34

369 9 0
                                    

Hari ini langit seperti sedang bersedih, langit berwarna gelap tidak secerah biasanya, bahkan awan terlihat sudah siap meluruhkan airnya ke tanah dan membasahi setiap isi bumi.

Di dalam rumah bernuansa putih yang baru beberapa hari mendapat kabar kebahagiaan hari ini keluarga itu mendapat kabar yang membuat mereka tidak bisa menghentikan air mata mereka sendiri, pria yang sudah rapuh kini menjadi lebih rapuh ketika sandarannya pergi meninggalkannya, sekarang dimana dirinya harus mencari sandaran disaat dirinya lelah, disaat dirinya sedang bersedih. Sandaran yang telah menjadi tempat ternyaman untuknya pergi meninggalkannya untuk selama-lamanya.

Pria itu tidak lain adalah Elliot, pria yang tengah menangisi peti mati yang ada di depannya saat ini, ia tengah bersimpuh sambil terus menangisi seseorang yang meninggalkannya. Orang tersayangnya, orang yang selalu memberinya semangat, orang selalu menjaganya, William Alexander Diaz.

William dikabarkan mengalami kejang secara tiba-tiba, bahkan jantungnya melemah dengan drastis membuat dokter panik dan segera melakukan penanganan, tapi sepertinya William tidak mau mempertahankan kehidupannya ia memilih menyerah dan pergi ke dunia setelah kehidupan.

"William hiks kenapa kau pergi secepat ini hiks, bagaimana denganku, bagaimana dengan Varo, dan bagimana dengan anak kita yang bahkan belum begitu mengenal daddynya hiks, aku-aku tidak bisa hidup tanpamu Will.....hiks," ucap Elliot dengan air mata yang terus luruh membasahi pipinya.

"Mah, William suruh dia bangun Mah hiks, Willy pasti mau mendegarkan Mamah tolong suruh dia bangun hiks," Mehra yang mendengar perkataan Elliot memeluknya dengan erat.

Mehra tau pasti ini berat untuk Elliot yang ditinggalkan suami disaat dirinya memiliki anak yang masih kecil apalagi dengan keadaannya yang tidak bisa melihat, meskipun Mehra, Agra, Kenan, dan Emma selalu ada disisinya tapi tetap saja Elliot tidak mungkin akan selalu bergantung pada mereka terus.

"Sayang tenanglah ya, Mamah mohon jangan seperti ini kamu harus kuat untuk anak-anakmu, dan dirimu sendiri jangan menyerah," ucap Mehra lirih.

Berbeda dengan anggota keluarga yang lain yang tengah bersedih, Elvaro anak kecil itu kini sedang berada di taman belakang sendirian, ia tidak menangis sedikitpun padahal ia tergolong anak yang mudah menangis tapi hari ini entah mengapa rasanya seperti air mata tidak mau keluar dari matanya.

Elvaro duduk di bangku taman dengan tatapan kosong menghadap ke langit yang berwarna gelap.

"Elvaro mau ikut daddy, Varo yang membuat daddy mati jadi Varo mau ikut daddy" ucap Varo pelan setelah sekian lama terdiam.

Ia beranjak dari duduknya dan berjalan masuk ke dalam melewati banyak orang yang sedang menangis, ia menghampiri kotak peti disana yang terdapat daddynya yang tengah terbaring.

"Daddy, Varo mau ikut daddy bawa Varo bersama daddy" ucap Varo masih dengan tatapan kosongnya.

Elliot yang mendengar ucapan anaknya langsung mendongak dan melepaskan pelukan Mehra, ia terus membalikkan tubuh anaknya.

"Apa yang kamu katakan sayang?, jangan berkata seperti itu, itu tidak baik," Elliot memeluk Varo.

".......Ini salah Varo, daddy mati karena Varo jadi biarkan Varo pergi dengan daddy," ucap Varo seperti gumaman. Elliot tentu tekejut mendengar ucapan anaknya. Ia semakin memeluknya dengan erat.

"Ja-jangan berpikir begitu sayang, ini bukan salahmu, papi sudah bilang bukan ini bukan salahmu hm" Elliot elus belakang kepala anaknya.

"Tidak, Varo tau ini salah Varo, Varo yang membuat daddy-" ucapan Varo dihentikan oleh Elliot.

"Husstt... no, jangan katakan apapun lagi, papi tidak mau mendengar apapun lagi, lebih baik Varo istirahat di kamar ya? nanti papi menyusul hm," Elliot mengusap wajah anaknya dan mengecupnya pelan sebelum meminta pelayan untuk mengantar Varo ke kamarnya.

With you, Always!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang