31. Asing tetapi peduli.

35 6 5
                                    

Keya berjalan menenteng tas sekolahnya di koridor panjang, pagi ini sama sekali tidak ada semangat untuk keluar dari rumah apalagi berjalan kaki sampai ke stasiun. Keya berhenti di depan pintu ruang kerja Ruslan, menatap lama dalam pandangan kesian.

Ruslan mengurung diri di dalam.

Di saat Claire dibawa untuk menikah ke kantor langsung, Ruslan menolak ikut, pria itu mengeluarkan air mata deras atas kegagalan menjaga putrinya. Keya mendorong pintu sedikit, di sana papanya menunduk frustrasi sembari menopang kepala di tangannya.

'Ini salahku.' Keya menutup kembali pintu, melihat papanya hancur seperti itu membuat Keya kembali menangis. Jika saja dia tidak menemani Claire keluar, pasti wanita itu tidak mungkin dapat izin untuk keluar malam. Lihat apa sekarang yang terjadi? Keya bersembunyi dari kebenaran atas keterlibatannya.

"Maaf, Papa." Dia membekap mulutnya erat, lantas meninggalkan tempat berjalan lesu.

Di stasiun Keya bertemu tatap dengan Maigcal pada jarak lima meter. Mereka diam cukup lama dalam keadaan seperti itu sebelum akhirnya saling membuang muka.

Keya membiarkan Maigcal menghilang terlebih dahulu ke dalam gerbong, dia mencengkram tangan erat-erat menahan gejolak untuk mengejar laki-laki itu. Jika saja saat ini di keluarganya sedang tidak ada masalah, maka Keya memilih untuk diantar menggunakan mobil saja.

Empat orang yang biasanya duduk bersebelahan membentuk dua pasangan, kini terberai-berai sama-sama mencari jarak yang jauh.

***

Setiap hari, jarak semakin besar sehingga mereka mulai terbiasa tanpa satu sama lain. Masing-masing menyimpan sesuatu dalam genggaman mereka yang hanya mereka sendiri yang tahu.

Sudah empat bulan berlalu, namun Keya belum membayar hutangnya, atau dia mungkin melupakan itu. Tetapi ... apa Maigcal masih membutuhkan imbalannya? Dia seperti Maigcal yang dulu, melakukan trik-trik konyol serta gesit seperti monyet saat istirahat, kemudian tidur lelap saat belajar.

Sementara Keya ... dia mendapatkan kembali jalannya. Lamunan menyedihkan tidak terlihat lagi di wajahnya. Ya, seperti dirinya dulu sebelum memulai hari sebagai anak SMA, gadis vampir yang selalu pucat tanpa seseorang bisa membuat wajahnya.

"Izkil apa sepupumu punya buku yang bagus lagi? Kalau bisa buku sejarah dunia," Keya bertanya. Ketika di kelas dia menjadi teman sebangku akrab.

Izkil membuang napas kasar, semenjak gadis ini jauh dari Maigcal dia menjadi kutu buku sejarah tentang negara mana pun, mahluk purba, atau penemuan-penemuan di masa lalu yang membawa dunia ke era sekarang.

"Aku rasa semua buku sejarahnya sudah kau baca."

"Coba kau tanyakan lagi, lagian buku keluargaku yang aku pinjamkan masih jadi jaminan, kan?"

"Kau punya banyak uang, kenapa tidak beli sendiri?"

Keya merengut, masalahnya buku yang dimiliki sepupu Izkil kadang jarang dimiliki orang lain atau sudah tidak dicetak di masa kini.

Izkil melirik kebelakang, teman karibnya tengah tertidur dengan tangan sebagai bantalan di atas meja, lantas Izkil tersenyum menghadap Keya kembali. "Kenapa kau tidak meminta bantuan pada Maigcal? Mungkin dia bisa mencarikan lebih banyak." Izkil sengaja, dia tahu Keya akan berhenti menuntut padanya setelah menyinggung Maigcal.

"Berhentilah menyebut dia untuk membuat aku diam!" tekan Keya tertahan, semoga Maigcal tidak mendengar. "Kau tahu, ah tidak, maksudku kalian semua tahu, aku dan dia sekarang hanyalah orang asing."

Izkil menggelengkan kepala sambil tersenyum, dia kembali meraih pena untuk mengerjakan tugas sebelum guru datang untuk menagih.

