"Maaf merepotkanmu, Nak. Ini murni kesalahan Keya yang keras kepala, jangan dipikirkan," ucap Ruslan, tangannya menepuk punggung Maigcal yang dibebankan rasa tanggung jawab atas kondisi Keya. Ruslan paham, mudah bagi Ruslan untuk mengerti seberapa besar kepedulian Maigcal. Kemarin dia sendiri datang ke rumah menjamin Keya untuk pergi liburan bersama.
"Tapi ... Paman, aku mengingkari janji-"
"Tidak. Paman sudah dengar dari gurumu, kau tidak membiarkan Keya lepas dalam pengawasan. Memang Keya yang tidak mengenal batasan." Ruslan menyanggah, meyakinkan sekali lagi bahwa dia tidak perlu merasa bersalah.
Sementara Keya berada di mobil, mendengarkan percakapan dua orang di luar. Gara-gara dia, gara-gara Keya yang lupa diri, papanya harus berusaha meyakinkan Maigcal bahwa Keya baik-baik saja. Kepala Keya tertunduk bisu, bagaimana cara dia mengungkapkan rasa bersalah ini? Buku-buku tangannya memutih dalam kepalan tangan erat, Keya tidak mampu mengangkat kepala atau Maigcal bisa melihat air matanya.
Keputusan Keya sudah bulat, dia harus pulang bersama papanya, atau Maigcal tidak dapat menikmati liburan karena ada beban yang ia tanggung.
"Paman, jangan bawa Keya pulang. Aku ingin mengajaknya menyelam, aku janji kali ini baik-baik saja," pinta Maigcal.
Keya tersentak, kali ini Maigcal memohon untuk menahan Keya. Pantas saja dia sejak tadi menghalangi mobil ini pergi, terus mengatakan dia akan bertanggung jawab. Keya bisa merasakan Maigcal tengah melihatnya sekarang, memicu kepala Keya semakin menunduk dengan bahu yang gemetar.
"Keya, kamu mau, kan?" tanya Maigcal.
Keya menggelengkan kepala, sudah cukup dia merusak liburan teman-temannya. Walaupun sangat ingin, bahkan penawaran Maigcal terdengar menyenangkan, Keya yakin Maigcal akan lebih menikmati waktu tanpa mencemaskan apa pun.
"Keya ...." Maigcal memanggil sendu, dari matanya cahaya redup begitu saja seolah kehabisan bahan bakar.
"Terima kasih, Maigcal, tapi aku harus pulang," jawab Keya menahan getaran dari suara tangis tak terlihat.
Ruslan menggeleng-gelengkan kepala menyaksikan drama anak muda. Di antara semangat mereka yang hilang, Ruslan hampir menjadi antagonis yang tertawa di atas penderitaan dua anak muda di dekatnya. Lihatlah bagaimana Keya yang tidak berani mengangkat kepala, dan Maigcal yang menatap penuh kesedihan, tinggal tambah backsound yang sesuai, maka akan semakin terasa seperti film India.
"Ayo kita pulang, Pa," pinta Keya tanpa melihat.
Ruslan menepuk pundak Maigcal sekali lagi, tersenyum tipis sebagai sapaan terakhir hari ini. Lantas Ruslan masuk ke dalam mobil, menjalankan mobil, mengintip dari spion bagaimana Maigcal mematung dalam posisi berdiri.
"Kau yakin ingin pulang, Nak?" Ruslan bisa melihat Keya tersedu-sedu namun tetap mengangguk sabagai jawaban teramat berat.
"Pikirkan lagi, papa bisa mengantarmu kembali pada Maigcal. Kau ingin menyelam? Di bawah air pasti aman untukmu terlebih bersama Maigcal."
"Tidak, Pa, aku pulang saja."
***
Hari-hari selanjutnya Keya menghabiskan waktu liburan di rumah, sesekali menerima kabar keseruan teman lainnya dari Mary. Bahkan Mary mengirim foto Maigcal yang duduk di kursi pantai tempat Keya kemarin bernaung. Maigcal selalu duduk di sana setiap mengistirahatkan diri, itulah yang Mary tuliskan dalam pesannya.
Keya mulai bertanya-tanya apakah Maigcal jadi menyelam? Akhirnya dia menanyakan itu pada Mary.
[Tidak, dia membatalkan boat yang telah dia sewa setelah kau pergi.]
KAMU SEDANG MEMBACA
The Key to Magic
Teen FictionKeajaiban? Itu tanggapan Keya ketika melihat pesulap semasa kecil. Setelah tumbuh besar Keya tidak sengaja bertemu Maigcal Magic, nama populer sebagai buronan yang mencuri menggunakan trik sulap tak masuk akal. Bagaimana kisah mereka? Akankah Keya...