22

1.4K 168 10
                                    

Untuk terakhir kalinya Nadine menghabiskan malam bersama Nathan, lagi dengan menyusuri kota Paris saat Romeo berpamitan untuk pulang lebih dulu.

Nathan berjalan santai dengan shoulder bag Nadine yang tersampir ditangan kanannya.

"Coba katakan lagi,"

"Apasih.."

Bukan sekali dua kali Nathan memintanya semenjak mereka keluar dari restoran.

Pria itu tak mampu menahan senyumnya sejak tadi, "katakan lagi yang kamu katakan kepada Papaku."

Nadine merasakan mukanya merah. Sungguh, kalimat itu keluar begitu saja. Tidak menyangka Nathan akan bereaksi seperti ini.

"Jangan berlebihan deh."

Nathan tersenyum tipis sebelum meraih tangan Nadine untuk ia genggam. Mungkin ini kemajuan karena kini mereka bisa berjalan sembari bergandengan tangan setiap saat tanpa gadis itu menolak.

***

Nadine menatap kedepan mereka kala keduanya duduk tak jauh dari tempat yang menampilkan pemandangan menara eiffel di malam hari.

Gadis itu menghela nafas sebelum menatap Nathan didepannya.

"Nath, i want to tell you something."

"Hm? Go on,"

Nadine menipiskan bibirnya. Tak yakin, namun rasanya salah berjalan sejauh ini tanpa memberi kepastian, namun sebelum itu, ia ingin memberitahu Nathan semuanya agar pria itu tak menyesal kemudian.

"Kamu mungkin akan kecewa."

Gadis itu mengambil jeda beberapa detik sebelum kembali melanjutkan ucapannya saat tangan Nathan naik memperbaiki anak rambutnya. "Aku sudah memberimu clue sebelumnya. Aku tidak sempurna dan aku korban pelecahan."

Gadis itu berusaha tetap tegar menatap mata Nathan saat beberapa bulir air yang menunggu kesempatan untuk jatuh bergenang diujung matanya.

"I'm not virgin anymore. I'm not a girl anymore. I'm.."

Nadine menghentikan ucapannya, diturunkannya tatapannya menatap tikar mantel Nathan yang menutupi bagian bawah gaunnya. "..aku tidak sesuai ekspektasimu, maupun Papamu."

Nathan terdiam untuk beberapa saat. Matanya menatap dengan pandangan yang sulit diartikan.

Jantungnya berdegup kencang melihat Nadine saat ini. Diam-diam ia sudah mendengarnya dari Theo, Theo bahkan menjelaskan seluruh kejadiannya. Namun saat mendengarnya langsung dari Nadine, terasa amarah serta kesedihan yang cukup menggerogoti hatinya.

Itu terlalu rumit hingga ia tak tahu harus bertindak seperti apa.

"Aku membohongimu. Aku tahu, maka dari itu. Sebelum lebih jauh.. aku mengizinkanmu bila ingin meninggalkanku." Aku tidak mau kamu pergi, tapi jika itu pilihanmu, pasti berat tapi aku akan berusaha menerimanya, Nath.

Tak lama Nathan meraih dagu Nadine, menegakkan wajah itu agar kembali bertatap muka dengannya.

Dihapusnya jejak airmata yang entah sejak kapan menghiasi pipi tirus gadis itu.

"Ssshh.. i'm not leaving, Nad. Never." Bisiknya dengan lembut.

"Sejujurnya, saya tidak peduli ketidaksempurnaan apa yang kamu miliki. Karena bagi saya, kamu ada disamping saya sudah menempati kata sempurna."

"Kenapa kamu memberitahu saya hal se-sensitive ini? Untuk melihat reaksi saya?"

"..agar kamu tidak lebih kecewa di kemudian hari,"

Nathan menerbitkan senyum dibibirnya. "Hm? Maksudnya?"

"..."

"Apa kamu sudah melihat ada 'kita' di masa depanmu?"

Mata Nadine kembali berkaca-kaca. Ah rasanya dia sangat cengeng berada disamping pria ini.

"Can't i?" Lirih Nadine

"Are you serious?"

"Can i say I love you too, Nathan Noel Tjoe-A-On?"

Nathan menatap gadis didepannya penuh dengan tatapan memuja, suara itu berhasil membuat seluruh tubuhnya meregang saat matanya tak bisa mengalihkan pandangan.

"Tell me."

"Terimakasih karena mengajakku berkenalan saat itu, terimakasih karena membuatku tertarik padamu, terimakasih karena sudah menunjukkan rasa tertarikmu, terimakasih untuk usahamu, terimakasih untuk kesabaranmu," Nadine menjeda ucapannya, terlalu banyak terimakasih yang diam-diam tidak bisa ia absen satu-satu.

"Thank you for loving me dan memberiku jalan untuk moving on dari masa kelamku. I love you so damn much, Nathan Noel Tjoe-A-On."

Nathan dengan cepat menarik gadis itu memasuki pelukannya, saat merasakan tangan Nadine turut membalas pelukan itu, Nathan menariknya lebih dekat kedalam dekapan itu.

"I love you more, Nadine Malaikha. Terimakasih sudah menerimaku."

"Aku yang harus berterimakasih, aku yang beruntung karena kamu menerimaku."

"Tidak. Karena sejak awal melihatmu, mata saya sudah tertarik padamu. Bahkan perkenalan itu adalah sengaja dalam rencana saya. Saya beruntung memilikimu."

Keduanya saling bertatapan sebentar sebelum tertawa. Akhirnya rasa ini lagi..

Aku benar-benar bisa melangkah dari tempat gelap itu.

"So now, are we officially date?"

Nadine mengangguk dengan sarat malu-malu. "Yes."

Senyum diwajah Nathan semakin mengembang sebelum akhirnya sedikit menurun, "But, i don't have a flower or ring here,"

Nadine menaikkan satu alisnya sebelum terkekeh geli, ia meraih rumput disamping mereka dan mengajak Nathan untuk membentuk cincin dari rumput itu.

"What are you doin?"

"Just do it."

Setelah sama-sama menyelesaikan cincinnya, Nadine akhirnya tersenyum dan mengulurkan tangannya kearah Nathan.

"Sekarang kamu punya cincin,"

"Are you serious?" Nathan menatap rumput berbentuk ditangannya itu sebelum kembali menatap Nadine. Mana mungkin ia tega memasangkan cincin yang terbuat dari rumput ke tangan gadis berpenampilan modis didepannya ini?

"I'm totally serious, come on Nath."

Keduanya bertatapan cukup lama, Nathan masih tidak yakin akan hal ini namun senyuman dan tatapan Nadine seolah menyihirnya untuk yakin.

Pria itu menggeleng sebelum tersenyum, mengenakan cincin itu ke jari manis Nadine sebelum menarik tangannya mendekat kebibirnya.

Dikecupnya cukup lama punggung tangan ramping itu sebelum menatap kearah Nadine. "Saya janji, akan menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik sesegera mungkin."

"I'll wait."

Nadine lalu meraih tangan Nathan juga dan mengenakan cincin yang juga ia buka sebelumnya kesana. "And this one is a gift for the man who is made me think that he deserve so much better, but i can't take it if he leave me, so i'll try my best to be better for him."

God

Nathan menggigit bibirnya dalam bentuk gemas. Sungguh, tak menyangka Nadine akan mengatakan hal demikian namun benar-benar sangat senang mendengarnya.

"I love you, Nadine."

"I love you too, Nathan." She finally can answer those words with the right answer. Nadine tersenyum tipis sebelum kembali memeluk Nathan guna menyembunyikan wajahnya saat dirinya sepenuhnya merasa malu.


***

TBC

Nathan Tjoe-A-On -Targeting LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang