Annyeong 👋
Btw terimakasih masih setia menunggu cerita ini.
Miawww gak mau janji Rajin up atau yang lainnya. Tapi Miawww bakal usahakan tamatkan cerita alakadarnya ini.☺️
Semoga kalian bertahan sampai end nanti
Happy reading 🥰
•••
Sejak subuh tadi hingga sore, bahkan sebentar lagi langit malam akan segera muncul. Debora masih setia berada di atas kasur, memakai piyama, rambut berantakan dan wajah yang sedikit pucat.
Debora bukan sedang bermalas-malasan, karena dia buka tipe yang suka diam di rumah tanpa melakukan apa-apa, apalagi berada di atas kasur sepanjang hari.
Sebelumnya Debora tidak pernah merasa mual atau bahkan muntah di kehamilannya ini, tapi mendadak subuh tadi dia terus saja mual hingga membuat Debora tidak bertenaga untuk beraktivitas bahkan untuk mandi sekalipun.
Awalnya hanya mual, namun saat mencoba untuk sarapan agar tenaga nya pulih Debora justru memuntahkan makanan tersebut, perutnya benar-benar tidak mau menerima apapun selain air putih.
"Ini kamu minum dulu susunya." Bina duduk di sisi ranjang dengan segelas susu ibu hamil rasa vanila di tangan nya.
Debora menggeleng lemah sembari memalingkan wajah. "Aku gak mau susu."
"Tapi kamu harus tetap minum, biar perut kamu terisi." Karena kondisi Debora yang tidak memungkinkan untuk di tinggal, Bina memutuskan untuk tidak mengajar agar bisa menemani dan mengurus Debora.
Bina sudah memberikan berbagai makanan yang bisa Debora makan, tapi semua makanan itu Debora muntah kan. Bina juga sudah bertanya pada dokter kandungan Debora, dan dokter tersebut bilang Debora tidak apa-apa. Mual, muntah, tidak selera makan adalah hal wajar pada ibu hamil, oleh sebab itu harus di paksakan.
Tapi sayangnya Debora sangat susah untuk di paksa, alhasil belum ada makanan yang dia makan sejak tadi dan itu jelas membuat tubuh Debora menjadi semakin lemah tak bertenaga.
"Seteguk aja Bor," bujuk Bina lagi.
Debora menggeleng. "Enggak mau Bin, perut aku dari tadi isinya air doang, aku capek bolak-balik kamar mandi dari tadi karena kebelet pipis."
Bina kemudian meletakkan gelas yang dia pegang di atas meja yang ada di sisi ranjang, lalu berdiri karena bell apartemen berbunyi. "Tunggu sebentar, aku buka pintu dulu."
Tidak lama kemudian Bina kembali masuk kedalam kamar, tapi tidak sendirian. Di belakangnya sudah ada, mama Salma, Oma, Dina, Nining beserta tiga orang anak kecil yang lagi-lagi memakai baju yang sama.
Melihat semua orang itu, Debora lantas menegakkan tubuhnya yang tengah duduk bersandar.
"Ehhh gak usah bangun sayang," larang mama sembari menahan tubuh Debora. "Kamu sandaran aja kalau lebih nyaman."
"Duduk juga nyaman kok ma," balas Debora sembari tersenyum tipis. "Mama kok sama yang lain tiba-tiba datang, tumben." Tanya Debora kemudian melirik Bina sebentar.
"Mau jenguk kamu, Bina tadi pagi ngabarin mama kalau kamu lagi gak enak badan. Sebenarnya mama mau kesini dari pagi, tapi anak-anak sama mbak-mbak kamu mau ikut jadi ya sore habis anak-anak pulang sekolah biar sekalian."
"Ya ampun ma, padahal aku gak kenapa-kenapa. Cuman hormon aja kata dokter." Debora menatap Bina tajam. Padahal di saat seperti ini Debora tidak ingin menerima tamu, apa lagi harus di ganggu oleh tiga bocah kecil yang sudah duduk berbaris di depannya.
"Gak kenapa-napa gimana?" Sahut Oma judes seperti biasa. "Muka kamu aja pucat begitu."
"Aku pucat karena gak make up Oma," jawab Debora, kemudian dia tiba-tiba menyengir menatap semua yang di sana bergantian. "Aku juga belum mandi dari pagi, kalau kalian nyium bau gak enak, maaf ya." Kata Debora dengan cengirannya karena malu.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEBORA
Romance"Gue benci kehangatan keluarga, tapi gue pengen punya pasangan untuk berbagi cerita." "Perkenalkan ini calon istri saya" Bagi Debora Johanna, Kelab adalah rumah keduanya setelah apartemen, tempat dia untuk menumpang mandi dan tidur saja. Menurut Deb...