Pembantu yang Keya utus mencari buku tadi pagi, kini menghadap ketika sang nona kembali dalam balutan lelah. Keya melirik pembantu itu sebentar, pembantu itu hanya menggelengkan kepala penuh arti. Keya mendesah pelan, memijat pangkal hidungnya frustrasi.
"Kalau tidak di taman, di mana, ya?" Keya bergumam pelan, mengingat-ingat kembali apa yang terjadi sebelumnya. Kemungkinan lainnya adalah di pungut orang lain, atau para berandal itu menahan bukunya.
"Buku itu keluaran lama, tidak dicetak lagi. Tidak mungkin ada yang menjualnya." Keya tidak bisa mengganti buku itu dengan yang baru. Pun sulit mencari seseorang yang memiliki buku itu. Tapi patut dicoba.
Keya kembali ke kamarnya, meletakkan tas di atas meja, lantas mencari ponsel. Keya membuat postingan tentang buku itu, tentu dia menggunakan akun lain atau Izkil tahu Keya menghilangkan buku sepupunya.
Sembari menunggu notifikasi setidaknya dibiarkan tiga jam, Keya akan bertanya pada papanya, biasa Ruslan memiliki buku-buku lama. Keya melangkah sedikit berlari, memasuki ruangan kerja papanya tanpa mengetuk. Namun Keya terdiam, Ruslan berpenampilan berantakan bahkan kerutan diwajahnya tampak lelah.
"Pa?" tegur Keya pelan. Sudah dari pekan lalu Keya rasa ada masalah yang tak ingin diutarakan oleh Ruslan. Tapi apa? Apakah masalah kantor? Keya lihat Ruslan waktu istirahat Ruslan singkat, dia selalu sibuk bekerja tidak seperti hari normal lainnya.
"Papa sakit?"
"Tidak, tidak apa-apa. Kamu kenapa ke sini?"
Keya kembali mengingat tujuannya, tapi setelah itu dia keluar dalam posisi kecewa. Ruslan tidak memiliki bukunya. Baiklah Keya akan menunggu sampai malam, sampai notifikasi unggahannya ramai.
***
Keya baru saja selesai makan malam, dia segera melempar diri ke kasur lalu meraih ponsel di nakas. Dia mengernyit, beberapa orang yang memiliki buku itu bilang bukunya telah dimakan tikus. Sementara Izkil ikut berkomentar di sana, mengatakan buku itu dipinjam teman sebangkunya. Itu Keya!
"Tak berguna!" Dia melempar benda pipih yang masih menyala itu, membenamkan wajah di bantal, berteriak keras.
Kemudian pintu kamar Keya terbuka, Keya mendengar suara knop pintunya lantas melihat siapa yang datang. Bibir Keya terangkat miring. Claire datang sembari menundukkan kepala, bahu gemetar dengan isakan yang mulai jelas terdengar.
'Dia pasti mau meminta maaf. Pasti dia telah berpikir, dan menyesal telah meninggalkan aku.'
"Keya ..." Claire memanggil gemetar, mulai mendongak memperlihatkan mata sembabnya. "... tolong aku." Claire jatuh bersimpuh di lantai, menutup wajah menggunakan tangan.
Keya tersentak. Apa maksudnya ini? Claire tidak mungkin meminta maaf dengan cara merendah seperti ini. Lantas Keya turun, menghampiri Claire, ikut duduk di depan wanita itu.
"Ada apa?" Dia khwatir, melupakan bahwa dia sedang menanyakan kabar Claire padahal dia berniat akan tetap diam sampai Claire minta maaf. "Kau kenapa, Kak?"
Claire semakin terisak tak sanggup bicara.
"Kalau kau tidak bicara aku tidak akan mengerti!" Keya menuntut, mengguncang bahu Claire.
"A-Adam tidak mau tanggung jawab. Nomornya sudah tidak bisa dihubungi lagi." Claire gemetar. Satu-satunya orang yang berani ia minta tolong cuman Keya. Jika papanya tahu maka habislah Claire diusir dari rumah, dia sendiri, sementara dia tidak memiliki Adam.
Ini guncangan mengecewakan bagi Keya, dia mematung lama sekali sampai air mata Claire telah membuat ujung roknya bisa diperas.
"Keya?"
"Kapan Kakak sadarnya?"
"Tadi siang, pagi tadi aku mual terus. Jadi aku menyampaikan keluhanku di apotek, mereka menyarankan aku menggunakan testpack."
Belum selesai masalah satu, datang lagi masalah lain. Kepala Keya rasanya akan meledak sebentar lagi. Tahun ini benar-benar buruk bagi Keya, dan Keya tidak ingin menjadi lebih buruk lagi.
"Jangan libatkan aku lagi. Aku juga ada masalahku sendiri. Kau harus membalas semua jasaku, bayar saja dengan tidak menyebut namaku pada papa dan mama." Keya berdiri, menjadi gadis dingin sama seperti aura birunya. "Papa di ruang kerja, pergi sana mengakui dosamu padanya. Kalau tidak, sana minta bantuan sama mama."
Claire langsung memeluk kaki Keya. "Tidak! Papa akan marah besar. Mama akan tetap mengadu pada papa, wanita itu tidak bisa membantuku!"
"Aku juga tidak bisa!" gertak Keya, dia hampir menendang jika tidak mengingat ada kehidupan di perut Claire. Dia tidak bisa melanjutkan langkah, Claire masih bergantung di sebelah kakinya. Claire mendorong Keya menelan pahit dari kesalahannya sendiri, tidak akan berhenti sampai Keya terpaksa mencari jalan keluar untuknya.
Bahunya perlahan melemas pasrah. "Aku akan mencari Adam. Sisanya terserah Kakak mau mengakui pada papa dan mama atau enggak."
Claire melepaskan kaki Keya, dia berdiri menatap Keya seperti adiknya adalah seorang dewi keberuntungan. "Terima kasih." Barulah Claire pergi dari kamar Keya.
Keya butuh udara segar, pergi ke balkon menghirup dalam-dalam udara malam. Seandainya ... seandainya Keya masih berteman dengan seseorang, pasti masalah ini tidak sampai membuat dia tenggelam dalam kebingungan tak berdasar. Seseorang itu akan membantu Keya, bahkan sepenuhnya dia yang menyelesaikannya.
Keya menangis, lihatlah, dia tidak bisa menyangkal bahwa dia sudah terlalu nyaman padanya. Tapi tidak bisa, Keya harus bisa mengandalkan diri sendiri dan berhenti berharap pada orang lain yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan masalah ini.
Bagaimana? Bagaimana caranya Keya mencari Adam? Pasti Claire sudah bertanya pada orang tua pria itu, tidak mungkin tidak. Keya tidak bisa menjadikan mereka bantuan untuk menemukan Adam.
[Siapa pun yang melihat pria ini, tolong kabari. Dia adalah pasien rumah sakit jiwa.]
Keya menatap ponselnya, tidak hanya buku, kini foto Adam juga terpampang jelas dalam postingan pencarian tersebut. Mengatai Adam gila, selain karena muak dengan pria itu, namun juga berguna meningkatkan kewaspadaan mereka yang melihat untuk tidak mengabaikan Adam.
[Apa hadiah jika menangkapnya?]
Seseorang berkomentar, akun privat yang entah siapa. Dia seolah seperti pemburu dari pada seseorang yang tak sengaja menemukan Adam.
[Uang, tiga kali lipat gaji UMR.]
Keya yakin pasti itu cukup menggiurkan. Dia sangat berharap, selain cara ini, Keya tidak menemukan cara lain. Maigcal, Lizy, buku, Adam. Besok apa lagi yang hilang? Keya mengejek dirinya sendiri, menertawakan kesialan. Keya menebak, mungkin selanjutnya di akan kehilangan kepercayaan sang papa.
[Aku akan menemukan dia. Kau tunggu sampai besok malam.]
Keya merinding, siapa seseorang yang tampak seperti pemburu ini? Apa dia sangat butuh uang sampai sangat antusias seperti itu? Pesannya menjadi perhatian utama Keya di antara banyak komentar kosong dari orang lain.
[Aku akan datang.]
Dia mengirim pesan lagi, membuat Keya tidak tahu harus senang atau ngeri. Seseorang itu seperti tahu saja alamat rumah Keya, padahal Keya tidak ada mencantumkan alamat di sana. Bagaimana jika alamat mereka beda pulau? Apa dia akan tetap datang? 3x lipat gaji UMR tidak sebanding.
Jadi apa yang membuat seseorang itu yakin? Dia benar menginginkan uang, kan?
[Bersama bukumu.]
Seketika ponsel Keya terlepas, jatuh ke bawah dari lantai dua. Sangat syok.
Bersambung....

KAMU SEDANG MEMBACA
The Key to Magic
Novela JuvenilKeajaiban? Itu tanggapan Keya ketika melihat pesulap semasa kecil. Setelah tumbuh besar Keya tidak sengaja bertemu Maigcal Magic, nama populer sebagai buronan yang mencuri menggunakan trik sulap tak masuk akal. Bagaimana kisah mereka? Akankah Keya...