28 | Kecoa Rasa Jambu

4.6K 379 24
                                    

Aroma wangi mengisi setiap sudut ruangan. Keramik yang basah sisa dari Aisyah yang mengepel lantai seisi rumah dengan ditemani iringan lagu barat yang berjudul Count on Me dari band terkenal Bruno Mars yang diputar di speaker MP3.

"You can count on me like one, two, three, I'll be there..."

"And I know when I need it, I can count on you like four, three, two, And you'll be there..."

"'Cause that's what friends are supposed to do, oh, yeah..."

Dengan memanfaatkan gagang tongkat pada alat pel-nya, ia membayangkan sebuah mikrofon untuknya bernyanyi. Dan dengan kegembiraan itu ia menari seolah di atas panggung konser yang ditonton oleh jutaan penonton histeris.

Perempuan itu memasukkan kain pelnya ke kolong rak piring untuk menggapai bagian bawahnya yang kotor. Muncul kecoa yang dengan cepat berjalan melintasi atas tongkat pel-nya dan hinggap di tangan putih bule itu.

"ASU!!!" pekik Aisyah terkejut sembari mengibaskan tangannya sembarangan, membuat kecoa itu terlempar dan jatuh ke dalam sebuah gelas berisi jus jambu biji yang kebetulan tersisa seperempat dari volume usai Aisyah meminumnya.

Serangga kecil itu memang memiliki nama kecoa, atau yang mempunyai nama ilmiah Blattodea. Namun, serangga itu bisa berganti nama menjadi Anjing, Babi, Jaran, Kirik dan lain sebagainya saat ia mulai mengepakkan sayapnya dan terbang ke udara.

"IIIHHH, KECOAAA!!! JIJIIIIIKKKK!!! HUWEEKKK!!!" Aisyah menggeliatkan tubuhnya karena geli melihat hewan kecil itu. Namun, sesaat ia menghentikan aktivitasnya. "Eh? Asu? Astagfirullahal'adzim, itu kecoa!!!"

Ting!!!

Terdengar suara notifikasi Instagram dari ponsel yang tergeletak di atas meja makan. Aisyah yang seketika di landa rasa penasaran pun langsung mendekat ke arah meja, menyelidik: Siapa yang mengirim pesan lewat akun keluarganya tersebut.

"Hah!?" Aisyah terkejut, matanya terbelalak tak percaya.

Apa? Informasi atau hal apa yang Aisyah dapatkan hingga membuatnya terkejut seperti itu?

Lantas ia pun meredupkan matanya. Menoleh dan melamunkan pandangannya ke arah kecoa yang kebingungan menggapai daratan untuk keluar dari jus jambu yang menenggelamkannya.

"Brian...?"

💐

Pukul 15.20, sore.

Bisa dibilang, ekonomi dalam keluarga kecil pasutri Rumi dan Aisyah cukuplah stabil. Tak lebih, juga tak kurang. Rumi yang pekerja keras, ditambah istrinya yang pintar mengelola penghasilan adalah kombinasi jodoh yang sempurna. Satu sama lain dari mereka hanya butuh pengingat hati untuk senantiasa mensyukuri nikmat apa pun yang diberi oleh-Nya.

"Terimakasih, Mbak," ucap Rumi kepada salah seorang gadis yang baru saja membeli buket bunga di tokonya.

"Sama-sama, Kak."

Namun, jikalau kau pikir Rumi benar-benar telah mampu menerima akan apa yang dialaminya di keluarga bersama Aisyah, maka itu pasti keliru. Tak kan semudah itu! Nyatanya, Rumi masih berat hati. Pandangannya kosong, pikirannya berputar tanpa hujung, luka di hatinya pun masih belum kering.

Kota 7 NegaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang