua bulan berlalu, Kedua manusia itu tetap pada pendirian keras mereka. Debora yang kekeuh ingin berpisah dan Bina yang terus saja mengatakan 'iya' tapi setelah anak mereka lahir. Alhasil hubungan mereka pun tak kunjung membaik, masih tetap dengan keadaan yang sama atau justru semakin rumit dan berat?
"Nanti siang kamu aku jemput di mana?" Tanya Bina pada istrinya yang baru saja selesai sarapan dan hendak beranjak.
Debora mengernyit. "Maksudnya?"
"Kamu aku jemput di mana nanti?" Ulang Bina lagi. "Di kantor atau di luar?" Bekerja sebagai perancang pernikahan, membuat Debora jarang berada di kantor karena terkadang harus meeting dengan klien di luar kantor seperti di restoran atau di gedung pernikahan.
"Gak usah, aku bisa pulang sendiri." Jawab Debora kemudian, lagi pula biasanya Debora juga selalu pulang sendiri.
"Kita kan mau ke rumah sakit."
Debora menoleh pada Bina cuek. "Ngapain ke rumah sakit? Emang siapa yang sakit?"
Bina menghela napas kemudian berdiri dari duduknya. "Hari ini kamu kan check up Bor."
Debora mengulum bibirnya kedalam, sadar jika dia sering sekali melupakan hal yang berkaitan dengan kehamilannya. Namun Bina selalu ingat akan semua hal itu.
"Nanti aku pergi sendiri aja, kamu gak perlu ikut."
"Aku harus ikut lah," bantah Bina cepat. "Dia anak aku, jadi aku harus ikut dan lihat semua proses pertumbuhannya."
"Yaudah,"
"Yaudah apa?" Tanya Bina tidak paham
"Yaudah kamu ikut."
Bina lantas tersenyum lebar lalu mengusap perut Debora yang sudah sedikit membuncit. "Papa gak sabar lihat kamu."
Usapan lembut tiba-tiba yang Bina berikan membuat Debora beberapa saat membeku seraya menahan napas. Rasanya aneh, perutnya terasa penuh , sesak dan menggelitik.
Perasaan ini sudah lama tidak Debora rasakan.
Debora menatap wajah Bina yang masih tersenyum mengusap perutnya. Ini kali pertama lagi Debora menatap Bina sedekat ini setelah beberapa bulan terakhir mereka hidup seperti orang asing dan berbicara jika ada hal penting bahkan keduanya tidur di kamar terpisah.
Debora kemudian menghempas pelan tangan Bina pelan seraya mundur dua langkah dan mengalihkan pandangannya canggung.
"Emm... Yaudah... Ayo antar aku... Aku udah telat," ujar Debora terbata karena mendadak merasa canggung. Dalam hati Debora menggerutu kesal. Sejak kapan dia menjadi canggung seperti sekarang ini? Padahal saat pertama kali bertemu dengan Bina, Debora sama sekali tidak pernah merasakan canggung.
"Jadi nanti di jemput di mana?" Tanya Bina lagi untuk kembali memastikan.
"Nanti aku kabarin."
Mobil Bina berhenti di depan sebuah bangunan berlantai dua tepatnya tempat Debora bekerja.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEBORA
Romance"Gue benci kehangatan keluarga, tapi gue pengen punya pasangan untuk berbagi cerita." "Perkenalkan ini calon istri saya" Bagi Debora Johanna, Kelab adalah rumah keduanya setelah apartemen, tempat dia untuk menumpang mandi dan tidur saja. Menurut Deb...