12

1.5K 140 8
                                    

I had my eye on you, before i even knew your name.

***

[Nathan's POV]

Sosok yang pertama menarik perhatian saya kala singgah di cafe itu. Banyak orang berkumpul disekitar saya, tapi mata saya tertuju kepada dia.

Caranya menyikapi anak kecil yang menghampirinya dan membawa anak itu masuk kedalam cafe untuk makan. Caranya berbicara. Saya tidak paham apa yang mereka bicarakan, namun saya melihat binar dimata anak kecil itu sesaat setelah dia bicara.

Mata saya kembali menemukannya kala berjalan di mall saat itu. Saat itu, kami ramai, hampir seluruh rekan saya, kami jalan bersama, namun saya berpisah diam-diam dan memberanikan diri menjumpainya.

Kembali saya diingatkan bahwa dia seindah itu.

Selain indah, ada sosok keren yang menambah kharismanya. Tidak pernah barang sedetik pun saya berharap menemukan seseorang yang menarik sepertinya disini. Karena bagi saya, tempat saya pulang tetap tempat dimana ayah dan ibu saya ada, Rotterdam.

Namun semenjak saat itu, saya selalu bertanya kapan saya akan kembali ke kota Metro Indonesia itu? Apakah kami bisa kembali bertemu?

Beberapa bulan berlalu, saya sedikit lupa akan sensasi ingin tahu tentang dirinya. Namun kembali, saat dilapangan, di negeri yang tidak saya sangka saya akan bertemu dia, kami kembali bertemu.

Sungguh menarik permainan takdir. Kami kembali dipertemukan diruang ganti, hingga akhirnya memiliki waktu berbincang dan bertukar kontak.

Saya kembali memberanikan diri mengajaknya bertemu diesok harinya. Dan semenjak itu saya tahu seberapa saya tertarik pada gadis ini dan ingin terus mendekatinya.

Satu yang saya sadari tentang gadis ini. Dia cantik, dia baik, dia menarik orang disekitarnya. Segala tentang dia seolah hasil ukiran bunda Maria dinantu tangan-tangan malaikat yang diukir dengam sangat hati-hati.

Bagi saya, Nadine adalah tempat hati saya berlabuh saat ini. Saya tidak pernah ragu dengan satupun perasaan saya. Termasuk perasaan saya ke Nadine.

[Nathan's POV off]

***

Noah menghela nafas terengah-engah saat mereka berhenti berlatih. Remaja itu lalu tersenyum dan merangkul Nathan dari samping.

"Sudah ku duga. Ini pasti menyenangkan." Ucapnya

Nathan melirik Noah sambil tersenyum tipis. "Senang menemanimu."

"Yah, Theo sih payah bahkan hanya main PS juga payah. Jika dia datang, dia sama sekali tidak tahu main bola dan hanya berdiri disana menghabiskan waktu bersama kakakku." Ujar Noah sambil menunjuk area latihan Nadine.

Nathan mengangguk paham. "Apa mereka sedekat itu?"

Noah mengangguk. "Aku bertemu Theo semenjak aku masih berusia 10 tahun. Itu sekitar 8 tahun yang lalu, selama itu juga dia bersahabat dengan kakakku."

Nathan merasa tertarik saat remaja itu mulai bercerita. "Hanya bersahabat?"

Noah menggaruk kepalanya. "Yah seperti itulah.. Dia hanya akan menjaga kak Nadine dari dekatnya."

Nathan mengangguk paham.

"Kamu suka kakakku, ya?"

Masih dengan kurva bibir yang terangkat Nathan menatap kearah Noah. "Kelihatan?"

Noah memainkan bibirnya dalam kendali berfikir. "Yah, seperti yang Theo sempat katakan. Seorang orang asing tertarik pada kak Nadine."

"Tapi entahlah, kurasa kakak tidak akan mudah."

Nathan menaikkan satu alisnya. "Kenapa?"

"Kamu pernah mendengar traumanya?"

Nathan mengangguk ragu.

"Yah, itu disebabkan oleh mantan kekasihnya yang sekarang sukses diluar negeri. Aku tidak berhak menceritakannya. Jadi, jika kamu memang menyukai kakakku bukannya kamu harus berusaha?"

"Kamu mendukungku?" Tanya Nathan

Noah berdiri dan meraih handuk yang disiapkan oleh Nadine sebelumnya. "Yah, setidaknya kamu lebih baik daripada kak Nadine nanti tiba-tiba pacaran dengan Theo."

"Kamu membencinya,"

Noah tersenyum tipis, ia berhenti dipintu masuk. "Dia payah dan terlalu melengket pada kakakku." Ucapnya sebelum masuk.

Nathan diam merenungi ucapan Noah. Ia juga merasakan jarak yang rasanya dibentangkan oleh Nadine, namun ia tidak merasa dirinya perlu pesimis selama ini.

Tak lama, Nadine duduk disampingnya dan tersenyum. "Noah masuk untuk mandi. Lagi-lagi dia mandi semalam ini."

"Itu karena saya, maaf."

Nadine menggeleng. "Sudah lama tak melihatnya setenang itu. Kurasa selama ini ia frustasi karena terlalu kukekang, dan kamu datang membantunya dengan hobinya."

Nathan tersenyum, handuk yang ditawarkan Nadine ia tempelkan ke kepalanya yang mulai melepek. Ia juga menyempatkan melirik waktu di jam sempat ia lepas dan simpan dikursi itu.

"Pukul 11.00 PM."

Asrama tertutup di pukul 10.00 PM. Ia lalu menghela nafas. Mungkin ia harus menginap di hotel saja.

"Apakah Noah membicarakan banyak hal denganmu?" Tanya Nadine

Nathan berfikir sebentar, perlu atau tidak untuk menceritakannya ke Nadine. "Dia hanya meminta saya berusaha keras jika saya ingin mendapatkan kamu."

Nadine mengerjap. "Pardon?"

Nathan tidak menjawab, tangannya hanya naik memperbaiki beberapa anak rambut Nadine sebelum berdiri.

"Sudah larut malam. Saya harus pulang."

Nadine ikut berdiri dan menyusul Nathan dibelakangnya.

"Tunggu—"

"Noah juga mengatakan katanya Theodore sangat payah." Lanjut Nathan, pria itu meraih kuncinya di meja sofa sebelum berjalan keluar.

"Nadine, saya pulang, ya? Titip salam kepada Noah."

Nadine menghela nafas sebelum tersenyum tipis. "Maaf Noah menahanmu terlalu lama. Hati-hati dijalan."

"Tentu. Good night."

Ucapan Nathan dibalas oleh anggukan dan senyum dari Nadine sebelum akhirnya pergi.

"Kak," Theo kini berdiri dibelakang Nadine.

Nadine berbalik masuk, ia menutup pintu dan berhenti didepan Nathan.

"Kamu ngobrol apa ke Nathan?"

"Bukan apa-apa, kok."

***







Buset langsung POV Nathan😔🙏

Yuk bantu vote dan commentt, kalau rame hari ini kita double up sekalian aku up 1 chap buat AS IT WAS juga😍😍😍👋👋👋

Nathan Tjoe-A-On -Targeting LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang