46. Emosi.

38 7 1
                                    

Selepas pulang sekolah Maigcal menerima map coklat berisi tugas-tugas khusus untuk murid yang tidak dapat mengikuti pelajaran seperti Keya. Maigcal tidak langsung pulang ke apartemen, dia singgah terlebih dahulu ke kontrakan Keya mengambil satu buku catatan gadis tersebut.

Kontrakan telah diperbaiki, belum ada yang menempati sebab waktunya belum habis mengingat sewanya telah dibayar.

“Orangnya belum kembali, Dek?” Tetangga yang lewat di depan bertanya, heran kenapa rumah tersebut dibiarkan kosong.

“Iya, Buk,” jawab Maigcal, lantas dia meninggalkan tempat, berjalan kaki cukup jauh menuju stasiun kereta.

Dia sampai, tidak bertemu Barly atau pun Lizy karena jarak waktu mereka cukup besar untuk bertemu. Maigcal duduk seorang diri tanpa teman sebangku, dia membuka map memperhatikan tugas dari guru. Tiba di jembatan tempat Keya hampir bunuh diri, Maigcal menoleh melihat kedalaman di bawah.

“Tempat terkutuk,” maki Maigcal pelan. Maigcal melihat sisi kosong di sebelahnya, terbayang kembali wajah penuh penasaran Keya ketika melewati tempat ini. Jika Keya yang ia lihat sekarang nyata, Maigcal akan menutup mata gadis itu agar berhenti melihatnya penuh ketertarikan.

Kereta berhasil melewati jembatan tersebut, Maigcal bernapas lega ketika bayangan Keya ikut menghilang. Rasanya dia hampir gila, ilusi yang diciptakan otaknya keluar begitu saja untuk dilihat oleh mata kepala seolah dia tengah melihat roh.

Kembali fokus pada kertas, namun kali ini pada buku catatan Keya. Dia memandang lekat, mengingat-ingat tulisan itu untuk ia tiru nanti.

“Tulisan Keya rumit.” Dengan memperhatikan saja Maigcal tahu dia akan kesulitan, pun ini pertama kalinya dia mencoba meniru tulisan seseorang.

Sampai di apartemen Maigcal masuk ke kamar Keya hanya untuk merasa sedih oleh gadis yang tidak kunjung bangun. Menarik kursi ke meja di dekat jendela, Maigcal meletakkan map coklat serta alat tulis. Dia berusaha keras sekali menghabiskan banyak kertas mencoba-coba meniru tulisan Keya.

Tumpukkan kertas berserak di lantai, saking sibuknya Maigcal dia lupa makan dan berganti pakaian hingga matahari tenggelam. Maigcal membiarkan jendela terbuka, menjatuhkan kepala di meja hampir putus asa.

Mendongak kembali, Maigcal melihat bulan terang berwarna kemerahan di sudut sana. Cantik sekali, Maigcal kemudian menoleh ke arah Keya. Lampu kamar yang belum dinyalakan membuat gadis itu mandi cahaya bulan merah dan terlihat samar.

“Huh~ lanjutkan nanti saja.” Maigcal menutup buku, meletakkan pena di atasnya. Tidak ada keinginan Maigcal untuk menghidupkan lampu kamar, karena Keya menyukai bulan Maigcal membiarkan dia bersenang-senang dengan cahaya itu.

Dia merentangkan kasur tipis di lantai setelah menyingkirkan tumpukkan kertas, beristirahat di atasnya sembari menatap langit-langit. ‘Apa aku cium saja, ya, dia seperti membangunkan putri salju.’ Pikiran Maigcal mulai kacau, tindakan konyol seperti keajaiban dongeng merasuki otak lelahnya. Dia menggeleng keras, memperingati diri bahwa itu adalah tindakan kurang ajar.

Lama tenggelam dalam lamunan tidak masuk akal, akhirnya Maigcal tertidur lelap ikut menikmati cahaya berwarna hangat namun dingin.

***

Waktu liburnya ia gunakan seharian untuk mencoret-coret kertas hingga jarinya membengkak, dua hari lagi adalah waktu pengantaran tugas, Maigcal harus bisa meniru tulisan Keya walau kemiripan sedikit. Menenggelamkan kepala di atas lipatan tangan di meja, Maigcal beristirahat menenangkan kepala panas.

Kemudian dia berdiri, terbesit untuk melampiaskan emosi pada mereka yang membuat dia berakhir seperti ini. Dia menggunakan penyamaran sebagai Keya, sebut saja dia Keya.

The Key to MagicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang