Part 15. Diam tapi tahu

46 9 1
                                    

Kenangan tadi malam melayang-layang diudara bagai daun kering ketika Maigcal bertemu Keya di stasiun. Tidak ada yang berubah dari gadis itu, bersikap biasa seolah dia tidak tahu apa pun. Maka Maigcal bersikap demikian pula, sama-sama pura-pura tidak tahu jika Keya tahu Maigcal Magic adalah Maigcal.

Tapi yang pasti, dari sekian banyak coklat yang ia dapat, hanya satu dia terima tanpa persaingan coklat dari gadis lain; yaitu coklat yang diberikan Keya pada Maigcal Magic.

Hari ini sinar matahari yang jatuh ke bumi lebih redup, seakan dia memperlihatkan kemenangan untuk Keya. Maigcal menyanggah pipi, siku bertumpu di dekat jendela kereta, mendengar cerita Keya tentang kakek tua kejam dalam menanggapi sebuah karya seni.

"Kakek itu pun pasti akan menjadi lagenda," cibir Keya namun penuh semangat. Tidak ada raut kesal sama sekali.

"Apa karena dia sudah tua dan akan mati?" Alis Maigcal berkedut, Keya tengah bersenang-senang dengan akting terbaiknya dalam menggunjing seseorang tepat di sampingnya.

"Iya. Setelah itu terjadi aku berbaik hati memberikan dia coklat. Aku pakai resep untuk  kembali remaja ketika membuat coklat itu, si kakek harus berterimakasih padaku."

"Semoga umurnya panjang seperti yang kau harapkan."

Keya tertawa. Namun dua penguping di sebelah mereka tidak mengerti kenapa Keya begitu senang, sementara Maigcal tampak kesal dalam pembicaraan tentang kakek-kakek.

"Sepertinya Maigcal kesal sebab Keya memberikan hadiah manisnya pada seorang kakek-kakek dari pada ke Maigcal," tebak Lizy, manggut-manggut. Teringat Maigcal yang membagikan coklat pada teman-teman kelas tanpa ia ambil satu di antaranya untuk dimakan sendiri. Saat itu mereka semua berpikir Maigcal hanya akan makan milik Keya.

"Aku pikir dia sudah mendapatkannya," sahut Barly. Semalam mereka ramai-ramai mengintip dari jendela, ketika Maigcal memeluk Keya yang menangis di bawah sana.

Setelah 20 menit berlalu kereta berhenti di stasiun kota. Waktunya melanjutkan perjalanan hanya bermodalkan sepasang kaki. Beberapa gedung memiliki layar besar yang melekat, hari ini memberitakan tentang pernikahan artis dengan seorang anak pengusaha permata.

"Artis itu cukup cantik, kenapa dia memilih pasangan jelek seperti itu?" tutur Keya, dia kesal sebab keadaan tersebut tidak jauh beda dengan kakaknya yang memilih laki-laki tanpa pesona sebagai pasangan.

Di sisi lain dia tidak menyadari Maigcal tengah berekspresi seram, tertuju pada layar besar penuh kebencian membara.

"Kau tahu, Maigcal, pengusaha permata itu adalah pamanku."

Maigcal langsung tersentak kaget.

***

Maigcal pulang ke apartemennya setelah seharian beraktivitas di sekolah. Seperti biasa hanya ada kesunyian suram mengerikan di antara ruangan berantakan. Maigcal melempar tas sembarang arah, bersandar di belakang pintu mendongakkan kepala ke atas lalu terpejam erat.

Tidak ada senyum sama sekali, di kala sepi ini dia menjadi bagian debu yang berterbangan tanpa wujud pasti. Seperti orang yang memiliki beban seberat gunung batu.

Ponsel tergeletak di lantai, tepat di samping Maigcal. Berbagai macam pesan masuk namun Maigcal masih tetap pada posisi mengenaskan tanpa niat ingin memedulikan benda pipih canggih. Pikirannya kusut, tumpukkan permata yang ia curi sebagai bentuk dendam tidak cukup meredakan rasa panas melihat nama orang tuanya diberitakan.

Teringat akan masa lalu, ketika keputusasaan menimpa orang tua Maigcal. Di tengah badai yang tidak memungkinkan untuk berkendara, di dalam mobil hanya suara rengekkan Maigcal serta suara tangisan sang adik yang terdengar.

"Papa, aku masih ingin hidup." Suara Maigcal gemetar ketakutan ketika dia tahu mereka sekeluarga akan mati.

"Maigcal, tenang ya, Nak. Kita ber sama-sama selamanya," ucap Mama Maigcal sembari air matanya menetes samar.

Ingatan yang buruk, Maigcal ingat sebelumnya keluarga mereka begitu hangat. Dia ingin kembali ke masa-masa itu, waktu bahagia sebelum tuduhan pencurian 100 permata ditujukan kepada papanya Maigcal. Mereka sekeluarga diterror habis-habisan.

"Maigcal," panggil seseorang di luar pintu mengejutkan Maigcal.

Maigcal mengusap wajah, berdiri lantas membuka pintu. "Ada apa, Lizy?"

"Aku titip catatan, kasih ke Keya, ya. Besok aku enggak ke sekolah."

Maigcal menerima buku yang terdapat nama Keya di sampul depannya. Kau tahu, Maigcal, pengusaha permata itu adalah pamanku. Ucapan itu kembali tengiang di kepala Maigcal. Sulit menerima kenyataan bahwa Keya memiliki hubungan dekat dengan orang yang Maigcal benci. Hal itulah yang memicu kegalauan Maigcal saat ini.

"Ada apa?" tanya Lizy, sadar akan ekspresi murung Maigcal.

"Kau kenal Keya sudah berapa lama?"

"Kami selalu satu kelas di SMP. Memangnya kenapa?"

"Apa dia dekat dengan pamannya?"

Lizy diam guna mencerna situasi sesaat. Mau dilihat bagaimanapun Maigcal terlihat berbeda, dan apa ada hubungannya dengan Keya? Atau pamannya?

"Aku tidak dekat dengan Keya, tapi aku pernah mendengar Keya menceritakan tentang pamannya. Sepertinya mereka dekat. Ada apa?"

Maigcal menggeleng, menutup pintu tanpa menjawab pertanyaan Lizy. "Dekat, ya?" gumamnya pelan. Sekarang apa? Walaupun Keya tidak tahu apa-apa, bahkan tidak salah, Maigcal membenci segala sesuatu yang berhubungan dengan pria itu. Haruskah dia membenci Keya dan keluarganya juga?

Fakta yang lebih menyesakkan adalah Keya yang merupakan keponakan pria itu tahu siapa Maigcal sebenarnya; si pencuri permata.

***

"Mana adikmu, Claire?" tanya Rosa, mereka sekeluarga telah duduk di kursi meja makan di jam makan malam ini.

"Itu." Claire menunjuk Keya yang berjalan menuju ke arah mereka; bergerak anggun dalam balutan gaun tidur putih rambut di kuncir rendah menampakkan wajah nan teduh.

Keya menarik kursi di sebelah Claire, mengisi piring dalam porsi sedikit tidak seperti biasanya. Selera makan Keya menghilangmenghilang serta tampak lesu, tidak bicara selain menyuap sedikit demi sedikit.

"Kau sakit, Keya?" tegur Claire, alisnya berkedut heran.

"Hanya tidak berselera makan saja."

"Kau pasti merajuk enggak diajak ke pernikahan sepupu di luar negeri," tebak Claire, lalu dia tertawa sambil menepuk-nepuk pundak Keya.

"Kau harus sekolah, Keya. Bentar lagi ujian, kita di sana lumayan lama. Bagaimana dengan pelajaranmu nanti?" sambung sang papa.

Claire memainkan alis meledek Keya, satu-satunya orang yang tidak hadir ke pernikahan sepupu hanya Keya. Padahal Keya sudah sangat berharap, sekalian liburan ke luar negeri. Gadis itu pun memasang wajah masam, balas memelototi Claire.

"Tenang, Keya, nanti aku--kakakmu ini akan meminta koleksi permata paman untukmu."

"Permata, ya?" Mendadak Keya teringat Maigcal Magic, mata laki-laki itu juga berkilau indah seperti permata, belum lagi kegilaannya pada batu tersebut. "Baiklah, bawakan aku dari koleksi paman, ya? Aku enggak mau yang pasaran."

"Hanya dalam mimpi dia mau memberikan koleksinya. Oh iya, Pa, 100 permata paman pernah hilangkan? Apa pencurinya sudah ditangkap?"

Ruslan terbatuk keras, meraih segalas air lantas menenggak sampai tandas.

"Kenapa, Pa?" tanya Keya mengernyit. "Jawab pertanyaan Kak Claire."

"I-itu ... tentu sudah."

Bersambung....










The Key to MagicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang