27. Lamunan malam.

32 7 1
                                    

Keya menjalani hari dengan baik, dia juga mulai tertarik dengan buku sejarah dari berbagai macam negera. Setiap ada waktu luang, Keya akan membuka buku  lalu membaca sampai matanya perih. Itu ia lakukan agar otaknya memusingkan hal berguna dari pada perasaan labil anak remaja.

Di bawah tiang lampu taman, ia duduk anggun sembari memangku buku sejarah--membiarkan sepasang kekasih di depannya melakukan apa yang mereka mau tanpa mendengar suara makian Keya.

Sudahlah, Keya tidak peduli lagi, jika terjadi sesuatu pada Claire sebab gaya pacaran mereka, Keya pastikan akan mengejar Adam sampai ke liang kubur jika dia kabur dari tanggung jawab.

Semilir angin menghembus lembut, suara kertas bergesekan di antara sepi menciptakan suasana horor bagi pasangan yang melihat keanggunan gadis cantik bagai dewi malam. Mereka seperti iblis pendosa yang menyaksikan sinar sang dewi memancar dalam gelap berbalut pakaian putih. Memesona berpadu indah tak terbantahkan. Harus diakui!

"Dia kenapa?" Adam berbisik, dia tidak terbiasa diabaikan Keya seperti ini. Ke mana perginya gadis galak yang selalu menatap waspada mengawasi dia dan Claire? Keya sekarang seperti orang lain bagi Adam, terlebih Keya tengah memangku buku sejarah. Apa Keya kemasukkan mahluk goib?

Claire hanya menatap lesu sang adik, sedikit iri dengan kecantikkannya. Dia jadi ingin punya rambut panjang juga, agar tampak memesona ketika angin datang padanya. Claire menggenggam tangan Adam, takut jika Adam berpikir sama terhadap adiknya.

"Ki-kita pindah aja, yuk. Selagi Keya mengabaikan kita, ini kesempatan," saran Adam yang menyadari kegelisahan Claire.

"Iya, agak jauh, ya. Biar Keya tidak bisa menemukan kita."

Tanpa pamitan mereka pindah entah ke sudut mana. Keya tetap diam, tidak peduli jika dia mendengar suara langkah Claire dan Adam berlalu menjauh. Jika itu dulu, maka Keya akan mengamuk. Ya, jika itu dulu. Sekarang Keya hanya fokus pada dirinya sendiri.

Keya mengangkat kepalanya, melihat kursi di depan telah kosong menyisakan dirinya sendiri di taman sepi ini. "Mereka pergi," gumamnya. Kemudian Keya melanjutkan melihat buku, tertarik dengan sejarah perang negera.

Tidak apa-apa sendiri, Keya tidak takut. Akhirnya Keya duduk sampai tengah larut, menunggu Claire kembali lalu mendadak cemas ditinggalkan seperti dulu.

Keya merogoh tas, mengambil ponsel menghubungi Claire. Tidak mendapat jawaban, Keya terus menunggu sembari menahan panik.

[Kau menginaplah di rumah teman. Jangan pulang.]

Ketakutan Keya terwujud. Dia baru saja menerima pesan teks tidak tahu diri Claire. Menggeram tertahan, Keya membuat selembar kertas bukunya kusut.

"Mereka melonjak." Keya menaikkan kaki ke atas bangku besi dingin, menyembunyikan kepala dalam posisi meringkuk.

Ke mana dia akan menginap? Satu-satunya rumah orang yang Keya kenal di daerah tersebut hanya apartemen milik Paman Sihen. Tidak mungkin Keya ke sana. Ini mengingatkan Keya pada momen tahun lalu, ketika dia ditinggal di sini lalu Maigcal datang menyelamatkan Keya.

Keya mendongak menatap ke atas, tidak ada sosok yang terbang melintas seperti marpati. Atau keributan dari sirene mobil polisi di jalanan. Situasinya berbeda, sepi mencekam tanpa bintang di langit malam.

Keya memukul kepalanya sendiri, kembali membuka buku untuk melanjutkan cerita sejarah lainnya guna mengalihkan pikiran. Tidak masalah malam ini dia berada di taman sendiri. Keya tidak takut, jangan menjadi gadis yang mengharapkan bantuan orang lain.

"Sendirian aja?"

Empat laki-laki datang, preman jalanan yang tidak Keya perhitungkan bahayanya sebelum memutuskan berada di sini semalaman. Benar-benar bodoh, dia merasa otaknya sudah tidak lagi berfungsi dengan benar.

The Key to MagicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang