Chapter 04 : RUANG OLAHRAGA

3.2K 117 17
                                    

🌷HAPPY READING🌷

"Pa, Alana pergi Sekolah dulu," ucapnya seraya menyalami tangan Lian yang tengah duduk dimeja makan dengan koran ditangannya dan segelas kopi dihadapannya.

"Iya, hati-hati."

"Assalamualaikum,"

"Waalaikumusallam."

Pagi-pagi sekali Alana telah menunggu ojek, pukul 7.40 Wib, ia pergi berangkat sekolah.

Seperti biasa, Alana menunggu ojek di dekat persimpangan jalan raya. Ia duduk dikursi panjang. Alana ingin sekali pindah Sekolah, tapi takut jika Lian tak mengizinkannya. Walau pun Lian mengizinkannya, pasti dia akan bertanya alasannya ingin pindah karena apa, dan Alana masih belum punya jawaban yang tepat soal itu, yang engingat Lian sangat sensitif, terhadap hal-hal kecil pun.

Ia sangat merindukan Kinan juga Kakaknya, Aluna. Tak menyangka Aluna berubah sejak ia memasuki Sekolah Menengah Pertama.

Sejak kepergian Kinan, keadaan dirumah menjadi suram nan gelap. Lian lebih banyak menghabiskan waktu dengan pekerjaannya dibandingkan dengan Anak-anaknya. Lian telah banyak berubah yang dulunya banyak bicara, lembut, perhatian, kini telah menjadi dingin, cuek, dan tidak banyak bicara.

Begitupun dengan Aluna, dia banyak berubah. Sejak setahun kepergian Kinan dia berubah menjadi gadis yang nakal. Padahal umurnya baru akan mencapai 13 tahun.

Setiap pulang sekolah, dia selalu mengurung diri di kamarnya tanpa keluar kecuali jika ingin mengambil makanan.

Aluna juga sering mengajak Laki-laki main ke rumahnya di saat Lian tengah keluar Kota. Alana yang melihat itu ingin sekali memberitahu Lian, namun dilarang oleh Aluna begitu pun dengan Art nya dirumah.

Lian juga telah memasukkan satu Art di rumah untuk memberes-bereskan rumah, menggantikan posisi Kinan dalam membersihkan rumah. Juga satu sopir pribadinya.

Alana telah mendapat ojek, ia mengarahkan jalan nya kepada sang ojek menuju Sekolah.

Setelah beberapa menit, akhirnya mereka pun sampai didepan gerbang sekolah.

"Makasih, Mang," ucap Alana seraya memberikan uang dua puluh lima ribu, karena jarak dari rumahnya kerumah Sekolah sedikit jauh, ia memberi uang dengan harga sedikit mahal setiap mengojek. Bisa saja Lian yang meghantarnya ke Sekolah, tapi apakah dia punya waktu untuk Alana? Sepertinya tidak ada.

"Iya, Neng. Sama-sama," jawab Mang ojek tersebut lalu berangsur pergi dari sana.

"Woi, jalang!" teriak Liona saat melihat kedatangan Alana, tak lupa juga dengan dua sahabat setianya, Karin dan Nadia.

Alana menoleh kesamping, apakah mereka memanggilnya? Tapi mengapa? Apa salahnya? Rasanya, ia tak mempunyai salah apapun kepada Liona serta kedua sahabatnya.

"A–aku, Kak?" tanya Alana sambil menunjuk dirinya sendiri.

"Setan! Ya, elo–lah. Emang siapa lagi kalau bukan, lo! Dasar tolol!" entah kenapa, orang-orang sering memanggilnya dengan sebuatan 'tolol', dan 'bego'. Padahal, Alana begitu pintar. IQ–nya itu sangatlah tinggi. Bahkan ia telah mendapatkan banyak piagam.

Alana berjalan mendekati kearah mereka bertiga dengan gugup dan gemetaran. Siapa ketiga Siswi didepannya ini? Sepertinya Kakak Kelas, ia benar-benar tak tahu.

AKSALANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang