Part 19. Maigcal Magic/Maigcal?

44 8 5
                                    

Mendapat kejutan manis dari guru privatnya tudak membuat Keya menghilangkan pertanyaan yang bersarang dalam kepala antara teman dan pacar. Walau demikian dia menyimpan seorang diri perasaan itu, tidak mencoba bertanya apakah Sesil berhasil merayu Maigcal dengan isak tangisnya.

Rasa takut menggerayangi tanpa arah yang jelas, membuat Keya terbaring di kasurnya tenggelam dalam pikiran status jelas yang ingin sekali ia kaitkan pada orang yang telah merebut perhatiannya.

Terguling ke samping memeluk bantal, Keya melihat tas untuk berangkat liburan bersama dua hari lagi. Sebelum dia bertemu Maigcal dia harus menentukan memilih jujur atau tetap bingkam. Sesuatu ditakuti Keya adalah ketika dia keduluan orang lain, lalu memendam rasa untuk selamanya.

"Maigcal bisa membaca pikiranku, tidak, ya?"

Keya ingat Maigcal dapat menebak dari ekspresi dan mata, meski terkadang juga salah karena dia bukanlah Tuhan.

"Aku akan memberi tahunya sehabis pulang liburan." Keya menggenggam tangan, mengayunkan di udara menggambarkan bentuk semangat. Sayang hanya sebentar, tubuhnya kembali lemah mengingat jika ia ditolak maka hubungan mereka tidak mungkin sebaik sebelumnya.

Keya harus apa?

Menyembunyikan kepala di bawah bantal, Keya mengerang frustrasi. Kenapa dia sangat ingin memiliki Maigcal? Keya sebal pada diri sendiri yang begitu mudah jatuh cinta, seharusnya dia fokus saja sekolah, tidak usah memikirkan pasangan di usia mentah ini.

Menjijikkan, apa anak muda jaman sekarang sangat mendamba hal romantis? Pikir Keya.

"Dadaku sesak, rasanya ingin meledak jika aku mencoba bertahan lebih lama lagi."

Keya beranjak dari kasur, berjalan menuju balkon dingin oleh angin yang sedang rajin memainkan irama merdu. Langit gelap amat luas berbintik terang menciptakan kedamaian sesaat bagi gadis muda tengah dilanda gemuruh kebingungan. Sosoknya indah, bagai bintang yang tertinggal di bumi--putih dan hening.

"Seharusnya ini adalah malam nan tenang, andaikan ketenangannya selaras dengan otakku."

Keya membungkuk, melipat tangan di pagar pembatas, menyandarkan dagunya di antara tangan terlipat. "Maigcal Magic si pencuri. Cukup curi saja permata, kurang ajar, dia juga pandai mencuri ketenanganku."

***

Koper ukuran sedang diangkat masuk ke dalam bus, Keya datang paling terakhir sebab dia diantar oleh papanya menggunakan mobil. Kursi bus sudah banyak ditempati, Keya tidak bisa memilih selain duduk di tempat yang tersisa yaitu di samping Mary.

"Aku sengaja menyisakan tempat untukmu." Mary berucap bangga, ia berharap Keya berterima kasih, namun ternyata tidak sesuai ekspetasi. Keya cemberut, memandang sebal Izkil di belakang yang duduk bersebelahan dengan Maigcal.

"Astaga," keluh Mary. Tidak ada yang lebih menyebalkan dari pada usaha yang tidak dihargai. "Mau aku bantu menyingkirkan Izkil?" tawar Mary sembari memutar bola mata malas.

Keya menoleh, sadar kepingannya terbaca oleh Mary. Tawaran tersebut cukup menggiurkan, tapi jika Mary melakukan hal itu maka Izkil juga akan tahu bahwa Keya menyukai Maigcal selayaknya gadis remaja. Cukup sudah dia diolok-olok oleh rumor, jangan sampai perasaan nyata malah menambah malu.

"Ti-tidak usah," tolak Keya berat menampilkan wajah canggung. "Aku di sini saja karena kau sudah susah payah mempertahankan tempat ini."

"Yakin? Perjalanan kita lama loh, mungkin kau akan menikmati perjalanan jika di samping Maigcal."

Sekali lagi Keya menggeleng. "Di sampingmu juga menyenangkan kok, Mary."

Mary senang mendengar itu, setidaknya Keya menghargai Mary.

The Key to MagicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang