Topeng penyamaran dilepas sembari dia kembali ke arah pulang. Perjalanan santai bermandikan panas sama sekali tidak mengganggunya. Payung yang dia pegang tidak digunakan, Maigcal melamun tidak semangat, memandang kosong pejalan kaki yang berbondong-bondong melindungi diri dari panas.
Mereka berbisik satu sama lain pada teman masing-masing, mungkin tengah mengejek kebodohan Maigcal yang tidak menggunakan payungnya. Tawa mereka terlihat menggelikan, tidak tahu bahwa Maigcal tengah bersyukur bisa bertahan oleh jilatan cahaya panas.
‘Berjalan di bawah matahari adalah mimpi Keya, aku tengah mengejek kelemahan gadis itu.” Maigcal mengangkat miring sudut bibir, agak menyedihkan oleh tingkah konyolnya yang berusaha menggoda gadis itu meski dia tidak ada. Bayangan dia kesal sudah cukup bagi Maigcal. Gadis itu tengah merajuk memalingkan wajah di sampingnya, berjalan lebih cepat memperpanjang jarak. Saat Maigcal akan mengajarnya, gadis itu menghilang, karena dia sekarang tidak lebih dari bayangan saja.
“Gila!” Maigcal merutuki diri sendiri. Memijat pangkal hidung. Mungkin panas membuat dia merasa berjalan di gurun pasir, namun berbeda kasus, Maigcal tidak tengah melihat danau, tetapi gadis bulan di siang hari.
Dia sampai di apartemen, membuka pintu menggunakan kunci yang ia miliki. Langsung pergi melihat Keya, Maigcal berhenti di ambang pintu memperhatikan seorang kakak mengelap tubuh adiknya menggunakan kain basah.
“Siapa yang membersihkan tubuh Keya sebelumnya?” Claire menoleh ke belakang memasang wajah curiga serta menuntut. “Keya terlalu bersih untuk ukuran mantan gelandangan yang tidak punya rumah.”
Maigcal terbelalak sejenak lantas menghembuskan napas pasrah. “Aku. Siapa lagi?” Telinganya memerah, namun dia berhasil mempertahankan wajah sombong.
“Apa tidak ada orang lain selain kau?” Claire mendengus. Jika Keya bangun dan tahu tentang hal tersebut, apa yang akan terjadi?
“Lebih baik merahasiakan dulu keberadaannya pada siapa pun. Keya pasti tidak ingin terlihat menyedihkan.”
Claire tidak marah, memang dia tidak pantas marah, Maigcal telah menyelamatkan Keya lebih dari siapa pun. Wanita itu kembali berbalik, melanjutkan menyeka tubuh Keya yang menggunakan tanktop dan celana pendek.
“Jangan macam-macam dengan Keya, ya. Aku khawatir, kalian hanya berdua tanpa pengawasan di bawah satu atap.”
“Aku bukan bajingan seperti suamimu,” jawab Maigcal ringan. “Pendirian Keya sangat kuat sampai rasanya aku segan.”
Claire tersenyum kecut. “Yah, aku percaya pada kalian berdua.” Lantas dia berdiri dan berbalik menghadap Maigcal. “Aku harus pulang sekarang.”
“Aku antarkan.”
“Tidak perlu, aku akan naik taksi. Tolong jaga Keya, ya.” Claire membungkuk sekali lagi, melewati Maigcal dalam postur sopan.
Maigcal mengantar Claire sampai ke depan pintu, mengunci pintu setelahnya karena Maigcal tidak tahu kapan penagih dapat melacak keberadaan Keya dan apa rencana mereka selanjutnya.
“Hutang itu akan dibayar, Keya. Hutang tetaplah hutang. Hanya saja aku tidak suka dengan cara mereka,” Maigcal berucap di depan Keya.
Besok adalah hari ketiga, Maigcal berharap Keya akan bangun, dan menghempas kemungkinan buruk bahwa dia akan menjadi putri tidur.
***
“Aku tidak berbohong, dia menendang dan memukul, melawan mereka berempat seorang diri. Kalian harus percaya!”
Di dekat meja Izkil dan Keya orang-orang mengelilingi mendengar cerita Izkil. Kehadiran sang juara olimpiade pun tidak mereka rasakan. Maigcal membiarkan, pergi duduk di samping laki-laki yang tengah membaca buku seorang diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Key to Magic
Teen FictionKeajaiban? Itu tanggapan Keya ketika melihat pesulap semasa kecil. Setelah tumbuh besar Keya tidak sengaja bertemu Maigcal Magic, nama populer sebagai buronan yang mencuri menggunakan trik sulap tak masuk akal. Bagaimana kisah mereka? Akankah Keya...