Ketika jam istirahat sampai, Keya pergi bersama Mary berdua saja. Izkil masih diam di kursinya, tahu seseorang akan datang menghampiri. Sambil menunggu Izkil pura-pura batuk, lalu laki-laki yang tidur bangun beranjak dari tempat.

"Ini."

Tebakan Izkil benar, Maigcal datang meletakkan sebuah buku tebal di atas meja. Entah bagaimana cara dia mendapatkan buku-buku langka itu.

"Sampai kapan aku berbohong jika buku-buku yang aku berikan ke Keya adalah milik sepupuku? Semuanya darimu!" singgung Izkil, dia bersandar dengan tangan yang terlipat di belakang kepala.

Maigcal terkekeh ringan, duduk di kursi Keya yang merupakan salah satu aktifitasnya ketika Keya tidak ada. "Sampai dia membayar hutangnya," ucapnya, secara tidak sopan dia membuka tas Keya tanpa izin, mengoreksi PR Keya diam-diam.

"Hem, sudah lebih baik. Dia pasti sangat berusaha mengerjakan PR matematika ini sendiri." Maigcal membalik-balik lembaran buku.

"Cih, tidak sopan. Kalau Keya tahu kau membuka tasnya setiap hari, kira-kira bagaimana reaksinya?"

Maigcal tidak menjawab, tetap berekspresi tenang menikmati setiap goresan jari Keya di kertas putih. Izkil meringis pelan, Maigcal terlihat mengerikan dengan semua tingkah diam-diamnya.

"Jadi ... mau berapa lama kau memegang buku sejarah keluarga Keya? Aku takut dia tiba-tiba menagih."

"Kalau dia menagih baru aku kasih ke padamu. Begitu saja susah!"

Kernyitan muncul di dahi Izkil, bagaimana cara menjelaskan kalau dia sudah capek oleh tingkah Maigcal atau pun Keya. Kenapa dia yang menjadi penengah? Merepotkan. Tiba-tiba Izkil menarik punggungnya dari sandaran, sudah lama dia menahan diri untuk bertanya sesuatu pada Maigcal, haruskah dia bertanya sekarang?

"Kenapa menatapku begitu?" Maigcal mengangkat sebelah alisnya, ada sesuatu di balik mimik serius Izkil.

"Aku pikir kau hanya ingin berteman dengan Keya, tetapi setelah aku perhatikan tingkahmu ... kau menyayangi Keya tidak seperti teman, maka itu rumor tentangmu dan Keya di masa lalu bukan seperti sekedar rumor."

"Benarkah? Aku tidak tahu."

"Kau tahu! Kau tidak menyangkal sama sekali, malah kau menikmati ketika para laki-laki menahan diri mereka untuk Keya. Sungguh aku bingung akan dirimu, Maigcal. Kau tahu perasaan Keya, kau menolak dia, terus kenapa kau ingin kalian kembali seperti dulu?"

Maigcal menyimpan buku yang ia keluarkan dari tas, masuk lagi. Menatanya seperti semula memastikan tidak ada jejaknya yang tertinggal.

"Maigcal!" Izkil menuntut.

"Ya, kau benar. Aku menyayangi dia tidak seperti teman, tapi lebih dari itu."

"Terus kenapa?"

"Aku memiliki alasan, dan aku ingin menghabiskan waktu bersama Keya di masa ini. Biarkan aku mengungkapkan cintaku tanpa status jelas. Kelak akan menjadi memori terindah yang aku miliki." Maigcal beranjak keluar dari kelas, dia tidak ingin menyatakan fakta lebih banyak.

Segitu aja cukup.

"Aku sama sekali tidak mengerti." Dia tidak menemukan jawaban, malah ia mendapatkan pertanyaan baru. Ungkapan Maigcal membentuk kepingan puzzle terpisah di pintu misteri pesulap tak tertebak.

Kunci, apakah di sini Keya berperan sebagai kunci dari pintu-pintu tergembok yang diciptakan Maigcal? Mungkin setelah Keya membayar hutang, Maigcal akan lebih terbuka. Dia sendiri yang bilang, memori indah adalah Keya.

"Keya, key, kunci. Maigcal, magical ...!" Izkil mengusap kasar rambutnya. "Peduli amat! Pusing."

Bersambung....



The Key to MagicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang