51. Tenda sirkus.

45 9 1
                                    

Tas hitam dibuka lebar, tumpukan uang tersusun rapi terasa menjijikkan serta suram. Empat orang pria memandang geli, tahu sebagian uang itu hasil dari tubuh mereka yang dijual oleh Keya. Menatap gadis yang duduk sendiri di depan, ekspresi bahagianya belakang hari ini sering mereka lihat.

"Hitunglah."

Meski gadis tersebut berucap santai, tidak cukup menutupi ketakutan saat dia merundung mereka. Tangan gemetar menutup tas hitam, semoga ini kali terakhir gadis itu mempermainkan mereka. Ketakutan mereka sampai terbawa mimpi, menjadikan Keya sebagai trauma.

"Kami percaya padamu, terima kasih."

Kemudian Keya mengangkat punggung dari sandaran sofa, dia menatap lembut entah apa yang kali ini ia pikirkan. "Aku tidak akan mengusik kalian lagi. Maaf atas perlakuan burukku selama ini."

Hah? Kenapa mendadak Keya meminta maaf? Tidak masuk akal. Tapi yang mereka lihat adalah nyata, bingung bercampur harapan besar menjadi satu sehingga ekspresi mereka tampak konyol.

"Selamat tinggal. Hutangku sudah lunas, kita tidak memiliki urusan lagi."

Keya berdiri, beranjak pergi tanpa menoleh ke belakang lagi. Siluetnya kian menghilang dari mata empat orang pria, sampai Keya benar-benar tidak terlihat, mereka saling melempar pandangan terharu.

"Dia benaran tidak akan muncul lagi, kan?"

Selanjutnya mereka bersorak, saling berpelukan merayakan kebebasan yang telah dijanjikan oleh si peneror cantik. Akhirnya, mereka bisa tidur nyenyak tanpa takut Keya mendadak datang, mereka harus pulang ke rumah dan bersujud di kaki ibu besok.

***

Cahaya bulan masuk di kamar tanpa penerangan, menyinari seorang gadis tertidur pulas dengan selimut yang telah jatuh ke lantai. Dia sangat cantik, sangat cocok dengan cahaya sejuk dari indahnya langit malam.

Maigcal memungut selimut Keya, menyematkan kembali pada tubuh gadis itu. "Sudah berakhir, Keya, aku tidak akan menggunakan wajahmu untuk berbuat jahat lagi." Dia serius, dia tidak berniat mengganggu mereka lagi.

"Memangnya hal jahat apa yang kau lakukan menggunakan wajahku?" Tiba-tiba matanya terbuka, memperhatikan raut Maigcal yang berubah terkejut. Keya tetap berbaring, menahan selimut tetap di dadanya, menuntut Maigcal dengan matanya yang berkilau.

Maigcal meringis, memijat fristrasi pangkal hidung. "Kau belum tidur ternyata."

"Bagaimana aku bisa tidur ketika aku tadi melihat kau keluar menggunakan wajahku."

"Bukan apa-apa, tidurlah, besok sekolah."

"Kau tidak ingin jujur padaku?"

Lenggang, hembusan angin menyibak tirai tipis, menjadikan satu-satunya suara yang ada. Kedua anak muda tersebut terlibat ketegangan, saling ragu satu sama lain sehingga udara terasa dingin menusuk. Kemudian Maigcal mendesah berat, duduk di kursi pada meja di dekat jendela. Maigcal menoleh keluar, mengagumi benda bulat bercahaya di langit seakan dia mengabaikan keberadaan Keya.

"Maigcal?"

"Aku membayar hutang papamu menggunakan wajahmu. Itu saja."

"Letak jahatnya di mana?"

Maigcal tertawa sumbang, dia bicara tanpa berani menatap lawan bicara. "Aku menipu mereka, juga sembarangan saja menggunakan wajahmu." Tidak bisa, Maigcal tidak bisa jujur soal hal hina yang telah ia lakukan. Keya pasti akan merinding, atau dia akan ketakutan. Mungkin juga kehilangan rasa aman di samping Maigcal.

Keya diam, mungkin sebaiknya dia tidak bertanya. Lihatlah Maigcal yang memunggunginnya sekarang, pasti sesuatu itu berat untuk diceritakan. Sebagai orang yang menumpang hidup seharusnya Keya tahu diri.

The Key to MagicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang