47. Kewarasan.

38 8 0
                                    

"Tulisan Keya rasanya beda." Guru memandang Maigcal sembari mempertontonkan kertas di atas meja. Dia adalah guru yang teliti, membandingkan tulisan dari bekas kertas ulangan Keya dengan tugas khusus yang dititipkan oleh Maigcal.

Hal ini sudah masuk dalam perhitungan Maigcal.

Dia memandang Maigcal lekat, menuntut penjelasan sebab dia menduga-duga ada kemungkinan Maigcal membohongi guru agar Keya tidak diberhentikan dari sekolah. Kepedulian besar Maigcal pada Keya bisa dilihat oleh siapa saja, tidak heran guru menaruh curiga.

"Dia sakit, tulisannya tidak bisa lebih baik dari itu."

Guru kembali menarik kertas, memperhatikan sekali lagi tulisan itu. "Begitu, ya," ucapnya dengan mata masih tertuju pada kertas bertulisan agak mirip tetapi juga tidak mirip. Memasukkan kembali kertas ke dalam map, guru melipat tangan di atas meja fokus pada Maigcal. "Besok malam, ibu akan video call Keya. Tolong beritahu dia."

"Baik."

Guru mengernyit, tidak ada penentangan atau alasan lain bagi Maigcal untuk menghindar. Maigcal juga terlihat santai. Apa memang dia yang berusaha mencari kebohongan?

"Ok, Maigcal. Itu saja."

Maigcal mengangguk, lantas beranjak dari tempat. Dia menelusuri koridor dari ruang guru menuju kelas, langkahnya tidak mengeluarkan suara bagaikan hantu. Dia diam, tapi dalam benak melepaskan kelegaan mendalam. Usahanya selama 6 hari hampir ketahuan oleh guru paling waspada.

Ia angkat tangannya, membiarkan nyeri pada jari terbalut pelaster. Itu akan bertambah sakit ketika Maigcal kembali memegang pena—pembengkakan akibat kelamaan menjepit pena.

"Maigcal, Keya belum ditemukan?"

Mary muncul dari belokan, dia menaruh harapan pada Maigcal. Memandang sayu, tangannya memegang keranjang kue yang biasa ia bawa untuk dimakan bersama Keya.

Dengusan pelan keluar dari mulut Maigcal, kemudian dia melewati Mary begitu saja tanpa merespons pertanyannya. Siapa yang tahu? Yang paling lelah di sini adalah Maigcal.

Mary hanya bisa berbalik memandang punggung kokoh Maigcal. "Aku harap dia baik-baik saja," gumam Mary, meremat pegangannya pada keranjang rotan. Kali ini pun dia harus menghabiskan kue tersebut sendiri.

***

Penagih akan berlari atau bersembunyi setiap kali mereka melihat Keya. Situasi sudah terbalik, dulu Keya yang mati-matian melakukan itu. Sekarang ... Keya bagaikan orang yang tengah mencari pelampiasan, meneror mereka hanya untuk ditertawakan kemudian.

"Aku belum membayar hutaaaang!" pekik Keya berlarian mengejar menggunakan payungnya yang terbentang lebar.

"Tidak usah! Kami tidak mau lagi!"

"Benaran aku mau bayar!"

"Tidak! Kau hanya ingin membalas dendam!"

Siang atau pun malam tetap menjadi hari yang menakutkan. Dipukul, jadi umpan pancing, digantung terbalik, menjadi pelayan kafe menggunakan baju maid perempuan, nyebur di tangki muatan urin. Keya mengancam menggunakan rekaman video itu, mempermainkan mereka layaknya budak tidak ada harga diri.

Rasanya mereka akan gila, menghadapi gadis yang kehilangan kewarasan.

"Tolong jangan datangi kami lagi." Menangis pun mereka tidak malu, kebingungan bagaikan cara bersembunyi dari Keya sebab selalu ditemukan seolah gadis itu menjadi burung pencari dari ketinggian awan.

"Kalian pernah bilang padaku; mengangkang jauh lebih baik dari pada melarikan diri. Ayo buktikan!" Keya memekik, tertawa bak nenek lampir kegirangan.

"Kau pasti sudah gila!" Tidak ada kata yang lebih cocok untuk menggambarkan tingkah Keya. Orang waras mana yang sekejam ini? "Apa yang kau inginkan, gadis gila!"

The Key to MagicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang