14

1.6K 155 9
                                    

Nadine menghela nafas setelah selesai dengan latihan gymnya. Theo menghampirinya dan duduk didekat gadis itu.

"Jangan terlalu memaksakan diri." Ucapnya sambil menawarkan air isotonik yang ia beli sebelumnya.

Nadine menggeleng. "Ga ada yang maksa kali."

Theo mencibir kecil sebelum satu pesan dari Nathan kembali membuatnya menatap kearah Nadine dengan satu alis terangkat. "Oh ya, tadi lo nyusul Nathan di bandara?"

Nadine mengangguk mantap setelah meneguk minuman isotoniknya. "Hampir ga ketemu sih."

Theo mengangguk paham. "Bahkan lo bisa ke bandara yang padat hanya buat itu. Rasanya kondisi lo lumayan oke kalau berkaitan dengan Nathan."

Nadine yang hendak berdiri tiba-tiba berhenti ditempatnya. Bibirnya menyunggingkan senyum, ya itu mungkin. Ia tidak pernah merasa setenang itu ditempat ramai.

"Menurut lo gue ada harapan buat sembuh, Yo?"

Theo menyunggingkan senyum jahilnya. "Tiba-tiba?"

Nadine menaikkan bahunya. "Capek gini-gini mulu."

Theo tertawa hambar. "After fifth years baru capek?"

"Yo.."

Theo mengangguk. "Sorry-sorry. Sembuhnya lo itu tergantung lo sendiri, Dine. Kalo lo pengen pasti bakal dikasih aja jalannya."

Nadine menggigit bibir bawahnya. "Tapi sekalipun sembuh.. gue rasanya tetep ga berani buat bikin kemajuan sama, Nathan. Dia terlalu sempurna."

Andai lo tau, gimana omongan dia bahkan setelah tau diri lo gimana, Dine.

"Ga ada orang yang sempurna." Sanggah Theo

"Tapi.."

"Pelan-pelan, Dine. Jangan terlalu difikirin."

***

Nadine tersenyum kearah ponselnya saat melihat Nathan mengabarinya telah sampai dirumah.

Disisi lain, agak jauh dari jangkauan Nadine Theo bersama Derreck memperhatikan gadis itu dalam diam. Gadis itu nampak selalu nampak menawan saat menguasai ketenangannya dalam berlatih, namun dirinya yang tersenyum baknya gadis seusianya yang tengah kasmaran tak kalah menarik perhatian.

Tak jarang banyak yang ingin mengajaknya untuk berkenalan, namun layaknya manager/kekasih selalu ada Theo yang menghalangi orang-orang tersebut, membuat beberapa orang yang ingin mengenal Nadine selalu mencibir kepada Theo.

"Yakin lo, nggak tertarik sama dia?"

Theo menggeleng. "Bocil kematian gitu."

Derreck tersenyum miring. "Bocil kematian dari mana yang secakep itu."

Theo mengangkat bahunya. "Tuh Nadine."

Derreck berdecak malas. "Ga seru lo, ah. Tiba orang lain mau deketin dia termasuk gue lo larang juga."

"Ga bakal gue izinin kalau udah kelihatan penasaran doang, atau cuma mau main-main."

Derreck mencibir sembari melemparkan topinya kepangkuan Theo membuat pria itu berdesis sebal.

"Ohiya, Jonathan apa kabar btw?" Tanya Derreck

Tatapan tajam dari Theo berhasil membungkam bibir pria itu. Theo berdiri dari tempatnya.

"Mati kali, ga pernah muncul lagi tiap NBA main." Ucapnya sebelum meninggalkan Derreck.

Derreck menggeleng tak habis fikir. Ia tak tahu apa masalahnya, namun pernah sekali ia mendengar Theodore baku hantam habis-habisan dengan sahabatnya sendiri-Jonathan sebelum akhirnya Jonathan pindah ke Amerika dan sempat sukses di dunia basket disana.

Nathan Tjoe-A-On -Targeting LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang