Chapter 11 : KEMARAHAN LIONA

2.2K 85 7
                                    

🌷HAPPY READING🌷

Lian akhir-akhir ini merasa aneh melihat sikap Alana. Biasanya, Alana itu Anak perempuan yang ceria. Namun sekarang, tatapan Alana yang tersirat penuh kegembiraan, kini berubah jadi tatapan dingin. Dan, ucapan yang selalu terdengar dingin.

"Alan buruan, Abang kamu dah nungguin ini," ujar Lian yang sudah berada di pekarangan rumah. Ia memanggil Alana yang yang sedang mengikat tali sepatu di kursi panjang.

"Hm." Alana hanya membalas dengan sebuah deheman saja, malas untuk berbicara. Ia ingin menjadi gadis pendiam dan cool katanya. Tak ingin lagi menjadi gadis ceria, ia mengambil jaket hitam bergambar tengkorak di sampingannya dan memasangnya. Tak lupa dengan rambutnya yang panjang ia cepol dengan asal. Sungguh, ia seperti bukan Alana.

Alana pun mulai melangkahkan kakinya menuju dimana Papanya berada. Lian terkejut melihat tampilan Alana sekarang. Tapi, dengan cepat ia merubah ekspresinya.

"Kamu pergi sama Abang dianterin sopir," ucap Lian menjulurkan tangannya. Alana yang tahu maksud Ayahnya pun menyalami tangan Lian dengan takzim dan diikuti Karang.

Alana membuka pintu mobil dan masuk, ia duduk di belakang supir, sambil memasang sabuk pengaman. Setelah itu, ia mengambil earphone dari dalam tas-nya, dan memasangkannya ke telinga, ia kini memejamkan matanya erat sambil mendengarkan lagu berjudul Lily.

Sedangkan Karang yang masih di luar, merasa heran melihat sikap Alana yang berbeda dari biasanya.

"Ma, Pa. Karang sama Al pergi ke Sekolah dulu," pamit Karang dan masuk juga ke dalam mobil. Ia juga duduk di belakang, berdampingan dengan Alana yang memejamkan mata. Ia tidak tidur, malainkan hanya memejamkan mata.

Mobil yang mereka tumpangi kini melaju di atas rata-rata meninggalkan pekarangan rumah.

"Sayang, aku pergi ke kantor dulu," pamit Lian kala berhadapan dengan Laras. Yang kini statusnya telah menjadi istri sah-nya Lian.

"Iya, Mas. Hati-hati ... owh, ya, nanti aku izin ngambil barang-barang di rumah lama dulu, ya? Nggak papa, 'kan?"

"Nanti sama aku aja, gimana? Soalnya nanti siapa yang anterin istri tercinta aku ini?" ujar Lian sambil menangkup kedua pipi Laras merasa gemas.

Laras terkekeh dengan ucapan suaminya itu. "Nanti aku naik taxi aja, Sayang."

"Emang nggak papa naik taxi?" tanya Lian sambil mengangkat satu alisnya.

"Ya, nggak papalah. Emang kenapa?"

"Takutnya, nanti terjadi hal yang enggak-enggak," ucap Lian dengan wajah cemberutnya.

"Enggak akan terjadi hal yang kayak gitu, Mas. Lagian, rumahnya nggak jauh juga. Jadi, bolehlah, ya?"

"Yaudah, terserah kamu aja. Kalau nanti mau pergi, nggak papa. Tapi kalau mau nungguin Mas juga nggak papa, pokoknya terserah kamu aja, deh."

"Makasih, Mas."

"Iya, sama-sama, Sayang. Yaudah, aku berangkat dulu, Assalamualaikum." Laras pun menyalami tangannya suaminya takjim tak lupa juga mengecup punggung tangan suaminya itu. Sama hal-nya dengan Lian, Lian mengecup singkat dahi Laras.

AKSALANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang